Ketika Barracuda Melindas Tubuh Muda Affan

3 weeks ago 13
Editorial

29 Agustus 202529 Agustus 2025

Ketika Barracuda Melindas Tubuh Muda Affan

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

Kita menyaksikan bagaimana negara menukar martabat manusia dengan ban run flat kendaraan lapis baja itu.

Di republik ini, kendaraan lapis baja senilaj ±Rp 8–10 miliar per unit—yang konon dibeli demi keamanan rakyat—akhirnya bertransformasi menjadi alat penggilas rakyat itu sendiri. Ironi mahal, di mana pajak dari bensin ojol Affan ikut membiayai “roda baja” yang justru meremukkan tubuhnya.

Kamis sore, 28 Agustus 2025, di Senayan, Jakarta Pusat, sebuah rantis Brimob Barracuda “tak terkendali” melaju dan menabrak Affan Kurniawan, 20, pengemudi ojek online yang tengah mengantar pesanan. Dari gedung kekuasaan, aparat menebar gas air mata sampai ke perkampungan, dan di jalan raya, Affan tertindih ban run flat kendaraan taktis Brimob—meski sempat dibawa ke RSCM, nyawanya tak tertolong.

Kapolda menyampaikan belasungkawa, Kapolri meminta maaf, Propam menahan tujuh anggota Brimob. Lembar demi lembar protokol ditunjukkan, seakan prosedur birokrasi mampu menambal lubang luka ibu yang kehilangan anak.

Lucunya, argumen resmi selalu sama: tak terkendali. Sebuah frasa manis untuk menutupi fakta bahwa nyawa rakyat bisa dipanggang begitu saja oleh sopir berseragam. Kalau benar rem tak berfungsi, bagaimana bisa kendaraan—semahal satu kecamatan sekolah dasar—dibiarkan terjun bebas di jalan raya? Kalau yang dikorbankan bukan rakyat kecil, melainkan anak pejabat, apakah kata “tak terkendali” masih jadi alasan?

Sejatinya, Barracuda dirancang sebagai pengaman negara. Tapi di lapangan, ia lebih sering jadi mesin intimidasi. Di Amerika, kasus serupa menimbulkan gugatan hukum dan investigasi publik. Di sini, justru berakhir dengan headline heroik: “Polisi Bertindak Cepat”. Cepat minta maaf, cepat menutup kasus, cepat melupakan.

Kita menyaksikan bagaimana negara menukar martabat manusia dengan ban run flat kendaraan lapis baja itu. Mengubah jalan raya jadi arena gladiator, di mana rakyat melawan rantis tanpa pernah mendaftar.

Affan bukan yang pertama. Setahun sebelumnya, Raka, pengemudi ojol lain, dituduh mahasiswa dan dikeroyok Brimob hanya karena salah kostum di lokasi demo. Dari sekian profesi, mengapa ojol yang jadi bulan-bulanan? Mungkin karena mereka gampang: tak punya payung hukum, tak punya buzzer, hanya punya motor kredit yang belum lunas.

Tragedi ini bukan semata kecelakaan teknis. Ia menelanjangi kegagalan politik, moral, dan kemanusiaan. Negara harus berhenti memperlakukan warganya sebagai crash test dummy dari belanjaan alat taktis. Komisi independen harus dibentuk, SOP harus diganti, aparat yang bersalah harus dihukum.

Sebab tragedi Affan bukan sekadar deretan angka peristiwa. Ia adalah alarm bahwa kita semua bisa jadi korban berikutnya. Hari ini Affan, kemarin Raka, besok mungkin siapa saja, bahkan keluarga kita.

Dan ketika negara terus menyetir Barracuda dengan “ban baja” yang haus nyawa, rakyat hanya bisa bertanya—sambil menggigil di trotoar: Siapa sebenarnya yang harus kita takuti, para perusuh, atau negara itu sendiri?

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |