Dilema BI Diputuskan Besok: Rupiah Butuh Dukungan, Ekonomi Butuh Napas

3 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada Selasa dan Rabu (21-22 Oktober 2025). Berdasarkan hasil polling yang dihimpun CNBC Indonesia, pandangan pasar terbelah terkait arah kebijakan suku bunga BI pada periode Oktober ini.

Dalam RDG BI terakhir yakni pada 16-17 September 2025, BI kembali memutuskan untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%. Suku bunga deposit facility bahkan dipangkas sebesar 50 bps menjadi 3,75%, dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps ke 5,50%.

Sepanjang 2025 ini, BI telah memangkas suku bunga acuannya sebanyak lima kali. Suku bunga dipangkas masing-masing 25 bps pada Januari, Mei, dan Juli, Agustus, dan September, dari level 6,00% di Desember 2024 menjadi 4,75% saat ini.

Berdasarkan hasil dari polling yang telah dihimpun CNBC Indonesia dari 9 lembaga/institusi pasar berekspektasi akan kembali menurunkan suku bunga ke level 4,50%.

Sebanyak 5 lembaga memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga sementara empat institusi lainnya memproyeksikan BI akan menahan suku bunga.

Pada keputusan pemangkasan di bulan lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini sejalan dengan upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menjaga tetap rendahnya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5 plus minus 1% dan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya.

Beberapa lembaga/institusi pun memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga ke level 4,50%. Salah satunya adalah KB Valbury Sekuritas yang memperkirakan BI akan kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 4,50%.

"Kami memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan 25 bps ke 4,50%," ujar Fikri C. Permana, Ekonom KB Valbury Sekuritas kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/10/2025).

Menurutnya, langkah tersebut sejalan dengan sikap pro-growth yang terus ditunjukkan BI dalam beberapa bulan terakhir untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.

"Koordinasi kebijakan antara fiskal, moneter, dan makroprudensial juga masih cukup kuat dalam mendorong pertumbuhan. Selain itu, inflasi domestik masih terkendali dan ekspektasi penurunan Fed Rate pada Oktober dan Desember turut memberikan ruang bagi BI untuk melonggarkan kebijakan," jelas Fikri.

Senada dengan Fikri, Hosianna Situmorang, Ekonom Bank Danamon, menilai peluang penurunan suku bunga masih terbuka lebar.

"Kami melihat masih ada ruang bagi BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuannya," ujarnya.

Menurut Hosianna, peluang tersebut muncul karena kemungkinan ini menjadi kesempatan terakhir bagi BI untuk memangkas suku bunga sebelum tekanan nilai tukar dan inflasi meningkat di akhir tahun.

"Dengan inflasi yang melandai jika harga emas dan perumahan dikecualikan, serta indikator konsumsi domestik yang mulai melemah, sementara likuiditas di sistem keuangan sudah ample, maka penurunan suku bunga lanjutan diperlukan," tambahnya.

Sementara itu, analis dari UOB Kay Hian, Surya Wijaksana, juga memproyeksikan pemangkasan suku bunga oleh BI seiring dengan The Federal Reserve (The Fed) yang sudah mulai memangkas suku bunga.

Surya menambahkan bahwa imbal hasil surat berharga rupiah (SRBI) kini sudah berada di bawah tingkat suku bunga acuan BI, yang memperkuat ekspektasi adanya penyesuaian kebijakan moneter lebih lanjut.

Namun tidak semua analis sepakat bahwa Bank Indonesia (BI) akan kembali menurunkan suku bunga acuannya pada RDG bulan ini.

Sejumlah pihak menilai tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang masih berlanjut membuat BI lebih berhati-hati dalam mengambil langkah pelonggaran lebih lanjut.

Kepala Ekonom Bank Maybank Indonesia, Juniman, memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan di level 4,75% pada Oktober 2025 setelah tiga kali pemangkasan berturut-turut sejak awal tahun

"Kami memperkirakan BI akan mempertahankan BI Rate di 4,75% pada bulan ini," ujar Juniman kepada CNBC Indonesia.

Ia menilai, tekanan terhadap rupiah yang masih berlanjut di tengah ketidakpastian pasar keuangan global serta dampak dari perang tarif Amerika Serikat menjadi alasan utama bagi BI untuk bersikap lebih berhati-hati dan menahan diri dari pelonggaran kebijakan lebih lanjut.

Meski demikian, ia masih melihat adanya peluang untuk BI memangkas suku bunga acuannya.

"Inflasi September 2025 tercatat sebesar 2,65% secara tahunan, naik dari 2,31% pada bulan sebelumnya, namun masih dalam kisaran target BI. Dengan inflasi yang terjaga, pelonggaran kebijakan ke depan masih dimungkinkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik," pungkasnya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |