MEDAN (Waspada.id): Literasi bukan hanya soal membaca, tetapi juga membangun critical thinking dan kesadaran dalam diri seseorang. Literasi dapat mengubah hidup seseorang. Dengan literasi, manusia mampu hidup dalam kesadaran, menjadi manusia seutuhnya.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip (Kadis Pusip) Pematangsiantar, Hamzah Fanshuri Damanik saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) Peningkatan Literasi dan Numerasi Sumatera Utara, bersama Jurnalis Media Mitra Tanoto Foundation di Medan, Rabu (27/8/2025).
“Berbicara tentang literasi, itu sebenarnya berkaitan dengan pembangunan manusia dan itu yang menjadi fondasinya. Ketika kita mengisi pengetahuan, kemudian memahaminya, menggunakan critical thinking kita, kemudian kita olah menjadi sebuah informasi, pada akhirnya bisa kita gunakan dalam meningkatkan hidup kita,” ujar Hamzah Fanshuri Damanik.
Menurut Hamzah, peningkatan kualitas hidup itu bukan hanya dia harus bekerja apa? Bukan itu yang paling dasar, tapi bagaimana dia hidup dengan kesadaran. Hidup dengan kesadaran itu artinya dia hidup dengan pemikirannya sendiri.
“Karena kita hari ini kan ditanamkan dogma, bisa jadi nilai dari orang tua, nilai dari lingkungan, yang tanpa disadari masuk ke dalam alam bawah sadar, dan itu menjadi panduan hidup. Jadi ketika literasi masuk, itu menjadi critical thinking. Itu ketika kita mendapati ternyata dogma yang ditanamkan itu tidak relevan atau kurang baik, di situ dia dikikis oleh literasi itu,” jelasnya.
“Ketika dia dikikis, jadilah menjadi produk baru, kita sebagai manusia yang utuh. Kita menjalani hidup dengan kesadaran. Itulah fondasi awalnya berliterasi, menjadi diri sendiri dulu. Baru ke depannya ketika berkembang, bisa berkembang menjadi alat pemenuhan kebutuhan untuk hidup yang lebih baik,” sambungnya.
Untuk itu, sebagai Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip, dirinya memiliki tanggungjawab dalam meningkatkan dan mempertahankan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) di Kota Pematangsiantar. Apalagi pada tahun 2024, IPLM Kota Pematangsiantar mencapai 89,92 dan yang tertinggi di Provinsi Sumatera Utara.
“IPLM itu memang alat ukur atau indikator terhadap pembangunan literasi masyarakat. Kita Alhamdulillah tertinggi di Sumatera Utara tahun 2024. Tapi yang kami sadari, mempertahankan itu lebih sulit daripada mencapai. Jadi tahun ini kami memang berkomitmen untuk, paling tidak mempertahankan itu,” ujarnya.
Dengan capaian tersebut, lanjutnya, dirinya semakin termotivasi untuk terus melakukan pembenahan. “Bukan berarti hari ini IPLM tertinggi sudah berhenti di situ. Karena kita harus lihat lagi, introspeksi lagi, kira-kira dari tujuh indikator IPLM, mana sih yang sebenarnya belum maksimal dan harus kita maksimalkan lagi untuk tahun 2025,” ujarnya.
Hamzah mengaku, keberhasilan Kota Pematangsiantar dalam mencapai IPLM tertinggi di Sumatera Utara juga tidak terlepas dari peran Tanoto Foundation yang menginisiasi hadirnya Peraturan Walikota (Perwali) tentang Literasi di daerah itu.
“Ketika kami difasilitasi oleh Tanoto Foundation, kemudian mengumpulkan berbagai stakeholder untuk merumuskan itu, kemudian jadilah Perwali nya. Dengan jadinya Perwali ini, kami punya roadmap untuk meningkatkan literasi di Kota Pematangsiantar,” ujarnya.
Peraturan Walikota (Perwali) Kota Pematangsiantar yang mengatur tentang literasi adalah Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 30 Tahun 2024 tentang Gerakan Literasi. Perwali ini mengatur pelaksanaan, pengawasan, dan pembiayaan Gerakan Literasi di satuan pendidikan dan masyarakat Kota Pematangsiantar, serta mewajibkan adanya laporan berkala.
Selain itu, sambungnya, terkait dengan Perwali literasi ini karena dianggap menjadi yang terbaik, pada Februari lalu, Pemko Pematangsiantar diundang Menteri Pendidikan di Jakarta. Undangan tersebut dihadiri Sekretaris Daerah Kota Pematangsiantar yang menyampaikan presentasi di hadapan Menteri Pendidikan.
“Alhamdulillah sampai sekarang pun Tanoto Foundation masih berkomitmen untuk melakukan pendampingan. Meskipun demikian, kami tetap berharap lebih dari sekedar pendampingan untuk perbaikan ke depan,” ujarnya tersenyum.
Hamzah menyebutkan, Dinas Perpustakaan dan Arsip selaku pembina perpustakaan umum maupun sekolah di Kota Pembatang Siatar berperan serta untuk melakukan pembinaan terhadap tenaga perpustakaan, mulai dari perpustakaan SD, SMP, Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah, serta perpustakaan rumah ibadah.
Meskipun tantangan masih besar terutama keterbatasan sumber daya, pihaknya tetap membangun komitmen internal, terutama dalam peningkatan layanan, seperti menghadirkan buku-buku bacaan berkualitas.
Hamzah menambahkan, jumlah kunjungan ke perpustakaan di Pematangsiantar terus meningkat. Pada 2023 hingga 2024, angka kunjungan tercatat 60–70 ribu orang per tahun. Pihaknya juga menerapkan layanan dengan prinsip 5 S (salam, sapa, senyum, sopan, dan santun), serta menghadirkan perpustakaan keliling untuk menjangkau masyarakat lebih luas.
.
Menurutnya, literasi adalah bagian dari pembangunan manusia. Tantangan besar, tapi dengan komitmen dan pelayanan yang lebih baik, pihaknya yakin budaya literasi akan terus tumbuh di Sumatera Utara.
“Kami berharap, marilah kita lebih concern terhadap literasi. Karena keberlangsungan bangsa ini juga sebenarnya dimulai dari generasi-generasi yang literat. Jadi kalau kita abai dalam hal literasi, bisa dikatakan hanya tinggal tunggu kehancuran,” pungkasnya. (id09)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.