Sekretaris Daerah (Sekda) Pidie Samsul Azhar mengenakan pakaian dinas meninjau langsung proses pembersihan material banjir bandang menggunakan alat berat di salah satu wilayah terdampak di Kabupaten Pidie, Senin (29/12). Waspada.id/Muhammad Riza
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
SIGLI (Waspada.id): Pemerintah Kabupaten Pidie masih menetapkan status tanggap darurat tahap ketiga pascabanjir bandang yang melanda sejumlah wilayah.
Pada fase ini, pemerintah daerah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebutuhan penanganan darurat lanjutan sekaligus menyiapkan masa transisi menuju rehabilitasi dan rekonstruksi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Pidie, drs Samsul Azhar, Senin (29/12), mengatakan, pada masa tanggap darurat tahap ketiga pemerintah tidak hanya fokus pada respons darurat, tetapi juga menilai urgensi keberlanjutan penanganan di lapangan.
“Darurat ketiga ini kita evaluasi untuk penyelesaian penanganan darurat dan pemulihan. Setidaknya penanganan darurat lanjutan akan kita kaji. Kalau memang tidak diperlukan lagi, masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Karena itu, kita siapkan masa transisi dari tanggap darurat,” ujarnya.
Menurut Samsul, masa transisi menjadi jembatan penting sebelum memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, terutama untuk memastikan keselamatan warga yang masih bermukim di kawasan rawan bencana.
Dalam penanganan pascabanjir bandang, Pemkab Pidie memutuskan melakukan relokasi terhadap warga yang kehilangan tempat tinggal dan berada di lokasi rawan bencana, khususnya di Gampong Blang Pandak, Kecamatan Tangse. Keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan tingkat kerawanan wilayah terhadap potensi bencana berulang.
“Selain Blang Pandak, belum ada rencana relokasi. Di area tersebut sudah tidak layak lagi untuk dihuni karena sangat rawan bencana,” tegasnya.
Sebagai solusi sementara, pemerintah daerah menyiapkan 12 unit hunian sementara (huntara) bagi warga terdampak yang kehilangan tempat tinggal di lokasi tidak aman. Huntara tersebut diprioritaskan bagi rumah yang hancur total atau hilang terseret arus banjir, serta bagi rumah dengan kerusakan berat dan tidak layak huni.

Pemkab Pidie juga telah mendata rumah warga di kawasan rawan bencana serta rumah yang hilang untuk diusulkan relokasi. Usulan tersebut selanjutnya menunggu proses verifikasi dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman RI. Sementara rumah dengan kategori kerusakan lainnya akan diusulkan penanganannya ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pembangunan huntara dibiayai melalui Belanja Tidak Terduga (BTT) yang dialokasikan untuk kondisi darurat kebencanaan. “BTT ini bisa langsung digunakan saat bencana terjadi untuk memenuhi kebutuhan darurat dan mendesak,” kata Samsul.
Selain hunian sementara, pemerintah daerah juga memastikan penyediaan fasilitas pendukung seperti MCK guna menjaga kesehatan dan sanitasi warga selama masa tinggal di huntara. Untuk jangka panjang, Pemkab Pidie telah menyiapkan lahan pembangunan hunian tetap bagi warga yang direlokasi.
“Hunian sementara disiapkan untuk warga yang rumahnya hancur dan tidak layak huni di lokasi rawan bencana. Sementara hunian tetap nantinya dibangun di atas lahan yang telah disiapkan pemerintah daerah,” jelasnya.
Samsul Azhar menegaskan, seluruh kebijakan penanganan pascabanjir dilakukan dengan mengedepankan keselamatan masyarakat serta upaya pengurangan risiko bencana ke depan. Pemerintah daerah juga terus berkoordinasi dengan instansi terkait agar penanganan berjalan efektif dan tepat sasaran. (id69)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.






















































