Di ruang siaran pers Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Pidie di Sigli, AKBP Fakrorrozi SH, tidak membuka paparan dengan jargon kemenangan. Ia justru memulai dari kegelisahan. Angka kasus narkotika di Pidie sepanjang 2025 kembali naik.
Data BNNK Pidie mencatat 62 kasus narkotika pada 2025, meningkat dari 51 kasus pada 2024. Kenaikan hampir 22 persen itu sering dibaca sebagai sinyal darurat. Namun Fakrorrozi membaca statistik itu dengan sudut pandang berbeda.
“Ini juga menunjukkan masyarakat mulai berani melapor. Tapi penanganannya tidak boleh satu resep,” ujar Ketua BNNK Pidie itu, Selasa (23/13/25).
Di titik inilah dilema penanganan narkoba muncul. Secara hukum, BNN tidak memiliki kewenangan menangkap pengguna. Penindakan berada di tangan kepolisian. Peran BNNK Pidie masuk setelahnya, melakukan asesmen untuk menentukan apakah seseorang adalah pengguna murni atau bagian dari jaringan peredaran.
Sepanjang 2025, melalui Tim Asesmen Terpadu (TAT), BNNK Pidie menangani tiga klien untuk penerapan restorative justice. Dua klien berasal dari Satresnarkoba Polres Pidie, satu klien dari Kejaksaan Negeri Pidie.
Seluruhnya dinyatakan positif methamphetamine, dengan barang bukti mulai dari bong, kaca pirex, hingga sabu seberat 0,11 gram bruto. Ketiganya direkomendasikan menjalani rehabilitasi rawat inap di lembaga pemerintah, bukan pidana penjara. “Kalau pemakai murni dimasukkan penjara, ketergantungannya belum tentu putus,” kata Fakrorrozi.
Namun rehabilitasi, bagi Fakrorrozi, hanya menjawab persoalan di hilir. Hulu narkoba justru tumbuh di lingkungan sosial. Karena itu, ia mendorong pencegahan berbasis komunitas secara agresif.
Pada 2025, BNNK Pidie membentuk 50 Relawan Anti Narkotika di Desa Masjid Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga. Mereka bukan aparat, melainkan warga desa yang dilatih menjadi penyampai pesan bahaya narkoba di lingkungannya sendiri.
Sepanjang tahun, kegiatan sosialisasi berbasis masyarakat menjangkau 35 desa, melibatkan sekitar 4.340 warga, mulai dari aparatur gampong, tokoh agama, pemuda, hingga ibu rumah tangga. Pesan disampaikan lewat pengajian, rapat desa, hingga forum informal.
Di sektor pendidikan, pendekatan dibuat berbeda. BNNK Pidie membentuk Generasi Anti Narkotika Pidie (GANPIE), menjadikan pelajar sebagai edukator sebaya. Sepanjang 2025, sosialisasi P4GN digelar di 20 sekolah dan dua perguruan tinggi, dengan total audiens sekitar 3.240 orang.
Pendekatan ini mulai menunjukkan hasil. Pengukuran Indeks Ketahanan Diri Remaja (DEKTARI) menempatkan Kabupaten Pidie pada skor 52,91, masuk kategori tinggi. Angka itu mencerminkan meningkatnya daya tangkal remaja terhadap pengaruh narkotika, meski belum sepenuhnya aman.
Ketua BNNK Pidie Fakrorrozi, SH, menyerahkan sertifikat penghargaan kepada PWI Pidie sebagai bentuk apresiasi atas dukungan publikasi P4GN, diterima Ketua PWI Pidie Firman, Selasa (23/12). Waspada.id/Muhammad RizaDi level institusi, BNNK Pidie membentuk 25 penggiat P4GN di lingkungan pemerintahan dan pendidikan. Penguatan deteksi dini dilakukan melalui lima kegiatan tes urine, melibatkan 146 orang, di antaranya:
Lapas Kelas IIB Kota Bakti, 29 orang
Dinas Perhubungan Pidie, 29 orang
Satpol PP & WH Pidie, 29 orang
Penggiat P4GN, 25 orang
Internal BNNK Pidie, 34 orang
Indeks Kemandirian Partisipasi (IKP) Pidie tercatat 3,89 (kategori sangat mandiri), sementara IKOTAN berada pada angka 3,13 (kategori tanggap).
Di bidang rehabilitasi, skala persoalan terlihat lebih besar. Sepanjang 2025, BNNK Pidie melayani 1.057 subjek hukum korban penyalahgunaan narkotika dari target 1.100 orang. Layanan meliputi:
Rehabilitasi rawat jalan, 7 klien
Pascarehabilitasi: 30 klien.
Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM), 5 klien unit IBM aktif, 1 unit di Desa Mamplam
Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) layanan rehabilitasi mencatat nilai 3,56 (kategori A/Sangat Baik).
Sementara Indeks Kapabilitas Klinik Pratama BNNK Pidie berada di angka 3,10 (kategori B/Terkelola). “Target kami bukan sekadar angka capaian,” kata Fakrorrozi. “Yang lebih penting mereka pulih dan kembali berfungsi di masyarakat,” terang Fakrorrozi.
Menjelang akhir tahun, Fakrorrozi tidak berbicara tentang kemenangan. Ia tahu narkoba tidak pernah benar-benar kalah. Namun ia juga yakin, pendekatan yang hanya mengandalkan penjara akan terus mengulang kegagalan yang sama.
“Perang ini panjang. Tanpa masyarakat, negara akan selalu tertinggal,” ujarnya.
Di Pidie, perang melawan narkoba dijalani Fakrorrozi lewat kerja sunyi menggabungkan data, komunitas, dan pendekatan manusiawi. Jalan panjang yang tudak selalu terlihat, tetapi perlahan membangun benteng bagi generasi yang paling rentan.
Muhammad Riza
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.




















































