Tragis Nasib Tekstil RI: Pelan-Pelan Bangkrut-Stok Nyangkut di Gudang

14 hours ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri semakin mengenaskan. Dalam beberapa tahun terakhir permintaan menurun akibat gempuran produk impor, jumlah pekerjanya turun akibat industri yang juga jeblok.

Bahkan pengusaha tekstil sendiri menyebut industri TPT kini di ambang kebangkrutan. Terancam senasib seperti Sritex dan anak usahanya, yang dulu berjaya dan sempat jadi raksasa tekstil di Indonesia.

"Sekarang tekstil itu pelan-pelan bangkrut. Karena mereka sudah tidak ada profit untuk capital expenditure, untuk cari investasi baru. Sekarang pekerja di TPT ada 3,9 juta orang, itu sudah turun dari 5,5 juta pekerja waktu sebelum pandemi," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ian Syarif kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (5/2/2025).

Selain itu ada puluhan pabrik lain yang tutup, kondisi permintaan juga pun dalam kondisi menyedihkan.

"Sudah pada mau bangkrut di kain karena Lebaran kali ini hanya terjual 30% barangnya. 30% yang terjual dari total produksi mereka, mereka udah stok buat Lebaran hanya terjual 30%," kata Ian.

Alhasil banyak stok barang yang masih nyangkut di gudang, dan lebih parahnya banyak toko yang tidak mendapatkan uang dari hasil penjualan. Hal itu juga berdampak pada pembayaran ke pabrik yang memproduksi produk TPT lokal.

"Saya juga nagih ke langganan saya, susah sekali. Mereka pun untuk ngebayarnya susah karena kan barangnya nggak jadi duit, ini bahaya," sebut Ian.

Sementara itu Pembina Pengurus Perkumpulan Pengusaha Pakaian dan Perlengkapan Bayi Indonesia (P4B) Roedy Irawan juga mengaku tidak bisa memproduksi banyak produk pakaian bayi saat ini.

"Iya, sekarang sih kita udah nggak berani nyetok, kita hanya menyesuaikan dengan perkiraan saja. Jadi kadang-kadang kita produksi, setop, kalau ada order baru produksi lagi gitu. Jadi on-off-on-off doang untuk produksinya," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/4/2025).

Pantauan CNBC Indonesia di WTC Mangga Dua, memang banyak produk impor yang bebas dijual, tanpa label berbahasa Indonesia, hanya bahasa Hanzi (China).

Pemerintah harus bertindak untuk menyelamatkan industri tekstil dalam negeri. Jika tidak maka kondisinya bisa semakin parah. Bahkan jika ada perubahan regulasi yang lebih baik saat ini, masih perlu ada waktu untuk membuat kondisi.

"Kalau itu terus-terusan kita nggak bisa ketangkep, belum tentu langsung bisa selesai. Minimal perlu 6 bulan kita baru recovery karena kan stok dari pasar masih banyak. Selama itu stok masih banyak kita nggak akan gerak. Minimal 6 bulan setop impor baru kita bergerak naik lagi," sebut Roedy.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Pengusaha Tekstil Khawatir RI Banjir Produk Dumping & Ilegal

Next Article 60 Pabrik Tekstil PHK Ribuan-Tutup di 2022-2024, Kini Tambah 2 Lagi

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |