Jakarta, CNBC Indonesia - Selama beberapa hari terakhir, hujan mengguyur sejumlah wilayah RI, termasuk di Jabodetabek. Ternyata terdapat fenomena kumpulan klaster awan cumulonimbus atau Mesoscale Convective Complex (MCC).
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menjelaskan fenomena itu tengah meluas. Akibatnya menimbulkan hujan deras angin kencang dan gelombang tinggi di laut.
Kepada CNBC Indonesia, Erma menjelaskan awan cumulonimbus tidak tunggal namun saling bergabung secara cepat. Salah satu pemicunya adalah di Samudera Hindia yang akan membentuk klaster awan cumulonimbus.
"Jadi kluster-kluster awan itu saling bergabung satu sama lain ya, cumulonibus, yang menimbulkan sekelompok awan yang jauh lebih besar gitu, dan itu ternyata sangat efektif, artinya dalam menimbulkan kondisi hujan yang ekstrem, terus persisten lebih dari 2 jam," dia menjelaskan, Selasa (8/7/2025).
Pola tersebut tengah terjadi selama beberapa hari ini dan akan berlangsung hingga 10 Juli 2025 mendatang. Kemudian intensitasnya akan mulai menurun.
"Karena memang yang kita deteksi dari tools yang dikembangkan oleh BRIN memang dari dasarian 1, kalau untuk bulan Juli, dari dasarian 1 ini memang tinggi gitu, polanya ditrigger atau dipicu oleh vortek," kata Erma.
Fenomena tersebut terjadi di tiga wilayah yakni Sumatera, Jawa dan juga Kalimantan.
Erma menjelaskan biasanya penguatan MCC di Sumatera terjadi dimulai jelang tengah malam. Setelah itu berbentuk akan menuju ke Kalimantan dan Jawa.
"Jadi polanya biasanya pertama itu di inisiasi ya, inisiasinya pertama dari Sumatera dulu yang akan mengalami atau membentuk MCC. Setelah itu MCC ini akan menjalar ke dua, opsinya kan ke dua lokasi, yaitu yang pertama ke Kalimantan itu bisa secara langsung menuju ke sana," jelasnya.
Sementara untuk Jawa akan mengalami penguatan. Berbeda dengan yang terjadi saat bulan Januari, kali ini akan menunggu interaksi dengan laut Jawa.
"Jadi meskipun dia enggak langsung ke Jawa. Karena kan monsoonnya sedang timuran, jadi nggak mungkin dia langsung dijalarkan. Biasanya fitur seperti itu ada di bulan Januari, sekarang bulan Juli, maka ada sedikit perbedaan dengan bulan Januari. Kalau bulan Januari langsung menjalar dari Lampung masuk ke Jabodetabek," ujarnya.
"Tapi kalau berarti sekarang bulan Juli, artinya ini agak lama. Dia menunggu interaksinya dulu dengan Laut Jawa," dia menambahkan.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cecak Jenis Baru Ditemukan di RI, Tak Diduga Diberi Nama Ini