Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani mengungkapkan, Bulog mulai meninggalkan sistem manual dan beralih ke pengelolaan berbasis digital untuk memastikan efisiensi dan akurasi dalam pengendalian stok pangan nasional. Kata dia, Bulog kini bertransformasi dalam cara mengelola stok beras di seluruh gudangnya.
"Dulu kita mengendalikan gudang ini masih manual. Nah sekarang kita sudah menggunakan digitalisasi, tidak menggunakan orang terus, tapi sudah menggunakan mekanik dan lain sebagainya," kata Rizal dalam wawancara eksklusif bersama CNBC Indonesia, dikutip Kamis (23/10/2025).
Rizal menjelaskan, sistem digitalisasi kini mencakup hampir seluruh kegiatan pergudangan Bulog, mulai dari penyusunan fisik beras hingga pemantauan keluar-masuk barang secara otomatis.
"Contoh menyusun ini juga tidak harus dengan orang semua, tapi kami menggunakan forklift dan lain sebagainya. Contohnya seperti itu," ujarnya.
Rizal menuturkan, sistem penghitung beras kini juga sudah berbasis sensor, menggantikan metode manual yang sebelumnya dilakukan dengan alat kayu.
"Kemudian digitalisasi beras ini adalah kami menggunakan penghitungannya sudah tidak manual seperti dulu menggunakan kayu, hitung satu, dua, tiga, tapi kita sudah menggunakan sensor yang ada di masing-masing pintu. Jadi setiap keluar barang itu sudah terlihat," jelasnya.
Tak hanya pada sisi fisik pergudangan, Rizal turut menyampaikan bahwa Bulog juga telah mengintegrasikan teknologi digital melalui berbagai aplikasi operasional.
"Kami menggunakan aplikasi-aplikasi, baik aplikasi SPHP sendiri ada, aplikasi bantuan pangan juga ada. Kemudian juga aplikasi ERP, itu juga ada ditambah lagi dengan aplikasi RPK (Rumah Pangan Kita), kami lakukan seperti itu," katanya.
Langkah digitalisasi ini, lanjut Rizal, menjadi bagian dari upaya besar Bulog memperkuat peran dalam menjaga ketahanan dan kemandirian pangan nasional. Ia menegaskan, digitalisasi bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga memastikan stok beras negara tetap terjaga dengan sistem yang transparan dan bisa dipantau secara real-time.
Sebagai BUMN pangan yang bertugas menyerap dan menyalurkan beras dari hasil produksi petani, Bulog tetap menjaga sinergi dengan Kementerian Pertanian.
"Untuk kegiatan kemandirian pangan ini kami kan selalu bersinergi dengan yang memproduksi dari hulu, yaitu Kementerian Pertanian dalam hal ini. Kalau tidak ada yang memproduksi, kita tidak bisa menyerap. Kami lakukan penguatan penyerapan," ujar Rizal.
Ia menjelaskan, hingga April 2025, total penyerapan beras Bulog mencapai 4,2 juta ton. Namun seiring adanya kegiatan bantuan pangan pada Juni-Juli dan penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang sudah lebih dari 517 ribu ton, stok di gudang Bulog kini berkurang menjadi sekitar 3,8 juta ton.
"3,8 juta ton ini kita rawat seperti ini. Bisa dibayangkan tumpukannya seperti ini, ini sudah agak membaik nih, tadinya hampir lebih tinggi lagi kemarin. Ini sudah turun Alhamdulillah, jadi tidak terlalu tinggi," ujarnya.
Dalam proses penyerapan dan penyaluran, Bulog menerapkan sistem first in first out (FIFO) agar sirkulasi beras terjaga dengan baik. Namun, proses tersebut tetap memperhatikan kualitas beras dari berbagai daerah.
"Karena kita ini dalam penyerapan juga memperhatikan juga faktor penyalurannya. Karena supaya beras ini ada yang beras masuk, ada yang beras keluar, ada first in first out. Namun first in first out ini juga prosesnya tidak sembarangan. Karena kita juga melihat kualitas dari masing-masing beras ini," katanya.
Rizal menambahkan, variasi kualitas beras sangat dipengaruhi oleh bibit dan kondisi wilayah produksi.
"Kadang-kadang ada juga yang mungkin memang bibit, bebet, bobotnya, gabah beras yang ada, ini tidak sama. Karena kan datangnya ada yang dari Jawa ada, ada yang dari Sumatra ada, seperti itu. Jadi bibit hasil tanamnya kan beda-beda," pungkasnya.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Pemerintah Mau Borong Jagung 1 Juta Ton dari Petani, Segini Harganya