Ukuran Font
Kecil Besar
14px
Sekretaris Jenderal Lembaga Kajian Kebudayaan Indonesia (LKKI), Gunawan Tarigan. Waspada/Ist
JAKARTA (Waspada.id) : Sekretaris Jenderal Lembaga Kajian Kebudayaan Indonesia (LKKI), Gunawan Tarigan, mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret menyelamatkan kebudayaan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang terdampak bencana banjir longsor.
Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN
Gunawan menegaskan, rusaknya kebudayaan berarti hancurnya peradaban suatu daerah. Oleh karena itu, negara tidak boleh abai ketika situs budaya, karya seni, dan manuskrip literasi musnah akibat bencana.
“Hancurnya sebuah peradaban selalu diawali dengan hilangnya kebudayaan. Jika kebudayaan binasa, maka identitas dan sejarah suatu daerah ikut hilang,” ujar Gunawan dalam keterangannya, Minggu (21/12/2025).
Ia meminta pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk segera melakukan pendataan menyeluruh terhadap bangunan bersejarah, pusat kebudayaan, manuskrip kuno, serta buku-buku tua yang rusak atau hilang di tiga provinsi tersebut.
Menurutnya, selama ini perhatian negara masih terlalu banyak tersedot pada kegiatan seremonial semata. “Kementerian tidak boleh hanya berpangku tangan, menggelar lomba, kompetisi pers, atau sekadar memberi penghargaan kepada tokoh seniman. Yang dibutuhkan masyarakat di Aceh, Sumut, dan Sumbar adalah gerakan nyata di lapangan,” tegasnya.
Gunawan juga mengkritik kebiasaan menggelar seminar dan seremoni di hotel-hotel mewah, sementara di daerah terdampak, kebudayaan dan kehidupan masyarakat justru berada di ambang kehancuran.
“Jangan hanya duduk di ruangan ber-AC. Datanglah ke lapangan, temui para seniman, lihat langsung situs yang hancur, dan selamatkan naskah-naskah kuno yang tersisa,” katanya.
Selain pendataan situs budaya, LKKI juga meminta pemerintah mencatat jumlah budayawan dan pelaku seni yang hilang atau meninggal dunia akibat bencana. Pendataan ini dinilai penting untuk memastikan proses alih pengetahuan kepada generasi berikutnya tetap berlangsung.
“Jika sebuah seni atau kebudayaan hanya dikuasai oleh satu orang, itu sangat berbahaya. Ketika orang itu hilang, maka lenyap pula kesenian tersebut,” ujar Gunawan mengingatkan.
Ia menekankan, revitalisasi kebudayaan harus menjadi prioritas sebelum pemerintah mengalokasikan anggaran besar untuk kegiatan lain yang dinilai tidak mendesak. “Sebelum situs budaya, seni, dan peninggalan sejarah direvitalisasi, sebaiknya Kementerian Kebudayaan menahan diri dari kegiatan yang menghamburkan uang. Ini soal empati terhadap kebudayaan yang hampir musnah,” katanya.
43 Situs Budaya Terancam
Berdasarkan data yang dihimpun LKKI, bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah mengancam sedikitnya 43 situs budaya.
Rinciannya, di Aceh terdapat 34 situs budaya terdampak, di antaranya Makam Sultan Ma’ruf Syah, Masjid Poteumeureuhom, dan Rumah Adat Toweren. Di Sumatera Utara, tercatat tujuh situs budaya mengalami kerusakan, termasuk Masjid Al-Osmani dan Bagas Godang Sipirok. Sementara di Sumatera Barat, dua situs budaya terdampak, yakni Rumah Rasuna Said dan jalur kereta bersejarah Sawahlunto–Teluk Bayur.
Gunawan menegaskan, penyelamatan kebudayaan tidak bisa ditunda. “Ini bukan hanya soal bangunan, tetapi soal identitas bangsa dan warisan sejarah yang harus dijaga untuk generasi mendatang,” pungkasnya. (id87)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.






















































