Percaya atau Tidak, AS Sudah Jatuh ke Lubang Resesi!

5 days ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) diyakini sudah masuk ke jurang resesi. Hal ini dikatakan oleh CEO perusahaan investasi publik dan swasta dengan aset US$11 triliun pada akhir tahun 2024, BlackRock, Larry Fink.

Ia mengatakan banyak pemimpin bisnis percaya ekonomi Paman Sam sudah mengalami penurunan yang signifikan. Pernyataannya itu berdasarkan pendapat pemimpin bisnis AS yang ia temui.

"Kebanyakan CEO yang saya ajak bicara akan mengatakan bahwa kita mungkin sedang mengalami resesi saat ini," tegas Fink di sebuah acara untuk Economic Club of New York, dikutip CNBC International, Selasa (8/5/2025).

"Seorang CEO secara khusus mengatakan bahwa industri penerbangan adalah burung di tambang batu bara- burung kenari di tambang batu bara- dan saya diberitahu bahwa burung kenari itu sudah sakit," tambah Fink.


Ia juga mengatakan bahwa kebijakan tarif Presiden Donald Trump dapat memberikan tekanan ke atas pada inflasi. Bahkan mempersulit Federal Reserve (The Fed/Fed) untuk memangkas suku bunga, yang sering dilakukan bank sentral selama resesi.

"Gagasan bahwa Federal Reserve akan melonggarkan kebijakan empat kali tahun ini, saya tidak melihat peluang itu," ujarnya.

"Saya jauh lebih khawatir bahwa kita dapat mengalami inflasi tinggi yang akan menaikkan suku bunga jauh lebih tinggi daripada saat ini," jelasnya.

Menurut alat CME FedWatch, penetapan harga di pasar berjangka dana federal saat ini menunjukan banyak pihak memperkirakan bank sentral akan menurunkan suku bunga acuannya setidaknya 1 poin persentase pada akhir tahun. Ini dapat berupa empat kali pemotongan sebesar 0,25 poin persentase.

Pertumbuhan Pasti Melambat

Sementara itu, CEO JPMorgan Jamie Dimon mengatakan bahwa tarif yang diumumkan oleh Trump semakin membebani ekonomi AS yang sudah melambat. Ini terungkap dari surat pemegang saham tahunannya yang dipublikasikan 2 April, membicarakan soal keadaan ekonomi, masalah yang dihadapi AS, serta pendapatan manajemen.

"Apa pun pendapat Anda tentang alasan sah untuk tarif yang baru diumumkan (Trump)... kemungkinan besar akan ada efek jangka pendek yang penting," kata pemimpin bank besar di Wall Street itu.

"Kita mungkin akan melihat inflasi, tidak hanya pada barang impor tetapi juga pada harga domestik, karena biaya input meningkat dan permintaan meningkat pada produk domestik," tambahnya.

"Apakah daftar tarif menyebabkan resesi atau tidak masih menjadi pertanyaan, tetapi itu akan memperlambat pertumbuhan," tegas Dimon.

Pernyataannya ini menarik kembali komentar Dimon sebelumnya yang dibuatnya pada bulan Januari. Kala itu, ia mengatakan orang-orang harus "mengatasi" kekhawatiran tarif karena hal itu baik untuk keamanan nasional.

Pada saat itu, tingkat tarif yang dibahas jauh lebih rendah daripada yang diumumkan minggu lalu. Sekarang, ia berujar, kebijakan tarif Trump telah menciptakan banyak ketidakpastian termasuk dampaknya terhadap arus modal global dan dolar, dampaknya terhadap laba perusahaan serta respons dari mitra dagang.

"Semakin cepat masalah ini diselesaikan, semakin baik karena beberapa efek negatif meningkat secara kumulatif dari waktu ke waktu dan akan sulit untuk dibalikkan," katanya.

"Dalam jangka pendek, saya melihat ini sebagai satu tambahan 'jerami di punggung unta'," jelasnya.

Ia pun mengatakan meskipun ekonomi AS telah berkinerja baik selama beberapa tahun terakhir, dibantu oleh pinjaman dan pengeluaran pemerintah hampir US$11 triliun, ekonomi negeri itu "sudah melemah" dalam beberapa minggu terakhir, bahkan sebelum pengumuman tarif Trump. Inflasi, tegasnya, kemungkinan akan lebih kuat dari yang diantisipasi banyak orang, yang berarti bahwa suku bunga dapat tetap tinggi bahkan saat ekonomi melambat.

"Ekonomi menghadapi turbulensi yang cukup besar (termasuk geopolitik)," katanya.

"Dengan potensi positif dari reformasi pajak dan deregulasi serta potensi negatif dari tarif dan 'perang dagang'," tambahnya.

"Inflasi terus berlanjut, defisit fiskal tinggi, dan harga aset serta volatilitas yang masih cukup tinggi."

Sebelumnya Trump mengumumkan tarif balas dendam (resiprokal) ke negara-negara yang memiliki surplus neraca perdagangan ke AS dan dianggap tak adil ke barang AS. Tak hanya RI, ada total 160-an negara dan kawasan yang dikenai tarif impor Trump, mulai hanya 10% hingga 50%.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dunia Terancam Bayang-Bayang Trumpcession

Next Article Video: Ancaman Perang Tarif Era Donald Trump

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |