
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
Oleh Dr. Bukhari, M.H., CM
Aceh Utara dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam. Tanahnya subur, lautnya luas, dan lokasinya strategis di jalur utara Sumatera. Tapi siapa sangka, di balik semua potensi itu, daerah ini justru masih sangat bergantung pada dana transfer dari pusat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih kecil dan stagnan, seolah tidak sebanding dengan kekayaan alam yang dimiliki.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Yang lebih memprihatinkan, dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang selama ini jadi andalan, hanya berlaku sampai tahun 2027. Setelah itu, tidak ada jaminan pusat akan terus “memanjakan” Aceh dengan kucuran dana besar. Maka, pertanyaan yang harus dijawab sekarang: siapkah Aceh Utara hidup tanpa suntikan dana pusat?
Truk Galian Hilir Mudik, Uang Tak Masuk
Setiap hari, truk-truk pengangkut galian C lalu lalang di jalan-jalan Aceh Utara. Aktivitas mereka begitu sibuk, mengangkut pasir, kerikil, Tanah dan batu dari perut bumi. Tapi anehnya, daerah tidak mendapatkan apa-apa. Tak sedikit dari pengusaha galian itu yang tidak memiliki izin resmi. Tidak bayar retribusi. Tidak setor pajak.
Kekayaan kita diangkut keluar tanpa kontribusi untuk pembangunan. Yang tersisa hanya debu jalan dan jalan berlubang. Jika ini terus dibiarkan, maka jangan salahkan siapa-siapa ketika kas daerah selalu kering.
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara harus punya nyali! Jika tidak ada izin, jika tidak ada setoran pajak, maka lakukan penindakan. Tegakkan aturan, jangan takut pada pengusaha yang melanggar hukum. PAD itu bukan hadiah, tapi harus diperjuangkan.
Aspek Hukum: Jangan Ada Pembiaran
Dari sisi hukum positif Indonesia, semua kegiatan galian wajib mengantongi izin resmi dan membayar kewajiban fiskal kepada negara. Tanpa itu, aktivitas mereka ilegal.
Sementara dari perspektif hukum Islam, kekayaan alam seperti tambang, air, dan energi merupakan harta milik bersama (mal al-‘ammah) yang tidak boleh dimonopoli atau dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingan pribadi. Rasulullah SAW bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud).
Maka, membiarkan galian ilegal beroperasi tanpa kontribusi pada rakyat adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik.
PAD Itu Harga Diri Daerah
Kemandirian daerah bukan hanya soal keuangan, melainkan juga soal martabat. Jika setiap tahun kita hanya mengandalkan kucuran dana dari pusat, maka bagaimana mungkin kita bicara tentang kedaulatan daerah?
Sudah saatnya Aceh Utara bangkit. Kembangkan potensi lokal: pasar, pelabuhan, pariwisata, pertanian, industri halal, dan ekonomi syariah. Hidupkan kembali BUMG, libatkan koperasi merah putih nantinya, dan kelola zakat serta wakaf secara produktif.
PAD bukan hanya urusan angka di APBK, melainkan lambang kesungguhan kita membangun tanpa bergantung sepenuhnya pada Jakarta.
Penutup: Mandiri Itu Mulia
Ketergantungan fiskal yang berkepanjangan hanya akan melemahkan. Jika kita ingin melihat Aceh Utara lebih mandiri, maka mulailah dengan keberanian menertibkan yang ilegal, keberanian menggali potensi, dan keberanian mengatakan cukup pada ketergantungan.
Aceh Utara tidak kekurangan sumber daya. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan, ketegasan, dan inisiatif. Jangan terus menerus disebut “kaya potensi tapi miskin PAD.” Saatnya berubah. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Penulis adalah Konsultan hukum, Mediator serta Akademisi UIN SUNA Lhokseumawe
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.