Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan sejumlah negara berlangsung makin sengit. Presiden Donald Trump menaikkan tensi perang dagang global setelah menginstruksikan pengiriman "surat tarif" ke sekitar 12-18 negara.
Surat tarif ini diluncurkan Trump pada Senin (7/7/2025), sebagai penanda akan diberlakukannya tarif baru hingga 70% mulai 1 Agustus jika kesepakatan dagang tak tercapai.Berikut update lain terkait perang dagang Trump, seperti dikutip CNBC Indonesia.
1.Trump Beri Ultimatum, Pengumuman Tarif 1 Agustus
Trump mengingatkan negara-negara mitra dagang bahwa tarif tinggi akan kembali diberlakukan mulai 1 Agustus 2025. Ini jika mereka gagal mencapai kesepakatan dagang baru dengan AS.
"Presiden Trump akan mengirimkan surat kepada beberapa mitra dagang kami yang isinya menyatakan bahwa jika Anda tidak mempercepat proses negosiasi, maka pada 1 Agustus Anda akan kembali pada tarif seperti yang diumumkan pada 2 April," ujar Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam wawancara dengan CNN International, Minggu.
Menurutnya, surat-surat peringatan itu akan dikirimkan kepada negara-negara yang hingga kini belum menyelesaikan perundingan tarif. Pernyataan ini mempertegas bahwa batas waktu 1 Agustus bukan sekadar ancaman baru, melainkan keputusan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
"Kalau kita belum mencapai kesepakatan, maka mereka akan kembali ke level tarif 2 April," tambahnya.
"Kami menyatakan bahwa inilah saatnya diterapkan. Jika Anda ingin mempercepat (perundingan), silakan. Jika tidak, maka Anda akan kembali ke tarif lama. Itu pilihan Anda," kata Bessent.
Pada awal April lalu, Trump mengejutkan pasar dunia dengan pengumuman tarif timbal balik yang tajam terhadap sebagian besar mitra dagang utama AS, dengan rentang tarif antara 10% hingga 50%. Namun beberapa hari setelahnya, Trump memberi jeda selama 90 hari agar negara-negara dapat menegosiasikan ulang perjanjian dagang mereka dengan AS.
Masa tenggang tersebut akan berakhir pada Rabu, yang memicu kekhawatiran di kalangan investor dan pemerintah negara-negara mitra dagang AS, terutama jika tidak ada kesepakatan yang tercapai sebelum tanggal tersebut. Pemerintah AS menyebutkan bahwa sekitar selusin negara akan menerima surat resmi yang menginformasikan tarif final mereka yang berlaku per 1 Agustus.
"Mereka akan mulai membayar pada 1 Agustus. Uang akan mulai masuk ke Amerika Serikat mulai 1 Agustus, hampir di semua kasus," ujar Trump kepada wartawan pada Jumat pekan lalu.
2.Trump Sebut Tarif Baru hingga 70% Berlaku Agustus
Trump diperkirakan akan mulai meminta secara resmi kepada sejumlah mitra dagang utama AS untuk mematuhi rezim tarif baru yang dibuatnya. Bea masuk, yang akan mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus, dapat menyebabkan sejumlah negara menghadapi pungutan hingga 70% atas ekspor ke AS.
Ini ditegaskan Trump akhir pekan lalu ke wartawan menjelang hari libur Hari Kemerdekaan. Trump mengatakan sekitar 10 hingga 12 surat resmi akan segera dikirim dalam beberapa hari mendatang.
"Pada tanggal sembilan, semuanya sudah terkirim," katanya, dikutip dari Euro News, mengacu pada tenggat waktu 9 Juli yang sebelumnya ia tetapkan untuk negosiasi tarif.
"Nilai tarifnya berkisar 60% atau 70% hingga 10% dan 20%," imbuhnya, seraya menjelaskan bahwa skala tarif baru akan bervariasi menurut negara.
AS saat ini tengah melakukan pembicaraan sensitif terkait tarif bea masuk dengan sejumlah negara, termasuk Korea Selatan (Korsel), Indonesia, Swiss, dan Uni Eropa (UE). Gedung Putih pertama kali mengumumkan tarif "timbal balik" yang lebih tinggi pada 2 April, tetapi penerapannya ditunda selama 90 hari untuk memberi waktu bagi perundingan.
Selama masa jeda, tarif 10% diterapkan. Jika seluruh tarif diberlakukan minggu depan, bea masuk rata-rata atas impor AS diperkirakan dapat naik hingga sekitar 20%. Angka tersebut naik tajam dari rata-rata sebelum Trump sekitar 3%.
3.Trump Akan Naikkan Tarif 10% ke Negara BRICS
Trump mengumumkan bahwa tarif tambahan sebesar 10% akan dikenakan kepada negara-negara yang "berpihak pada kebijakan anti-Amerika BRICS". Ini terjadi di tengah pertemuan negara-negara BRICS di Brasil pekan ini.
"Setiap Negara yang berpihak pada kebijakan anti-Amerika BRICS, akan dikenakan Tarif TAMBAHAN sebesar 10%," katanya di laman media sosialnya, Truth Social, Senin.
"Tidak akan ada pengecualian terhadap kebijakan ini," tegasnya.
Secara terpisah, Trump mengonfirmasi bahwa AS akan mulai mengirimkan surat pada hari Senin. Ini akan merinci tarif khusus negara dan perjanjian apa pun yang dicapai dengan berbagai mitra dagang.
Setidaknya ada 11 negara BRICS. Selain Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan (Afsel), negara lain yang menjadi anggota adalah Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan Indonesia.
4.KTT BRICS Sempat Menyerang AS
Sebelum Trump mengumumkan tarif tambahan terhadap negara-negara anggota BRICS, kelompok ini sebelumnya menyinggung hal ini dalam KTT yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil, pada Minggu. Dalam isu perdagangan, BRICS menyoroti meningkatnya tarif impor sebagai ancaman serius terhadap sistem perdagangan global. Kritik ini secara implisit diarahkan pada kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump, yang sejak awal masa jabatannya mengusung pendekatan "America First".
5.China Respons Tarif Trump ke BRICS
China memberi respons atas unggahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, terkait tarif tambahan hingga 10% ke anggota BRICS. Negeri itu mengatakan tidak mencari "konfrontasi".
"Mengenai pengenaan tarif, China telah berulang kali menyatakan posisinya bahwa perang dagang dan tarif tidak memiliki pemenang dan proteksionisme tidak menawarkan jalan ke depan," kata juru bicara kementerian luar negeri Mao Ning, dikutip dari AFP.
BRICS sendiri merupakan singkatan dari Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan (South Africa). Saat ini negara itu memiliki 11 anggota, termasuk Indonesia.
Diciptakan dua dekade lalu sebagai forum bagi ekonomi yang tumbuh cepat, BRICS telah dilihat sebagai penyeimbang sejumlah negara terhadap kekuatan AS dan Eropa Barat. Namun, China membela pengelompokan tersebut dan menyebutnya sebagai "platform penting untuk kerja sama antara pasar berkembang dan negara-negara berkembang".
"Ini (BRICS) menganjurkan keterbukaan, inklusivitas, dan kerja sama yang saling menguntungkan," kata Mao. "Ia tidak terlibat dalam konfrontasi kubu dan tidak ditujukan pada negara mana pun."
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perang Dagang Trump Makin Gila! Resmi, 'Tarif Timbal Balik' AS Berlaku