Ini Golongan Petani Paling Makmur di Era Prabowo

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia- Kesejahteraan petani Indonesia menunjukkan sinyal perbaikan yang kuat menjelang masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Melansir Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi September 2025, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional tercatat sebesar 124,36 atau naik 0,63% dibandingkan bulan sebelumnya.

Angka ini menjadi salah satu yang tertinggi dalam dua tahun terakhir, mencerminkan peningkatan kemampuan daya beli petani terhadap barang konsumsi maupun biaya produksi.

Kenaikan ini gambaran awal dari potensi "kemakmuran baru" di sektor pertanian yang menjadi prioritas utama dalam visi pemerintahan Prabowo.

Kenaikan NTP September 2025 didorong oleh meningkatnya indeks harga yang diterima petani (It) sebesar 0,71%, jauh lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang hanya 0,08%. Artinya, petani menerima pendapatan yang tumbuh lebih cepat daripada biaya hidup dan biaya produksi mereka.

Secara subsektor, tanaman perkebunan rakyat menjadi bintang utama dengan kenaikan NTP mencapai 1,57% dibanding Agustus 2025. Nilai NTP subsektor ini kini menyentuh 159,77, tertinggi di antara semua kelompok petani.

Peningkatan ini disumbang oleh komoditas unggulan seperti kelapa sawit, karet, dan kopi yang mengalami lonjakan harga ekspor dalam beberapa bulan terakhir. Sementara itu, subsektor peternakan mencatat kenaikan 1,51%, diikuti tanaman pangan 0,26%, dan perikanan 0,07%.

Menariknya, subsektor hortikultura justru mengalami penurunan 1,63% akibat anjloknya harga sayuran di tingkat petani. Menurut BPS, harga sayur-sayuran turun 1,79% pada periode yang sama, sementara buah-buahan hanya naik tipis 1,78%. Ini menunjukkan masih adanya disparitas kesejahteraan di kalangan petani hortikultura yang bergantung pada fluktuasi harga musiman dan distribusi pasar.

Dari sisi Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP), yang mencerminkan efisiensi dan pendapatan usaha tani, terjadi peningkatan serupa. NTUP nasional naik 0,56% menjadi 128,28 pada September 2025.

Kenaikan ini terutama dipicu oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat yang melesat 1,52%, diikuti peternakan 1,40%, dan tanaman pangan 0,15%. Sementara itu, subsektor hortikultura turun 1,53% dan perikanan nyaris stagnan di -0,02%.

Dalam tinjauan tahunan Januari-September 2025, petani perkebunan mencatat pertumbuhan kesejahteraan tertinggi secara nasional. Nilai NTUP subsektor ini meningkat 11,15% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya menjadi capaian paling impresif di antara seluruh subsektor.

Peningkatan ini menandakan bahwa petani sawit, karet, dan kakao menikmati surplus pendapatan lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya, seiring menguatnya harga komoditas ekspor dan peningkatan produktivitas di beberapa sentra utama.

Sebaliknya, petani peternakan masih menghadapi tekanan. Sepanjang Januari-September 2025, NTUP subsektor ini justru turun 0,60% dibanding tahun sebelumnya, meski membaik secara bulanan. Biaya pakan yang tinggi dan harga jual ternak yang belum pulih sepenuhnya menjadi faktor penghambat utama. Namun, subsektor ini tetap menunjukkan potensi rebound karena pemerintah berencana memperluas program kemandirian pakan dan menekan biaya logistik pangan di era pemerintahan baru.

Secara spasial, BPS mencatat Papua Barat Daya menjadi provinsi dengan kenaikan NTUP tertinggi, yakni 5,81%, sementara Papua Selatan mengalami penurunan terbesar sebesar 5,28%. Perbedaan ini menggambarkan ketimpangan struktur biaya produksi dan akses pasar antardaerah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah pusat.

Petani Indonesia perlahan mulai memasuki babak baru kesejahteraan. Kombinasi antara kenaikan harga komoditas unggulan, perbaikan daya tukar petani, dan efisiensi biaya usaha tani menjadi sinyal positif bagi arah kebijakan pertanian nasional.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |