Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas kembali mencatat rekor baru pekan ini, seiring meningkatnya minat investor terhadap logam mulia tersebut di tengah ketidakpastian ekonomi global dan ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Melansir CNBC Internasional, sejak awal tahun harga emas batangan sudah naik sekitar 35% hingga penutupan perdagangan Jumat lalu. Kini, harga emas spot mendekati US$3.600 atau setara Rp59 juta per ons (asumsi kurs Rp16.420/US$).
"Tanpa diragukan lagi, emas telah mengalami tren kenaikan, dan hal ini menarik banyak perhatian dari para investor," ujar Analis Keuangan sekaligus penasihat investasi di Ritholtz Wealth Management, Blair duQuesnay, dikutip dari CNBC Internasional, Minggu (7/9/2025).
Investor menilai emas sebagai aset lindung nilai pada masa sulit. Riset Federal Reserve Bank of Chicago mencatat, emas sering dipandang sebagai pelindung dalam situasi ekonomi yang tidak menentu. Sebagai safe haven, kinerja emas biasanya menguat di tengah suku bunga rendah serta ketidakpastian politik maupun finansial.
"Emas memenuhi semua kriteria tersebut," kata Kepala Ekuitas Global dan Aset Riil di Wells Fargo Investment Institute, Sameer Samana.
Dalam laporan strateginya, Wells Fargo Investment Institute memperkirakan pembelian emas oleh bank-bank sentral global serta meningkatnya ketegangan geopolitik akan terus mendorong permintaan logam mulia ini.
Cara Investasi Emas
Ada beragam cara untuk berinvestasi emas, mulai dari membeli emas fisik atau investasi keuangan terkait emas. Namun, para ahli lebih menyarankan investasi keuangan terkait emas lewat Exchange-Traded Fun (ETF) yang melacak harga emas fisik, sebagai bagian dari portofolio terdiversifikasi.
"Pada masa-masa tekanan akut, saham emas biasanya berkinerja buruk. Jadi, sejauh orang ingin memiliki eksposur, ETF yang didukung emas batangan lebih baik ketimbang saham perusahaan tambang emas," jelas Samana.
Dua ETF emas terbesar saat ini adalah SPDR Gold Shares (GLD) dan iShares Gold Trust (IAU). Menurut duQuesnay, "ETF emas akan menjadi cara yang paling likuid, efisien pajak, dan berbiaya rendah untuk berinvestasi emas."
Sebaliknya, kepemilikan emas fisik dinilai kurang efisien karena biaya transaksi dan penyimpanan yang tinggi. Sementara saham pertambangan emas tidak sepenuhnya bergerak sejalan dengan harga emas, melainkan lebih dipengaruhi fundamental bisnis masing-masing perusahaan.
Meski harga emas sedang menanjak, para penasihat keuangan menyarankan agar porsi emas tidak lebih dari 3% dari total portofolio. DuQuesnay bahkan mengaku tidak menempatkan emas dalam portofolio kliennya.
"Apakah kita berada di inning ketiga dari reli inning kesembilan ini? Emas dihargai sebagai komoditas, dan itu bisa menyulitkan untuk menentukan fundamentalnya," ujarnya
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Investasi Emas Jadi Solusi Cerdas Masa Depan Finansial