Maling Menggila Kuras Rekening Warga RI, Segera Lakukan Ini

15 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Berita soal kebocoran data atau informasi rahasia kerap terjadi. Bahkan, perusahaan besar dengan sistem keamanan canggih juga bisa menjadi sasaran.

Ternyata kebocoroan bisa terjadi dari manapun. Security Strategist ITSEC, Anton Dwi Suhartanto, mengatakan kebocoran bukan hanya dari sistem penyedia jasa, namun juga kelalaian konsumen sendiri.

"Jadi terkait credential leak itu tidak hanya bisa leak dari sistemnya penyedia jasanya, tapi bisa jadi dari customernya itu sendiri," kata dia ditemui usai acara "Is The Securities Industry Ready for The Next Wave of Cyber Threats?", beberapa saat lalu.

Dari pengamatan ITSEC selama ini, kebanyakan informasi bocor disebabkan oleh malware stealer. Sistem berbahaya itu bisa tertanam di perangkat untuk mencuri kredensial hingga mengakses email yang ada di dalamnya.

Kemudian data akan dikumpulkan oleh pencuri data dan diperjualbelikan melalui forum peretas. Risiko yang muncul beragam, mulai dari pencurian identitas hingga pembobolan yang merugikan keuangan korban.

"Dan ketika sudah didapatkan, malware stealer akan dikumpulkan ke si attacker, si pencuri data. Namanya broker kredensial gitu ya. Jadi dia memperjualbelikan di forum gitu ya," ucap Anton.

Anton juga mengatakan ITSEC merekomendasikan para penyedia jasa untuk bisa menginformasikan adanya kebocoran kredensial milik individu.

ITSEC bisa mendapatkan informasi kebocoran itu hingga raw data, dari host name, username dan perangkat yang digunakan.

"Jadi ketika kita bisa mendapatkan, kita akan menginformasikan ke customer kami dalam hal ini penyedia jasa ya, bahwa eh ternyata malware streamer ini, kredensial yang bocor ini ternyata memang murni dari si perangkatnya nasabah seperti itu," jelasnya.

Pengguna layanan juga terkadang tidak menggunakan tool untuk memitigasi kejadian kebocoran. Salah satunya tak mengaktifkan fitur two factor authentication, untuk mencegah adanya informasi yang bocor.

"Jadi dari sistem itu sudah punya fitur yang namanya MFA (Multi-factor Authentication). Kadang-kadang nasabahnya sendiri yang males menggunakan MFA gitu ya. Jadi dia tidak mengaktifkan OTP-nya, tidak mengaktifkan two factor authentication-nya. Ya akibatnya ketika kredensial itu bocor, ya bisa dimanfaatkan seperti itu," Anton menuturkan.

Untuk itu, penting bagi pengguna layanan internet mengaktifkan fitur keamanan berlapis seperti MFA. Hal ini akan menyulitkan upaya penipu membobol data.

Peretasan di Indonesia Naik 2 Kali Lipat

Mengutip data riset dari berbagai sumber, Anton mengatakan sepanjang 2024 hingga 2025, peningkatan serangan siber dilaporkan lebih dari dua kali lipat di Indonesia.

Lebih perinci, ada 96 insiden serangan siber di 2025. Sedangkan di 2024 sebanyak 36 kejadian.

Salah satu sektor yang jadi sasaran serangan ada industri layanan keuangan. Korbannya bukan hanya bank, namun juga menimpa industri broker hingga sekuritas.

Jenis serangannya pun beragam. Mulai dari web attack, bocornya informasi sensitif dan serangan DDoS.

Serangan ransomware juga marak digunakan. Anton menjelaskan korban akan diminta bayaran tertentu untuk membebaskan data yang berhasil diambil.

Jika data tersebut tidak ditebus, maka akan segera dipublikasikan di berbagai web ataupun forum peretas.

"Jadi serangannya cukup beragam, ransomware mungkin dari kita semua pernah mengalami serangan tersebut. Bahkan modusnya pun ransomware itu ternyata tidak hanya merusak data atau informasi, tetapi juga melakukan pencurian," jelasnya.

"Jadi oknum dari ransomware itu tidak hanya merusak. Kalau dulu kan oke dirusak, terus mau datanya dikembalikan, bayar sekian. Ternyata kalau tidak mau bayar data tersebut juga akan di-publish, di dark web, di deep web, di hacker forum dan lain sebagainya," dia menambahkan.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Dunia Dibuat Kaget! 16 Miliar Password Bocor, Terbesar Dalam Sejarah

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |