Soal Kuota Impor SPBU Swasta, Pakar Ingatkan Konsistensi Kebijakan

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah mengungkapkan pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai penghapusan mekanisme kuota impor pada komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak, merupakan arah kebijakan yang jelas. Menurutnya pesan Prabowo jelas yakni menghapus distorsi dan memastikan kelancaran perdagangan.

"Pesan ini penting untuk memastikan rakyat mendapatkan akses terhadap kebutuhan pokok tanpa hambatan administratif yang tidak perlu. Namun, arahan Presiden ini tidak bisa dibaca secara parsial atau dipakai sebagai dalih untuk memberi keleluasaan tak terbatas kepada segelintir pemain pasar yang justru dapat mengancam ketahanan energi nasional," kata Trubus, dikutip Rabu (17/8/2025).

Dia mengatakan kondisi yang terjadi belakangan ini, yakni desakan beberapa badan usaha swasta (BU swasta) pemilik SPBU agar pemerintah kembali membuka kuota impor tambahan. Desakan ini berdasarkan stok BBM yang telah habis, meski kuota impor tahun ini sudah dinaikkan 10% dan realisasi impor sudah mencapai 110%.

"Artinya, mereka telah diberikan ruang ekstra dari pagu awal. Fakta bahwa stok bisa habis sebelum akhir tahun seharusnya menjadi pelajaran penting bagi industri untuk melakukan perencanaan logistik yang lebih baik, bukan sekadar mendesak pemerintah membuka keran impor lebih lebar," ujarnya.

Keseimbangan Kepentingan

Trubus menegaskan dari sudut pandang kebijakan publik, pemerintah wajib menyeimbangkan tiga kepentingan utama. Pertama, kepentingan konsumen untuk mendapatkan pasokan BBM yang cukup dan harga yang stabil. Kedua, kepentingan pelaku usaha agar terdapat level playing field antara Pertamina sebagai BUMN dan BU swasta yang memang sedang mengalami pertumbuhan pangsa pasar.

"Ketiga, kepentingan nasional yang lebih besar: memastikan pengelolaan energi tidak lepas kendali dan tidak terlalu bergantung pada impor," kata dia.

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan arahan agar BU swasta membeli BBM dari Pertamina. Bila perlu, mereka bisa melakukan impor melalui Pertamina, sejalan dengan kerangka kebijakan tersebut.

"Kebijakan ini bukan bentuk diskriminasi atau bahkan upaya monopoli, melainkan upaya konsolidasi pasokan agar volume, kualitas, dan pembiayaan tetap berada dalam kendali nasional. Pendekatan ini juga menghindari fragmentasi impor yang bisa menimbulkan inefisiensi dan potensi disparitas harga di lapangan," jelas Trubus.

Dia mengatakan market share BU swasta saat ini sudah mencapai sekitar 11% dan terus tumbuh karena sebagian konsumen Pertamina beralih ke jaringan mereka. Dengan porsi pasar ini saja, BU Swasta mampu membangun narasi dan memengaruhi percakapan publik di media sosial.

"Bila diberikan tambahan kuota impor tanpa mekanisme kontrol, porsi pasar ini bisa meluas lebih cepat dan justru mengurangi kemampuan negara untuk menjaga cadangan strategis nasional," kata dia.

Trubus mengatakan hal ini menjadi kekhawatiran sebagian pengambil kebijakan, karena sektor energi yang merupakan urat nadi perekonomian jangan sampai dikendalikan oleh kekuatan pasar tanpa arah yang jelas. Menurutnya kebijakan energi harus berorientasi jangka panjang, bukan reaktif terhadap desakan pasar atau opini sesaat.

"Sebaliknya, pemerintah tetap konsisten terhadap arahan Presiden: menghapus kuota yang diskriminatif, tetapi memastikan kebijakan impor tetap terkoordinasi dalam satu kerangka tata kelola energi nasional," kata dia.

Sebagai pengamat kebijakan publik, Trubus menerangkan ada beberapa langkah yang patut dipertimbangkan pemerintah untuk memperkuat kebijakan ini. Pertama, meningkatkan transparansi data pasokan, impor, dan kebutuhan BBM nasional.

Menurutnya masyarakat perlu mengetahui stok nasional aman dan tidak terjadi kelangkaan buatan. Kedua, mengembangkan mekanisme joint procurement yang memungkinkan BU swasta ikut melakukan impor, tetapi dengan koordinasi bersama Pertamina untuk efisiensi logistik dan pengendalian harga.

"Ketiga, memperkuat komunikasi publik agar kebijakan ini tidak dipersepsikan sebagai proteksi terhadap BUMN semata, melainkan sebagai langkah menjaga ketahanan energi dan menghindari risiko pasokan di masa depan," ujarnya .

Keempat, pemerintah harus terus memantau pangsa pasar dan perilaku BU swasta agar pertumbuhan mereka tetap berada dalam koridor persaingan yang sehat, tanpa mengorbankan peran strategis negara.

"Pemerintah tidak sedang memusuhi sektor swasta. Justru, kebijakan ini adalah upaya menata pasar agar lebih sehat, transparan, dan efisien. Dalam jangka panjang, keterlibatan swasta penting untuk meningkatkan layanan dan mendorong inovasi," pungkas Trubus.

Meski demikian, dia menekankan, untuk sektor strategis seperti energi, keterlibatan swasta harus tetap dalam kerangka tata kelola nasional yang ketat. Dengan demikian, kebijakan mendorong BU swasta membeli dari Pertamina bukan bertentangan dengan arahan Presiden untuk menghapus kuota impor. Menurutnya, justru ini adalah implementasi nyata dari prinsip free flow of goods yang terkendali, demi menjamin kepastian pasokan, stabilitas harga, dan kedaulatan energi Indonesia.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Kuota Impor Akan Dihapus, Ini Kata Anak Buah Zulhas

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |