Korupsi Di Riau Stadium 4, LAKR: Negara Jangan Lagi Tutup Mata

1 month ago 14
Nusantara

8 Agustus 20258 Agustus 2025

 Negara Jangan Lagi Tutup Mata Armilis Ramani.

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

PEKANBARU (Waspada.id): Korupsi di Riau kian menggila. Lembaga Anti Korupsi Riau (LAKR) menyebut praktik kejahatan anggaran di daerah ini sudah memasuki “stadium empat” – fase paling kronis dan membahayakan. Di berbagai lini, aroma busuk penyelewengan uang negara menyebar: dari ruang pengambilan kebijakan hingga institusi pengawasan.

“Ini bukan sekadar isu moral, tapi ancaman terhadap masa depan daerah. Peta penyakitnya sudah kami susun, dan hampir semua titik berwarna gelap,” kata Direktur LAKR, Armilis, dalam pertemuan dengan beberapa pimpinan redaksi media di Pekanbaru, baru-baru ini.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Ia menegaskan, LAKR tidak sedang membawa agenda pribadi apalagi proyek politik tersembunyi. “Kami bukan pemburu kepala. Kami tidak mengejar figur atau membidik nama,” ujarnya. “Yang kami soroti adalah sistem – jaringan korupsi yang bekerja kolektif, terstruktur, dan saling melindungi.”

Korupsi yang Sudah Menjadi Sistem

Menurut Armilis, praktik korupsi di Riau tidak lagi bisa dianggap sebagai penyimpangan oknum. Ia telah menjelma menjadi sistem yang mengakar: dari legislatif ke eksekutif, dari proyek pengadaan ke pengaturan anggaran, hingga menyusup ke jantung lembaga pengawasan.

“Ini bukan lagi peristiwa hukum, tapi arsitektur kejahatan,” kata dia.

Ia merujuk pada Teori Jaringan (Network Theory) untuk menjelaskan bagaimana korupsi bekerja secara sistemik dan saling menopang. Dalam jejaring ini, birokrat, pengusaha, hingga aparat penegak hukum saling terkait dan menjaga rahasia masing-masing. “Mereka sulit disentuh karena punya jaring. Dan jaring itu kuat.”

Solusinya, menurut Armilis, tidak cukup dengan seruan moral. Harus ada langkah konkret: memutus jaringan, melacak aset, dan membongkar sindikat secara menyeluruh.

Kritik Keras terhadap Penegak Hukum

Namun di sinilah masalah lain muncul: lemahnya keberanian penegak hukum. Banyak laporan masyarakat yang hanya berakhir di map plastik, mengendap dalam lemari tanpa kejelasan. “Padahal bukti sudah ada. Bahkan sebagian tersedia di ruang publik,” kata Armilis. “Hukum tanpa eksekusi adalah ilusi. Dan ilusi keadilan lebih menyakitkan daripada ketiadaan hukum itu sendiri.”

Dalam ruang hukum yang mandek itulah, lahir generasi baru politisi pencitraan. Mereka tampil seolah peduli, bicara moral di depan publik, tetapi di balik layar ikut menggerogoti uang rakyat. “Yang lebih berbahaya dari korupsi adalah kemunafikan yang dilembagakan,” tegasnya.

Ia mengingatkan, jika kebohongan terus dipelihara dan pemimpin palsu terus dibiarkan berkuasa, maka kerusakan akan diwariskan sebagai warisan peradaban.

Mengajak Bergerak

Meski begitu, LAKR menolak larut dalam pesimisme. Mereka tetap mendorong peran negara dalam aspek pencegahan dan pembinaan. Jika aparat penegak hukum merasa kekurangan sumber daya untuk edukasi dan penyadaran, LAKR siap membantu. “Kami tidak mencari panggung. Kami hanya ingin masa depan yang lebih baik,” ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Armilis mengajak masyarakat untuk tidak lagi diam. “Selama rakyat bungkam, koruptor akan terus berpesta. Dan jika aparat penegak hukum masih punya akal sehat dan nurani, maka sekaranglah saatnya untuk bertindak.”

LAKR, katanya, bukan sedang mengancam atau menciptakan kegaduhan. Mereka hanya ingin menyelamatkan bangsa dari kehancuran sistemik yang kini nyata di depan mata – dimulai dari Riau.

Pertanyaannya tinggal satu: “Apakah kita akan terus menonton dari kejauhan, atau ikut melangkah menyelamatkan negeri?” tutup Armilis.(id03)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |