Menhan Bongkar Status Bandara IMIP Hingga Luhut Buka Suara

2 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang 2025, isu terkait kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah cukup menyita banyak perhatian publik dan masuk sebagai salah satu Big Stories 2025 CNBC Indonesia.

Sorotan publik mencuat setelah Sjafrie Sjamsoeddin, selaku Menteri Pertahanan (Menhan) RI, mengungkap status Bandara IMIP yang dinilainya sebagai sebuah anomali dan berpotensi merugikan kedaulatan ekonomi negara.

Menhan Tegaskan Jangan Ada Republik di Dalam Republik

Polemik Bandara IMIP bermula saat Sjafrie meninjau kawasan pertambangan Morowali. Ia menyoroti keberadaan fasilitas bandara di dalam kawasan industri yang disebut beroperasi tanpa pengawasan ketat.

Menurut dia, praktik semacam ini membuka celah bagi berbagai modus dan siasat kelompok berkepentingan yang berpotensi menggerus kekayaan negara. Sehingga diperlukan langkah penertiban yang konsisten dan terukur.

"Negara hadir untuk menegakkan hukum, menegakkan regulasi, dan kita perbaiki semua hal-hal yang sudah kita lihat selama ini terjadi. Tidak boleh ada republik di dalam republik," kata Sjafrie seperti dikutip dari Instagram Kemenhan RI, Rabu (31/12/2025).

Sorotan terhadap Bandara IMIP juga disampaikan oleh Satgas PKH. Melalui unggahan di akun Instagram resminya, Satgas PKH mengungkap bahwa bandara tersebut beroperasi tanpa kehadiran unsur keamanan, bea cukai, maupun imigrasi.

"Ternyata di Indonesia ada bandara yang tanpa ada otoritas negara. Bandara itu ada di kawasan industri Morowali atau PT IMIP. Tanpa adanya pihak keamanan, tanpa adanya pihak bea cukai, dan tanpa adanya pihak imigrasi," kata Satgas PKH dalam unggahan di akun Instagramnya @satgaspkhofficial beberapa waktu yang lalu.

Di berbagai kesempatan, Sjafrie mengungkapkan bahwa selama ini banyak orang yang bisa bebas keluar masuk bandara maupun pelabuhan daerah penghasil komoditas tambang tanpa melalui pemeriksaan yang memadai.

Hal itu lantaran lemahnya sistem pengawasan, khususnya di wilayah-wilayah penghasil sumber daya alam strategis seperti nikel dan bauksit.

Ia lantas mengungkapkan kekecewaannya terhadap longgarnya prosedur keamanan yang memicu maraknya praktik ilegal di sektor pertambangan. Sjafrie menceritakan bahwa banyak pihak yang selama ini merasa aman membawa barang ilegal karena terbiasa dengan ketiadaan pemeriksaan ketat dari aparat di lapangan.

"Kita memiliki nikel yang sangat besar. Kita memiliki bauksit yang sangat besar. Tapi yang terjadi adalah orang keluar pelabuhan tanpa pemeriksaan. Orang keluar bandara tanpa diperiksa," ungkap Sjafrie dalam kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar beberapa waktu lalu.

Sjafrie menjelaskan ketika pemerintah mulai melakukan penertiban dan pengetatan aturan, banyak oknum penyelundup yang akhirnya tertangkap basah. Menurutnya, mereka tertangkap karena masih menggunakan pola pikir lama dan tidak menyadari bahwa pemerintah kini tengah gencar menegakkan kedaulatan ekonomi melalui pengawasan ketat.

"Begitu kita melakukan tindakan-tindakan penertiban, kita lakukan pemeriksaan, orang-orang yang biasa lolos tanpa pemeriksaan masih merasa tidak ada pemeriksaan. Pada suatu hari dia lewat dengan membawa ilegalnya itu. Kepegang sama petugas, ternyata dia lupa bahwa hari ini sudah ada pemeriksaan," tambahnya.

Dampaknya, negara mengalami kerugian finansial yang sangat fantastis, mencapai ratusan miliar dolar AS, akibat ulah "musuh dalam selimut" yang tidak ingin ekonomi Indonesia bangkit. Hal itu tidak lain lantaran lemahnya pengawasan dan praktik manipulasi data perdagangan atau under invoicing yang telah berlangsung selama dua dekade terakhir.

"Jadi kita menghadapi musuh dalam selimut yang tidak menginginkan negara kita bangkit ekonominya. Itu under invoicing selama 20 tahun. Ini sebagai informasi bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Kurang lebih US$ 800 miliar kerugian negara," tandasnya.

Luhut Buka Suara

Di tengah kritik tajam yang bermunculan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya buka suara. Ia menegaskan pengembangan kawasan industri Morowali tidak bisa dilepaskan dari strategi hilirisasi nasional yang telah dirancang jauh sebelum isu bandara mencuat.

Menurut Luhut, kebijakan hilirisasi yang kini menjadi fondasi pengembangan kawasan industri, termasuk Morowali, telah melalui proses panjang. Ia pun menegaskan bahwa hilirisasi bukan keputusan instan, melainkan gagasan yang sudah digagas sejak dirinya menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada 2001.

