
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)
Imam Al Baidhawi salah seorang mufassir Al Qur’an yang masyhur di kalangan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, khususnya di dalam madzhab Syafi’i. Karya monumental Imam Al Baidhawi dalam bidang tafsir Al Qur’an adalah kitab tafsir Anwar Al Tanzil Wa Asrar Al Ta’wil. Scroll Untuk Lanjut Membaca IKLAN
Kitab tafsir ini lebih populer dengan nama kitab tafsir Imam Al Baidhawi, karena kitab tafsir Anwar Al Tanzil Wa Asrar Al Ta’wil sangat populer terutama pada zamannya, maka kitab tafsir ini mendapatkan banyak hasyiyah atau catatan tepi, yang khusus menjelaskan tentang penafsiran Imam Al Baidhawi yang ada di dalam kitab tafsir tersebut.
Imam Al Baidhawi memiliki nama lengkap Al Imam Al Qadhi Al Mufassir Nashiruddin Abu Sa’id Abu Al Khair Abdullah Bin Abi Al Qasim Umar Bin Muhammad Bin Abi Al Hasan Ali Al Baidhawi Al Syiradzi Al Syafi’i (الامام القاضي المفسر ناصر الدين ابو سعيد او ابو الخير عبد الله بن ابي القاسم عمر بن محمد ابن ابي الحسن علي البيضاوي الشرازي الشافعي). Beliau lahir di Baidha’ – Persia (sekarang menjadi bahagian dari wilayah Barat Daya Iran) pada tahun 613 Hijriah atau akhir abad ke-12 Miladiah dan wafat di kota Tabriz (sekarang willayah Iran Selatan) pada tahun 685 Hijriah atau tahun 1286 Miladiah dalam usia 72 tahun.
Kemudian, jenazah Imam Al Baidhawi dimakamkan di pemakaman Kharandab Tabriz di sebelah makam Syekh Quthbuddin Al Syirazi. Imam Al Baidhawi oleh para ulama pada zamanya diakui keilmuannya di dalam bidang tafsir, hadist, fikih, ushul fikih, ilmu kalam dan nahwu serta ilmu Mantiq atau ilmu logika. Imam Al Baidhawi menggali ilmu dari banyak guru di antara guru-guru beliau tersebut adalah ayahnya sendiri yaitu Al Imam Abu Al Qasim Umar Bin Muhammad Bin Ali Al Baidhawi ( W.672.H), dari ayahnya Imam Al Baidhawi mempelajari fikih madzhab Syafi’i.
Ayah Imam Al Baidhawi merupakan seorang Qadhi di kota Syiraz dan terkenal kedalaman ilmu serta ketakwaannya. Guru Imam Al Baidhawi yang lain adalah Syekh Muhammad Bin Muhammad Al Kahta’i Al Shufi, Syekh Syarafuddin Umar Al Busykani Al Zaki, dan lain-lainnya. Adapun di antara murid-muridnya adalah Imam Fakhruddin Abu Al Makarim Ahmad Bin Al Hasan Al Jarbardi (W.746.H), Syekh Jamaluddin Muhammad Bin Abi Bakar Bin Muhammad Al Muqri’, Syekh Ruhuddin Bin Jalaluddin Al Thayyar, Al Qadhi Zainuddin Ali Bin Ruzbiha Bin Muhammad Al Khanaji, Al Qadhi Ruhuddin Abu Al Ma’ali, Imam Tajuddin Al Hanaki, dan lain-lainnya.
Sebagai seorang ulama terkenal, tentunya Imam Al Baidhawi memiliki banyak karya akademik, di antaranya adalah kitab Minhaj Al Wushul Ila ‘Ilmi Al Ushul, kitab Al Mishbah (tentang ushuluddin), kitab Syarh Mukhtashar Ibnu Hajib (tentang Ushul Fiqh), kitab Syarh Muntakhab (tentang Ushul Fiqh), kitab Syarh Al Mathali’ (tentang ilmu Mantiq), kitab Syarh Al Kafiyah (tentang ilmu Nahwu), kitab Lubbab Al Lubbab Fi ‘Ilmi Al ‘Irab (tentang ilmu Nahwu), kitab Nidzam Al Tawarikh (tentang Sejarah), kitab Al Ghayah Al Qashwa Fi Dirayat Al Fatwa (tentang Fiqh), kitab Syarh Al Mashabih Al Sunnah (tentang Hadits), kitab Tahdzib Al Akhlaq (tentang Tashawuf), dan lain-lainnya.
