Jakarta, CNBC Indonesia - Perdana Menteri (PM) Singapura Lawrence Wong memberi respons ke warga negaranya terkait tarif timbal balik (resiprokal) Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Negeri itu diketahui dikenai tarif 10%, batas paling bawah, dari tarif Trump ke negara-negara yang dianggapnya memiliki surplus dengan AS dan tak adil ke barang-barang asal Paman Sam.
Awalnya Wong mengatakan negerinya secara jangka pendek mungkin akan terkena dampak yang terbatas. Tapi ada konsekuensi lebih luas dan mendalam yang akan terjadi yang membuat Singapura berisiko "terdesak, terpinggirkan dan tertinggal".
"AS telah menempatkan Singapura di tingkat dasar terendah dengan tarif sebesar 10%. Jadi dampak langsungnya terhadap kita mungkin terbatas, untuk saat ini," katanya dikutip dari akun Instagramnya, Selasa (8/4/2025).
"Namun, ada konsekuensi yang lebih luas dan lebih mendalam," tambahnya.
"Jika negara lain mengadopsi pendekatan yang sama seperti AS- meninggalkan WTO, dan berdagang hanya dengan ketentuan yang mereka sukai, dari satu negara ke negara lain- hal itu akan menimbulkan masalah bagi semua negara, terutama negara-negara kecil seperti Singapura," jelasnya.
"Kita berisiko terdesak, terpinggirkan, dan tertinggal."
Meski begitu, ia mengatakan Singapura tak akan membalas Trump. Negeri itu tak akan mengenakan tarif pembalasan.
Tapi, kata dia, negara-negara lain mungkin tidak akan melakukan pengekangan yang sama. Bahkan tegasnya, kemungkinan terjadinya perang dagang global besar-besaran semakin meningkat.
"Dampak tarif yang lebih tinggi, ditambah ketidakpastian tentang apa yang akan dilakukan negara-negara selanjutnya, akan sangat membebani ekonomi global. Perdagangan dan investasi internasional akan terdampak, dan pertumbuhan global akan melambat," ujarnya.
"Singapura akan mengalami pukulan yang lebih besar daripada negara lain, karena ketergantungan kita yang besar pada perdagangan," jelasnya.
"Terakhir kali dunia mengalami hal seperti ini adalah pada tahun 1930-an. Perang dagang meningkat menjadi konflik bersenjata, dan akhirnya menjadi Perang Dunia Kedua (PD II)," tambahnya.
"Tidak seorang pun dapat mengatakan bagaimana situasi saat ini akan terungkap dalam beberapa bulan atau tahun mendatang."
Ia pun berujar semua warga harus waspada terhadap "bahaya" yang sedang berkembang di dunia. Ia menggaitkan hal itu dengan lembaga global yang semakin melemah, termasuk norma internasional semakin terkikis.
"Semakin banyak negara akan bertindak berdasarkan kepentingan pribadi yang sempit, dan menggunakan kekerasan atau tekanan untuk mencapai tujuan mereka," ujarnya.
"Inilah kenyataan pahit dunia kita saat ini."
Walau begitu, ditegaskannya, Sinagpura sebenarnya lebih siap daripada banyak negara lain. Ini merujuk cadangan, kohesi, dan tekad kita.
"Namun, kita harus bersiap menghadapi lebih banyak guncangan yang akan datang. Ketenangan dan stabilitas global yang pernah kita rasakan tidak akan kembali dalam waktu dekat. Kita tidak dapat berharap bahwa aturan yang melindungi negara-negara kecil akan tetap berlaku," tegasnya.
"Saya berbagi ini dengan Anda agar kita semua dapat mempersiapkan diri secara mental. Agar kita tidak lengah. Jangan sampai kita terbuai oleh rasa puas diri. Risikonya nyata. Taruhannya tinggi," ujarnya lagi.
"Jalan di depan akan lebih sulit. Namun, jika kita tetap teguh dan bersatu, Singapura akan terus bertahan di dunia yang penuh masalah ini."
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Para CEO di AS Memandang Negatif Dampak Tarif Trump
Next Article Video: China Siapkan "Amunisi" Hadapi Perang Dagang