"Sebagai mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, saya bertanggung jawab atas perencanaan dan pengembangan investasi nasional selama kurang lebih sebelas tahun. Sejak awal, kami melihat perlunya perubahan besar agar Indonesia mendapatkan nilai tambah yang lebih baik dari sumber daya yang kita miliki," ujar Luhut dikutip dari keterangan tertulis.

Luhut menjelaskan salah satu tonggak penting dari strategi hilirisasi adalah pembangunan kawasan industri Morowali yang dimulai pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan kemudian diresmikan pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pembangunan kawasan tersebut, menjadi titik balik yang menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh lagi bergantung pada ekspor bahan mentah.

Namun, di sisi lain mendatangkan investor asing bukanlah hal yang mudah. Setelah mempelajari kesiapan negara-negara dari segi investasi, pasar, dan teknologi, hanya Tiongkok yang saat itu siap dan mampu memenuhi kebutuhan kita.

"Atas izin Presiden Joko Widodo, saya bertemu Perdana Menteri Li Qiang untuk menyampaikan permintaan Indonesia agar Tiongkok dapat berinvestasi dalam pengembangan industri hilirisasi," katanya.

Ia pun mengatakan bahwa hilirisasi nikel dimulai dari penghentian ekspor bijih, yang sebelumnya hanya menghasilkan sekitar US$ 1,2 miliar per tahun, itu pun sebagian besar berupa tanah dan air, karena hanya sekitar 2 persen kandungannya yang dapat diambil.

Luhut membeberkan Presiden Joko Widodo awalnya khawatir karena Indonesia berpotensi kehilangan nilai ekspor tersebut. Banyak menteri juga tidak setuju karena takut kehilangan pemasukan jangka pendek.

Akan tetapi setelah melalui pembahasan mendalam, dirinya mengusulkan secara formal hilirisasi kepada Presiden. Ia sampaikan bahwa dua hingga tiga tahun pertama akan berat, tetapi setelah itu manfaatnya akan terlihat jelas.

"Dalam waktu satu bulan, Presiden menyetujui langkah tersebut, dan Tiongkok pun siap bekerja sama. Amerika Serikat tidak memiliki teknologi ini, dan hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Elon Musk ketika bertemu saya beberapa waktu lalu, bahwa AS tertinggal cukup signifikan dari Tiongkok," ujar Luhut.

Dari situ, hilirisasi di Morowali mulai berjalan, dari nickel ore menuju produk bernilai tambah seperti stainless steel, precursor, dan cathode yang hari ini digunakan di berbagai industri global. Tahun lalu ekspor sektor ini mencapai US$ 34 miliar dan akan meningkat menjadi US$ 36-38 miliar pada tahun ini, dan menjadi salah satu faktor stabilnya ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.

Ia mengakui dalam perjalanannya terdapat banyak tantangan. Namun setiap keputusan pihaknya buat melalui proses yang terpadu, transparan, dengan perhitungan untung rugi yang jelas, dan yang menjadi titik pijak utama adalah kepentingan nasional.

Luhut menilai dalam sebuah kerja sama, mustahil semua pihak menang selalu ada proses give and take. Nah, di dalam setiap kerja sama investasi strategis, terdapat sejumlah ketentuan yang pihaknya tetapkan dan sampaikan kepada Tiongkok untuk memastikan bahwa investasi tersebut membawa manfaat maksimal bagi Indonesia.

Status Bandara Internasional Dicabut

Kementerian Perhubungan resmi mencabut izin layanan penerbangan langsung internasional di Bandara Khusus Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah. Kebijakan tersebut ditetapkan lewat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2025 yang ditandatangani Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi pada 13 Oktober 2025.

Aturan baru itu sekaligus membatalkan ketentuan sebelumnya, yakni Kepmenhub Nomor KM 38 Tahun 2025. Pada beleid lama, terdapat tiga bandara khusus yang diberi kewenangan melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri dalam kondisi tertentu, yaitu Bandara Khusus Sultan Syarief Haroen Setia Negara (Riau), Bandara Khusus Weda Bay (Maluku Utara), dan Bandara Khusus IMIP (Sulawesi Tengah).

Namun melalui KM 55 Tahun 2025, Kemenhub hanya mempertahankan status tersebut untuk satu bandara saja, yakni Bandara Khusus Sultan Syarief Haroen Setia Negara di Pelalawan, Riau. Dua bandara lainnya yaitu IMIP dan Weda Bay tidak lagi mempunyai izin penerbangan internasional langsung.

"Menetapkan Bandar Udara Khusus Sultan Syarief Haroen Setia Negara, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau sebagai bandar udara yang dapat melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri dalam keadaan tertentu dan bersifat sementara," demikian bunyi Diktum Pertama dalam KM 55 2025.

Disclaimer: Big Stories merupakan kumpulan berita lama dari CNBC Indonesia yang telah dipublikasikan sebelumnya dan disajikan kembali karena menjadi berita terpopuler dan paling banyak diminati sepanjang tahun 2025. Informasi yang dimuat tidak selalu mencerminkan kondisi atau perkembangan terbaru. Pembaca disarankan untuk meninjau tanggal publikasi dan mencari referensi tambahan untuk mendapatkan informasi terkini

(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |