Bandung, CNBC Indonesia - AirNav Indonesia mengajukan penyesuaian tarif Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP) untuk penerbangan internasional dan overflying, setelah evaluasi membandingkan tarif Indonesia dengan sejumlah negara, menunjukkan biaya navigasi di Tanah Air merupakan yang paling rendah di kawasan maupun global. Usulan penyesuaian tarif ini diajukan untuk menjamin keberlanjutan investasi navigasi dan menjaga kualitas layanan yang mengikuti standar internasional.
Direktur Operasional AirNav Indonesia Setio Anggoro menyebut tarif internasional AirNav tidak pernah berubah sejak perusahaan berdiri.
"Untuk yang di terminal navigation charge, dan yang enroute, penerbangan internasional, itu nggak pernah naik sejak AirNav berdiri. Jadi waktu itu, sejak 2013, itu per route unit tarif atau biayanya US$0,65 per route unit. Jadi sampai sekarang belum pernah penyesuaian," kata Setio dalam konferensi pers di Bandung, dikutip Jumat (14/11/2025).
Setio mengaku, pihaknya telah membahas usulan kenaikan tarif untuk penerbangan internasional dengan INACA, IATA, maskapai nasional, serta maskapai asing. Namun penetapannya tetap menunggu restu dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Kita tahun ini sebenarnya mempropose naik. Tapi karena rezim tarif itu ada di Kementerian Perhubungan, kita juga sedang menunggu release dari Kementerian Perhubungan, supaya penyesuaian tarif AirNav bisa disetujui," ujarnya.
Berdasarkan dokumen AirNav yang diterima CNBC Indonesia, biaya navigasi penerbangan Indonesia berada jauh di bawah negara-negara lainnya, seperti:
- Australia menerapkan biaya layanan enroute dan terminal charge hingga US$875 atau sekitar Rp14,63 juta (asumsi kurs Rp16.720/US$).
- Jerman menerapkan biaya layanan enroute dan terminal charge hingga US$340-US$390 atau sekitar Rp5,68 juta hingga Rp6,52 juta, tergantung fase
- Spanyol menerapkan biaya layanan enroute dan terminal charge hingga US$435 atau sekitar Rp7,27 juta
- Thailand menerapkan biaya layanan enroute dan terminal charge hingga US$392 atau sekitar Rp6,55 juta.
Dampak Tarif Navigasi Penerbangan
Sementara Indonesia, hanya berada di kisaran US$166-US$205, atau sekitar Rp2,77 juta hingga Rp3,42 juta saja, untuk seluruh komponen layanan. Perbandingan ini memperlihatkan, tarif Indonesia hanya seperempat hingga sepertiga dari tarif Eropa dan Australia.
Disebutkan, tarif PJNP bukan hanya sekadar angka nominal, tetapi mencerminkan berbagai aspek seperti kualitas infrastruktur, teknologi yang digunakan, keselamatan penerbangan, hingga efisiensi operasional. Dengan adanya penyesuaian level tarif, diharapkan dapat membuka ruang untuk investasi jangka panjang. Di mana sejalan dengan itu, standar navigasi global terus menunjukkan perkembangan
Bukan tidak mungkin, tarif yang terlalu rendah membuat ruang untuk investasi jangka panjang semakin terbatas, padahal standar navigasi global terus berkembang.
Adapun investasi jangka panjang yang dimaksud, mencakup pengembangan Digital Tower, Air Traffic Flow Management (ATFM), UAS Traffic Management (UTM), sistem prediktif berbasis TBO, hingga peningkatan peralatan komunikasi dan radar.
Investasi diperlukan agar pengelolaan ruang udara Indonesia tetap aman dan efisien di tengah pertumbuhan lalu lintas global.
Lebih jauh, Setio memastikan penyesuaian tarif hanya berlaku pada penerbangan internasional dan overflying, sedangkan untuk penerbangan domestik untuk saat ini belum akan diusulkan penyesuaian tarif.
"Untuk yang internasional dan overflying. Jadi untuk yang overflying, internasional itu kita propose naik. Domestik tidak, jadi hanya yang internasional dan overflying," pungkasnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penumpang Penerbangan Internasional Diramal Membeludak, Domestik Aman?

2 hours ago
1
















