Adapun tentang karya monumental Imam Al Baidhawi dalam bentuk kitab tafsir yang berjudul Anwar Al Tanzil Wa Asrar Al Ta’wil menurut beberapa ulama, seperti Imam Al Dzahabi dan Imam Tajuddin Al Subkhi, lebih cendrung sebagai sebuah mukhtashar atau ringkasan dari beberapa kitab tafsir sebelumnya, seperti kitab tafsir Al Kasyaf karya Imam Al Zamakhsyari dan kitab tafsir Mafatih Al Ghaib karya Imam Al Raghib Al Ashfahani. Kesemuanya di ringkas secara ketat oleh Imam Al Baidhawi, sehingga paham-paham dari penulis kedua kitab tafsir tersebut terseleksi dengan baik dan rapih.
Kitab tafsir Imam Al Baidhawi secara garis besar mengambil dua sumber, Pertama, penjelasan para sahabat Nabi Saw, para tabi’in, dan para ulama salaf yang termasuk periode formatif. Kedua, Penjelasan yang terdapat di dalam kitab-kitab tafsir sebelum periode Imam Al Baidhawi (Lihat kitab tafsir Anwar Al Tanzil Wa Asrar Al Ta’wil, Beirut, Dar Al Ihya’ Li Al Turats, 1418 H, halaman, 4-6). Imam Al Baidhawi menjadi Qadhi di Syiraz dalam kurun beberapa tahun dengan suasana politik pemerintahan yang tidak menentu, karena sultan Abu Bakar yang mengendalikan kekuasaan di Syiraz pada masa tersebut sangat lemah dan tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk membangun tatanan masyarakat yang baik.
Hal itu menyebabkan supremasi hukum di Syiraz menjadi lemah dan ditambah dengan budaya boros dan kehidupan hedonis para pembesar di Syiraz pada saat itu. Kondisi yang berat tersebut, membuat Imam Al Baidhawi mengundurkan diri sebagai Qadhi atau hakim agung kota Syiraz atas saran dari guru dan sekaligus sahabatnya yang bernama Syekh Muhammad Bin Muhammad Al Kahta’i Al Shufi.
Selanjutnya Imam Al Baidhawi memilih jalan hidup untuk sepenuhnya mengabdikan diri di dalam dunia ilmu. Setelah itu Imam Al Baidhawi meninggalkan kota Syiraz untuk menuju ke kota Tabriz, sampai akhirnya beliau wafat di Tabriz. Sebelum Imam Al Baidhawi wafat ia telah mewariskan banyak ilmu kepada murid-muridnya.
Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah Syekh Fakhruddin Abdul Makarim Ahmad Bin Hasan Al Jarbadi (W.746.H) yang menulis kitab Al Minhaj Fi Ushul Al Fiqh, kitab Tashrif Ibnu Hajib dan kitab Syarh Al Kasyaf Li Imam Al Zamakhsyari. Syekh Kamaluddin Abu Qasim Umar Bin Ilyas Bin Yunus Al Maraghi Abu Qasim Al Shufi (W.732.H). Syekh Kamaluddin belajar kitab Al Minhaj Ghayah Al Qushwa dan kitab Al Thawali di hadapan Imam Al Baidhawi secara sorogan (membaca kitab langsung dihadapan guru). Syekh Jamaluddin Muhammad Bin Abi Bakar Bin Muhammad Al Muqri’. Dan Qadhi Razinuddin Ali Bin Rauzubha Bin Muhanmad Al Khanzi ( W. 707.H) serta Qadhi Rahuddin Abu Ma’ali ( W. 753.H ) dan Tajuddin Al Hindi. Wallahua’lam. WASPADA.id
Penulis adalah Dosen Hadist Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.