Jakarta, CNBC Indonesia - Perdana Menteri (PM) Singapura Lawrence Wong memberi respons khusus soal tarif baru Presiden Amerika Serikat (AS) ke 160 lebih negara di dunia. Tarif timbal balik (respirokal) ini diberikan Trump ke negara-negara yang mengalami surplus perdagangan dengan AS dan dianggap tak adil pada barang impor negeri itu.
Dalam video yang diunggal di Instagram, ia berujar dunia sudah berubah. Kondisi saat ini dipastikan merugikan ekonomi negeri seperti Singapura.
"Namun pengumuman 'Hari Pembebasan' baru-baru ini oleh AS tidak menyisakan ruang untuk keraguan," katanya dikutip Selasa (8/4/2024).
"Hal ini menandai perubahan besar dalam tatanan global," tegasnya.
"Era globalisasi berbasis aturan dan perdagangan bebas telah berakhir. Kita memasuki fase baru- fase yang lebih sewenang-wenang, proteksionis, dan berbahaya," tambahnya.
Menurutnya sebenarnya selama beberapa dekade AS adalah landasan bagi ekonomi pasar bebas dunia. Paman Sam, jelasnya lagi, dulu memperjuangkan perdagangan bebas dan memimpin upaya untuk membangun sistem perdagangan multilateral, yang ditopang oleh aturan dan norma yang jelas, di mana negara-negara dapat memperoleh manfaat yang sama-sama menguntungkan melalui perdagangan.
"Sistem WTO ini membawa stabilitas dan kemakmuran yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi dunia, dan bagi AS sendiri," jelasnya.
Tapi, kata dia lagi, sistem itu memang tidak sempurna. Dikatakannya bagaimana Singapura, dan banyak negara lain, telah lama menyerukan reformasi untuk memperbarui aturan dan membuat sistem menjadi lebih baik.
"Namun, apa yang dilakukan AS sekarang bukanlah reformasi. Negara ini meninggalkan seluruh sistem yang telah diciptakannya," ujarnya.
Menurutnya pendekatan baru AS, berupa tarif timbal balik (resiprokal), dari satu negara ke negara lain, merupakan penolakan total terhadap kerangka kerja WTO. Meski AS mengenakan Singapura tarif timbal balik terendah, 10%, dan dampak langsungnya saat ini terbatas, konsekuensi akan lebih luas dan dalam.
"Jika negara lain mengadopsi pendekatan yang sama seperti AS, meninggalkan WTO, dan berdagang hanya dengan ketentuan yang mereka sukai, dari satu negara ke negara lain, hal itu akan menimbulkan masalah bagi semua negara, terutama negara-negara kecil seperti Singapura," jelasnya.
"Kita berisiko terdesak, terpinggirkan, dan tertinggal," katanya lagi.
Ia berujar, memang Singapura telah memutuskan untuk tidak mengenakan tarif pembalasan. Namun, negara-negara lain mungkin tidak akan melakukan pengekangan yang sama.
"Kemungkinan terjadinya perang dagang global besar-besaran semakin meningkat." tambahnya lagi.
"Dampak tarif yang lebih tinggi, ditambah ketidakpastian tentang apa yang akan dilakukan negara-negara selanjutnya, akan sangat membebani ekonomi global. Perdagangan dan investasi internasional akan terdampak, dan pertumbuhan global akan melambat," jelasnya.
"Singapura akan mengalami pukulan yang lebih besar daripada negara lain, karena ketergantungan kita yang besar pada perdagangan," tegasnya.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Para CEO di AS Memandang Negatif Dampak Tarif Trump
Next Article Senjata Makan Tuan! Perang Dagang Jilid 2 Trump Makan Korban Warga AS