Pemulihan Lambat, Warga Pidie Hidup Di Lumpur

12 hours ago 3

PIDIE (Waspada.id): Hampir sebulan setelah banjir bandang melanda Kabupaten Pidie, Aceh, ribuan warga di sejumlah kecamatan masih bergulat dengan lumpur yang menutup rumah, lahan pertanian, serta fasilitas umum.

Proses pembersihan berjalan lambat, sementara keterbatasan air bersih dan sarana pendukung membuat pemulihan belum sepenuhnya dirasakan masyarakat, khususnya kelompok rentan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Di Gampong Mencat Adan, Kecamatan Mutiara Timur, Kamis (18/12), Muhammad, 46, membuka pintu rumahnya yang masih dipenuhi lumpur kering berwarna cokelat kusam. Setiap hari ia membersihkan sisa material banjir dengan sekop dan ember. Namun, keterbatasan tenaga dan peralatan membuat pekerjaan tersebut seakan tidak pernah selesai.

Dalam kondisi itu, beban rumah tangga justru semakin berat dirasakan perempuan. Siti Aisyah, 41, istri Muhammad, harus mengatur kebutuhan air, memasak, mencuci, serta menjaga kebersihan keluarga di tengah keterbatasan air bersih. “Kalau air datang, saya harus memilih, memasak atau mencuci. Semua serba terbatas,” ujarnya.

Fenomena tersebut bukan hanya dialami satu keluarga. Di gampong tersebut, banyak perempuan memikul beban ganda pascabencana. Selain meningkatnya pekerjaan domestik akibat lumpur, sebagian perempuan juga harus mencari penghasilan tambahan karena suami kehilangan pekerjaan sementara. Ketiadaan dapur umum yang berkelanjutan serta distribusi air bersih yang tidak rutin semakin memperberat kondisi warga.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Pidie, Muhammad Rabiul, menjelaskan banjir bandang yang terjadi pada 26 November 2025 dipicu curah hujan ekstrem di kawasan hulu. Air sungai meluap dengan cepat dan membawa material lumpur serta kayu gelondongan dalam jumlah besar. Banjir menerjang permukiman warga di Kecamatan Kembang Tanjong, Mutiara, Mutiara Timur, serta Gampong Blang Pandak di Kecamatan Tangse.

Rumah warga Gampong Puuk, Kecamatan Kembang Tanjong, Kabupaten Pidie masih tertutup lumpur sisa banjir bandang, Kamis (18/12). Waspada.id/Muhammad Riza

Selain merusak rumah warga, banjir juga menimbun areal persawahan dan menghanyutkan harta benda. Sejumlah ruas jalan dan jembatan mengalami kerusakan, menghambat aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat. Di ruas Jalan Beureunuen–Kembang Tanjong, lalu lintas kini kembali berjalan, namun sisa lumpur yang mengering berubah menjadi debu saat cuaca panas dan licin ketika hujan turun.

“Kami sudah membersihkan jalan utama agar akses logistik dan mobilitas warga tidak terputus. Namun pembersihan total, terutama di jalan gampong dan permukiman, masih membutuhkan waktu serta tambahan alat berat,” kata Muhammad Rabiul.

Dampak banjir juga dirasakan di sektor pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pidie, Yusmadi Kasem, menyebutkan sedikitnya delapan sekolah mengalami kerusakan berat. Sekolah-sekolah tersebut antara lain SD Negeri Dayah Tanoh, SD Negeri 2 Adan, SD Negeri 1 Beureunuen, SD Negeri 4 Beureunuen, SMP Negeri 5 Mutiara, SD Negeri Kandang Kecamatan Kembang Tanjong, SD Negeri Lamkawe Kecamatan Kembang Tanjong, serta SD Negeri Cot Jaja Kecamatan Simpang Tiga.

Menurut Yusmadi, SD Negeri Dayah Tanoh memerlukan perhatian khusus karena berada di kawasan rawan banjir dan memiliki jumlah murid terbanyak. “Sekolah-sekolah ini membutuhkan penanganan serius, baik rehabilitasi maupun pembangunan kembali,” ujarnya.

Kelompok lansia menjadi salah satu yang paling terdampak dalam proses pemulihan. Dengan keterbatasan fisik dan akses layanan kesehatan, mereka kesulitan membersihkan rumah serta memenuhi kebutuhan dasar. Seorang petugas Puskesmas Kembang Tanjong mengatakan layanan kesehatan keliling telah diupayakan, namun keterbatasan tenaga dan armada masih menjadi kendala.

Camat Mutiara, Nasrul, MPd, mengatakan sedikitnya 14 gampong di wilayahnya terdampak banjir bandang. Wilayah terparah berada di Baro Yaman serta seluruh gampong dalam Kemukiman Beureueh. “Meski jalan utama sudah dapat dilalui, pembersihan rumah warga dan lahan pertanian masih membutuhkan dukungan tambahan,” katanya.

Berdasarkan data BPBD Kabupaten Pidie per 15 Desember 2025, tercatat 23.716 kepala keluarga atau 72.141 jiwa terdampak banjir bandang. Sebanyak 28.527 jiwa mengungsi dan satu orang dilaporkan meninggal dunia. Kerusakan infrastruktur meliputi jalan nasional, provinsi, kabupaten, dan desa, serta 18 unit jembatan yang mayoritas rusak berat.

Sekretaris Daerah Kabupaten Pidie, Drs Samsul Azhar, mengatakan pemerintah daerah telah mengerahkan mobil tangki air bersih ke gampong-gampong terdampak. Namun, kebutuhan masyarakat masih lebih besar dibandingkan kemampuan distribusi. Selain keterbatasan air bersih, warga juga mengeluhkan gangguan kesehatan seperti ISPA, diare, dan penyakit kulit akibat lingkungan yang belum pulih.

Hampir sebulan setelah banjir bandang, lumpur masih menjadi bagian dari kehidupan warga Pidie. Selama pemulihan belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan kelompok rentan, dampak bencana ini masih akan dirasakan masyarakat di wilayah terdampak. (id69)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |