Saking Berkualitas, Guru RI Diminta ke Malaysia Ajar Warga Biar Pintar

13 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari Pendidikan Nasional tiap tanggal 2 Mei menjadi momentum refleksi perbaikan sektor pendidikan Tanah Air. Sejarah mencatat Indonesia tak pernah kehabisan kisah hebat di sektor pendidikan, salah satunya, saat guru-guru Indonesia diminta ke Malaysia mengajari warganya agar pintar. 

Ini terjadi 58 tahun lalu saat sektor pendidikan Indonesia sangat berjaya di Asia Tenggara. Pada akhir dekade 1960-an, pendidikan Indonesia sudah jauh lebih maju dan berkualitas. Di Tanah Air sudah berdiri banyak kampus yang menghasilkan lulusan terbaik di bidangnya masing-masing. Mulai dari jenjang sarjana hingga doktoral. Bahkan, kampus-kampus pencetak guru pun sudah hadir sejak lama. 

Semua keunggulan itu kemudian menjadi daya tarik bagi Malaysia. Malaysia yang baru saja berdiri pada 1957 membutuhkan contoh untuk membentuk sistem pendidikan. Lalu mereka juga butuh tenaga pengajar demi mencapai tujuan itu. 

Kala itu, Malaysia sedang merombak sistem pendidikan dengan mendirikan sekolah pro-penduduk etnis Melayu. Sebelumnya, etnis Melayu jadi korban segregasi pendidikan masa kolonial Inggris. Mereka tak bisa menempuh pendidikan sebab sekolah hanya untuk orang Eropa. 

Pemerintah ingin membuka pintu bagi etnis Melayu agar bisa bersekolah. Namun, akibat keterbatasan sumber daya, Negeri Jiran pun meminta guru-guru Indonesia datang mengajar. 

Harian Kompas (31 Mei 1967) mewartakan, permintaan tersebut diutarakan langsung Menteri Pendidikan Malaysia, Mohamed Khir Johari di Jakarta. Hal tersebut langsung disambut baik pemerintah Indonesia. Selain bentuk pengakuan mutu pendidikan, permintaan ini juga dianggap sebagai bentuk normalisasi diplomasi antara kedua negara yang sempat memburuk di era Presiden Soekarno.

Lewat mekanisme yang diatur kedua negara, Indonesia akhirnya memberangkatkan guru ke Negeri Jiran mulai tahun 1969. Jumlahnya bervariasi setiap tahun dan berkisar antara 40-100 guru per tahun.

Harian Angkatan Bersenjata (8 Agustus 1974) melaporkan, para guru Indonesia kebanyakan mengajar mata pelajaran ilmu pasti, seperti matematika, fisika, biologi dan kimia. Mereka mengajar di sekolah menengah dan perguruan tinggi.

Selama mengajar, mereka juga diminta melatih kemampuan berbahasa Melayu penduduk Malaysia. Sebab kedua negara memiliki bahasa serumpun, sehingga diharapkan membuat anak-anak Malaysia bisa berbahasa Melayu selain bahasa Inggris.

Bahkan, ada pula guru atau dosen yang turut membantu merumuskan kurikulum pendidikan. Hal ini bisa terjadi, sebab mengutip autobiografi tokoh pendidikan Indonesia Imaduddin Abdulrahim (2002), "Malaysia hanya punya tiga orang lulusan S2."

Praktis, tak mungkin kurikulum bisa terwujud dari pemikiran tiga orang saja. Selain mengimpor guru Indonesia, Malaysia di periode yang sama juga mengirimkan pemuda terbaik belajar di kampus negeri Indonesia.

Mereka diberi kesempatan mencicip kurikulum Indonesia untuk pulang kembali dengan harapan bisa meningkatkan kualitas pendidikan Malaysia. Proses pemberangkatan guru Indonesia ke Malaysia mulai berhenti saat memasuki dekade 1980-an, saat Malaysia sudah siap melaksanakan sistem pendidikan secara mandiri.


(mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |