Maestro Ceh M Din Serukan Program Pewarisan Nasional

4 hours ago 3
AcehNusantara

16 Oktober 202516 Oktober 2025

Maestro Ceh M Din Serukan Program Pewarisan Nasional Maestro didong Gayo, Ceh M Din, diterima oleh Irini Dewi Wanti, Direktur Bina SDM, Lembaga, dan Pranata Kebudayaan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, Kamis (16/10/2025). Waspada.id/Ist

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

JAKARTA (Waspada.id) : Maestro Didong terkemuka asal Gayo, Aceh, Ceh M Din, diterima oleh Irini Dewi Wanti, Direktur Bina SDM, Lembaga, dan Pranata Kebudayaan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, di Jakarta, Kamis (16/10).

Dalam pertemuan yang berlangsung akrab itu, Ceh M Din menyampaikan pentingnya langkah nyata untuk memastikan keberlanjutan bahasa dan budaya Gayo melalui gerakan pewarisan budaya yang terarah.

“Didong adalah jantung kebudayaan Gayo. Lewat didong, bahasa dan nilai-nilai kami hidup. Tapi jika generasi muda tak lagi menguasai bahasanya, maka seni ini akan kehilangan pendengarnya,” ujar Ceh M Din.

Maestro berusia 74 tahun itu menegaskan bahwa pelestarian didong tidak cukup hanya dengan pertunjukan atau festival, tetapi memerlukan dukungan kebijakan yang terintegrasi, terutama di sektor pendidikan.

“Saya sudah melatih anak-anak sekolah dan pemuda kampung, tapi kegiatan itu belum berkelanjutan. Kami berharap pemerintah dapat merancang program pewarisan budaya yang masuk ke sekolah-sekolah agar didong tak berhenti di panggung nostalgia,” tambahnya.

Pihak Kementerian Kebudayaan menyambut baik gagasan tersebut dan membuka ruang kolaborasi untuk memperkuat peran maestro dalam ekosistem kebudayaan nasional, termasuk integrasi dalam program pendidikan berbasis budaya daerah.

Ceh M Din sendiri baru saja tampil dalam acara “Panggung Maestro” di Museum Nasional Jakarta, bersama sejumlah maestro seni dari Aceh, seperti Ceh Mahlil, Ceh Sukri Gobal, Mustafa Rasyid, Radensyah, dan penyair senior LK Ara.

Ceh M Din adalah maestro didong dari Tanah Gayo yang dikenal karena kepiawaiannya dalam menggabungkan puisi, musik, dan nilai-nilai moral dalam karya-karyanya. Sejak muda ia aktif menghidupkan panggung-panggung didong di Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Sebagai pelatih dan pengarang didong, ia memandang kesenian ini bukan sekadar hiburan, melainkan sarana pendidikan sosial dan spiritual. Melalui kiprahnya, ia berjuang menjaga agar bahasa Gayo tetap hidup di tengah derasnya modernisasi. (id87)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |