
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
RUSAK parah jalan lintas nasional pada sejumlah titik wilayah Sumut tembus Aceh masih mewarnai Kabupaten Karo, Dairi dan Pakpak Bharat, sesuai pantauan Waspada.id saat perjalanan Subulussalam – Medan, PP (10 – 12/10).
Meskipun diindikasi penilaian pro dan kontra terkait praktik pengutipan, dilakukan ‘mereka’ yang memanfaatkan kondisi jalan rusak demi dapat rupiah ‘sukarela’ dari pengendara lintas, agaknya tidak terlalu keliru jika penilaian dari sejumlah pihak diindikasi pembiaran jalan rusak, paling tidak unsur ‘penundaan’ pekerjaan atau perbaikan jalan itu patut menjadi perhatian dan evaluasi pemerintah atau pihak kompeten.
Fakta jalan rusak itu, jika dirunut perjalanan dari Kota Medan, SU hingga Kota Subulussalam, Aceh melalui Kabupaten Deli Serdang, Karo, Dairi dan Pakpak Bharat, tidak kurang dari enam titik itu idealnya menjadi proritas utama perbaikan.
Daerah yang dikenal dengan Pintu Angin di Kabupaten Karo berbatas Kabupaten Dairi, dari sejumlah titik rusak selama ini, setidaknya masih ada satu titik rusak parah.
Lalu memasuki wilayah Dairi dan Pakpak Bharat, rusak lebih parah tampak hanya sekira 5 hingga 8 kilometer dari titik rusak di Pintu Angin. Parahnya, dua titik rusak di kabupaten induk pemekaran Pakpak Bharat itu hanya berjarak sekira 100 meter.

Sementara di Pakpak Bharat, khusus di Kecamatan Sitellu Tari Urang Jehe (STTUJ), setidaknya ada dua titik, yang sisi kiri jalan menuju Kota Subulussalam itu terdapat jurang berkedalaman puluhan meter dan alur sungai (Lae) Kombih yang dalam serta deras.
Fenomena jalan lintas Pakpak Bharat – Kota Subulussalam ini bahkan nyaris tidak terhitung berapa banyak korban telah ditelan sungai itu. Jika tercebur ke sungai itu, jangankan bangkai kendaraan, korban jiwa pun tak terselamatkan. Kalaupun ditemukan, telah menjadi mayat bahkan acap kali ada korban gagal ditemukan.
Kecelakaan tunggal terakhir, 23 April 2025, mobil avanza terjun bebas ke jurang Lae Kombih dan hanyut menelan korban tiga jiwa, menyisakan catatan duka. Satu korban tidak ditemukan hingga berakhir batas waktu pencarian, akhir April.
Avanza tercebur ke sungai itu datang dari Seumeule, Aceh itu mengiring mobil ambulance bawa jenazah ke Provinsi Jambi.
Ironis, rangkaian peristiwa tragis yang menjadi isu nasional itu, menyisakan persoalan. Padahal kesan angker nyaris menjadi momok bagi sebagian sopir atau pengendara terlebih saat musim hujan lintas di sana akibat rawan longsor.
Aneh, meski dikritik berbagai pihak dan meminta pemerintah memperbaiki infrastruktur jalan, pelebaran atau membuat batas pengaman mengurangi risiko laka lantas, terkesan diabaikan.
Catatan Waspada, Bupati dan Wakil Bupati Pakpak Bharat, Wakil Wali Kota Subulussalam dan kepolisian dua daerah itu saat turun ke lokasi kejadian, April itu tercetus komitmen akan memperbaiki jalan yang rawan laka di sana.
Janji Bupati, Franc Bernhard Tumanggor akan mendorong dilakukan penataan jalan, paling tidak untuk langkah sementara dibuat rambu-rambu jalan guna meminimalisir laka yang sudah terjadi berulang.
Kembali ke soal fenomena jalan nasional rusak di sejumlah titik lintas Sumut – Aceh itu, agaknya pemerintah melalui dinas terkait memprioritaskan perbaikan jalan karena kendaraan dari berbagai jenis setiap saat lintas di titik jalan itu.
Terkait praktik jalan buka tutup barangkali sudah bertahun dan diindikasi sebagai lahan mencari ‘rupiah’ di setiap titik jalan rusak oleh oknum tertentu, seharusnya diakhiri dengan alternatif jalan diperbaiki, bagus dan mulus.
Pasalnya, pemerintah dipastikan punya perangkat dan kapasitas mendeteksi perbaikan jalan agar kerusakan tidak abadi, larut atau bahkan pasca perbaikan rusak lagi dan rusak lagi di titik yang sama hanya dalam jangka dua atau tiga tahun saja tidak terjadi di sana. (id90/WASPADA.id)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.