H Ilham Pangestu: Laju Kerusakan Hutan Aceh Cukup Parah Capai 120.000 Ha Per Tahun

4 weeks ago 11

LANGSA (Waspada.id): Anggota Komisi IV DPR RI, H Ilham Pangestu menegaskan, laju kerusakan hutan Aceh mengalami kerusakan yang cukup parah dan mengkhawatirkan setiap tahunnya yang mencapai lebih kurang 120.000 hektare per tahun.

Hal itu ditegaskan Ilham Pangestu saat Sosialiasi dan Bimtek Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dalam menjaga keutuhan lanskap kawasan hutan di Aula RTH Taman Hutan Kota Langsa, Rabu (20/8).

Menurut politisi Partai Golkar ini, Berdasarkan SK 580/MENLHK/Setjen/2018 dari luas hutan Aceh lebih kurang 3,5 juta hektare, laju kerusakan hutan Aceh lebih kurang 120.000 hektare per tahun.

Sedangkan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Aceh yang mengalami kerusakan parah yakni, DAS Alas – Singkil 1.241.775 hektare tersisa 421.531 ha, DAS Kr Tamiang dari 494.988.ha tersisa 314.566 ha, DAS Jambo Aye dari 479.451 ha tersisa 265.073 ha dan DAS Peusangan dari 245.323 tersisa 183.992 ha.

“Kerusakan-kerusakan dataran rendah itu disebabkan aktivitas illegal logging
dan pembukaan kebun masyarakat, terutama kebun sawit serta kebakaran hutan,” sebutnya.

Bahkan, kerusakan serupa juga terjadi di hutan mangrove yang disebabkan aktivitas pembukaan tambak, illegal logging dan pembangunan kawasan pesisir yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan.

Tentu, sambung Ilham Pangestu, kondisi ini menjadi kekhawatiran kita jika dampak kerusakan hutan semakin parah yang bisa berdampak bencana alam seperti, banjir, longsor, abrasi dan Intrusi berupa masuknya air laut pada sumber air masyarakat
serta hilang nya mata air serta mengeringnya sumber air permukaan (sungai mengering).

Kemudian, hilangnya habitat satwa yang mengakibatkan masuknya satwa masuk ke pemukiman dan meningkatnya konflik satwa dan manusia.

“Selain itu, menurunnya pendapatan masyarakat karena hasil pertanian menurun karena tanah yang rusak dan hasil perikanan menurun karena rusaknya habitat. Terakhir bertambahnya beban hidup masyarakat, terutama dalam pemenuhan air bersih,” sebutnya.

Menurutnya, hutan adalah wilayah daratan yang didominasi oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya, membentuk suatu ekosistem yang kompleks dengan berbagai komponen biotik (hidup) dan abiotik (tidak hidup) yang saling berinteraksi. 

“Secara sederhana, hutan adalah area luas yang ditumbuhi pohon-pohon dan menjadi tempat tinggal bagi berbagai jenis flora dan fauna,” ungkapnya.

Salah satu solusi dalam mengatasi kerusakan hutan itu adalah dengan melakukan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).

H. Ilham Pangestu kembali menjelaskan, menurut Peraturan Menteri LHK Nomor 23 Tahun 2021, RHL adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan.

Tujuannya, untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan, meningkatkan daya dukung, produktivitas, dan peran hutan dan lahan dalam menjaga sistem penyangga kehidupan serta menyelenggarakan penanaman secara terpadu, efektif, dan efisien. 

“RHL memiliki manfaat secara ekologis untuk mencegah terjadinya bencana alam (banjir, longsor, kekurangan air, dll). Secara ekonomi, membuka lapangan kerja baru, menyokong pengembangan ekowisata, madu hutan, jernang dan hasil hutan non kayu lainnya dan perdagangan karbon. Begitu juga secara sosial sebagai sarana edukasi bagi masyarakat, penelitian dan pemberdayaan,” jelasnya.

Lantas, yang bisa dilakukan RHL adalah dengan melakukan penanaman pohon, pembangunan bangunan konservasi tanah dan air serta penyediaan bibit tanaman berkualitas dengan melibatkan, masyarakat umum, NG0, institusi pendidikan, kelompok tani hutan dan lain-lain.

“Kunci keberhasilan RHL adalah kolaborasi antar pihak dengan sasaran Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis, hutan lindung yang gundul, sempadan sungai, kawasan sekitar waduk/danau, dan lahan kering terdegradasi,” tegasnya.

Sementara tanaman prioritas meliputi, pohon-pohon lokal endemik, pohon cepat tumbuh (misalnya sengon, gamal), pohon penghasil kayu bernilai ekonomi (jati, mahoni), serta tanaman multipurpose (buah, kopi, kakao, tanaman obat).

Untuk itu, tutur H . Ilham Pangestu lagi, mari kita bersama-sama melakukan langkah reboisasi dengan menanam kembali di kawasan hutan negara. Revegetasi, penanaman pada lahan kosong atau terbuka.

“Kemudian, Agroforestry dengan menggabungkan tanaman hutan dengan tanaman pertanian. Silvopastura, integrasi hutan dengan peternakan dan Silvofishery, menggambungkan sistem penanaman dengan kegiatan perikanan,” imbuh H. Ilham Pangestu.(Id74)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |