Di Antara Kopi Dan Cahaya, Sabtu Pun Bernyawa Di Deha Cafe

3 hours ago 1

SIGLI (Waspada.id): Sabtu turun perlahan seperti kelopak bunga yang jatuh di halaman kota kecil. Udara membawa aroma mawar yang samar, bercampur dengan desir angin yang menyentuh pepohonan di sepanjang Jalan Lingkar Sigli.

Dan di antara kerlip lampu yang mulai hidup satu per satu, Deha Café & Resto berdiri seperti rumah hangat yang menyalakan lentera bagi siapa saja yang sedang mencari arah.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Di balik pintunya yang terbuka, dunia kecil itu berdenyut. Meja-meja tersusun rapi, cahaya lampu menggantung seperti bintang yang ditarik turun ke bumi, dan suara halus mesin kopi menyapa siapa pun yang masuk.

Namun Sabtu kali ini bukan sekadar temu, bukan sekadar seruput kopi dan cerita. Deha Café tengah berubah menjadi panggung besar yang menyatukan kebaikan, pengetahuan, dan keberanian.

Sore Yang Menjelma Menjadi Kelas Kehidupan

Pada sore yang masih menyimpan warna keemasan, seorang ustadz dan seorang pengusaha duduk berdampingan. Ustadz Dr. Amri Fatmi dengan ketenangan yang menetes halus dari suaranya, dan CEO PT Dehakridana Grup, M. Raja Melvin Kridana, dengan cahaya visi yang terlihat di sorot matanya.

Ustadz Dr Amri Fahmi menjadi yang menjadi narasumber menyampaikan materi dalam sesi talkshow di Deha Café, didampingi pembicara lainnya yang turut hadir pada kegiatan tersebut, Sabtu (15/11). Waspada.id/Muhammad Riza

Talkshow itu mengalir, bukan seperti kuliah, tapi seperti percakapan antara dua pejalan yang sudah lama melintasi badai dan teduh. Mereka berbicara tentang usaha yang bermula dari niat baik, tentang langkah-langkah kecil yang terkadang gemetar, dan tentang kekuatan kebaikan sebagai kompas yang tak pernah menipu.

Kata-kata itu jatuh pelan ke telinga peserta; mungkin seperti hujan kecil yang menyentuh tanah dan meresap perlahan. Tidak tampak deras, tapi terasa menyegarkan. Di Deha Café, pikiran orang-orang tumbuh seperti daun muda yang baru menemukan matahari.

Setetes Darah, Seberkas Kepedulian

Di salah satu sudut, sebuah meja donor darah berdiri dengan diam yang berwibawa. Di sana, kebaikan tidak diucapkan, ia diwujudkan. Orang-orang duduk, menggulung lengan, membuka sedikit ruang pada tubuh mereka untuk memberi kehidupan kepada tubuh lain yang tak pernah mereka temui.

Seorang peserta menjalani pemeriksaan tekanan darah sebelum mendonorkan darahnya pada kegiatan sosial di Deha Café, Sigli, Sabtu (15/11). Waspada.id/Muhammad Riza

Ada ketegangan kecil sebelum jarum menyentuh kulit, tetapi ia hilang secepat senyum yang muncul setelah kantong darah mulai terisi. Seolah setiap tetes yang mengalir adalah pesan lembut bahwa manusia masih bisa saling jaga, saling topang, bahkan tanpa harus saling kenal.

Hadiah kecil dari sponsor, sebungkus Almaz Fried Chicken dan sebotol Yakult—terlihat sederhana, tetapi di tangan para pendonor, hadiah itu tampak seperti tanda bahwa kebaikan selalu kembali kepada pelakunya, sekecil apa pun bentuknya.

Ketika Malam Membukakan Panggungnya

Dan ketika senja menutup pintu terakhirnya, malam datang membawa suasana baru. Lampu panggung menyala seperti bulan buatan, menyoroti wajah-wajah muda yang hendak menunjukkan keberanian mereka.

Audisi Delodi pun dimulai. Suara-suara naik ke udara—ada yang meluncur jernih, ada yang bergetar menahan gugup, ada yang menabrak nada namun tetap tumbuh menjadi keberanian. Di panggung kecil itu, para peserta menumpahkan isi dada mereka: lagu, puisi, gelak, bahkan harapan yang tak terucap.

Tepuk tangan merambat dari meja ke meja, seperti ombak kecil yang tiba di pantai. Setiap penampilan menjadi butiran cahaya yang mengisi ruangan, membuktikan bahwa kreativitas selalu menemukan jalan, bahkan di sudut kafe pada malam yang sederhana.

Rumah Yang Menjaga Banyak Cerita

Di tengah aliran kegiatan itu, CIO Deha Café, M. Raja Melvin Kridana, berbicara dengan nada yang menyerupai keyakinan.

“Kami ingin tempat ini menjadi ruang yang tumbuh bersama masyarakat tempat berbagi, belajar, dan mengekspresikan diri,” tuturnya, Sabtu (15/11/2025).

Deha Café hari itu benar-benar menjelma menjadi rumah kedua. Rumah yang tidak hanya menyediakan meja dan hidangan, tetapi juga menyediakan ruang bagi jiwa untuk bernafas lebih lapang. Ruang di mana pikiran disiram pengetahuan, hati dihangatkan kebaikan, dan suara diberi panggung.

Sabtu Yang Menanam Banyak Benih

Ketika malam merapat dan langkah-langkah mulai meninggalkan lantai kafe, ada rasa yang tertinggal, seperti aroma kopi yang masih mengendap lama setelah cangkirnya kosong.

Para pengunjung pulang membawa cerita: tentang ilmu yang membuka mata, tentang keberanian yang didapat dari panggung kecil, atau tentang setetes darah yang mungkin menyelamatkan sebuah nama yang belum pernah mereka dengar.

Sabtu itu, Deha Café tidak sekadar menjadi tempat singgah. Ia menjadi taman kehangatan, ladang inspirasi, dan ruang yang membiarkan manusia saling bertemu dengan versi terbaik dirinya.

Dan mungkin, di kota kecil bernama Sigli, Sabtu seperti ini akan terus menjadi nyala kecil yang membimbing banyak langkah pelan, sederhana, tetapi tidak pernah padam. (Id69)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |