Oleh Prof. Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)
Rintik hujan di hari Sabtu tanggal 22 November 2025 awalnya dipandang sebagai hujan biasa menjelang akhir tahun. Namun realitasnya, itu bukan hujan biasa, karena ada faktor lain yang memicunya, yaitu Siklon Tropis Senyar. Siklon Tropis Senyar adalah jenis siklon tropis langka yang berbahaya dan mematikan. Dimana, Siklon Tropis Senyar memiliki kecepatan angin maksimum mencapai 49 mph atau 80 km/jam dengan muatan hujan yang sangat lebat.
Hujan pun tidak kunjung berhenti, sampai akhirnya hari Rabu 26 November 2025, sungai-sungai di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak mampu lagi menampung debit air yang tercurah dengan skala besar, maka muncul air disertai lumpur, sampah dan kayu-kayu balok berskala besar melimpah ke pemukiman penduduk, meluluh-lantakkan rumah rumah, menumbangkan tower, menyapu jembatan, dan merobohkan tiang tiang listrik.
Dampaknya begitu mematikan, korban pun berjatuhan, diperkirakan lebih dari 1.000 jiwa melayang, ribuan orang kehilangan rumah tempat tinggal, listrik padam berhari-hari, jalur komunikasi digital terputus, air bersih menjadi benda langka, stok pangan hilang terbawa derasnya arus air yang mengalir. Dalam kegelapan malam tak jarang terdengar rintih tangis bayi dan anak-anak yang lapar dan tercekam rasa takut. Begitu dahsyatnya banjir bandang yang menimpa Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat) di akhir tahun 2025, lebih dahsyat dari peristiwa tsunami yang pernah menimpa Aceh pada tanggal 26 Desember tahun 2004 atau 21 tahun yang silam.
Musibah banjir bandang 26 November 2025 sebagaimana musibah yang lain, dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang sudah tertulis lama di Lauh al Mahfudz sebagaimana yang disebutkan di dalam Al Qur’an surat al Hadid ayat 22 berikut ini: ما اصاب من مصيبة فى الارض ولا فى انفسكم الا فى كتاب من قبل ان نبراها ان على الله يسير.
Artinya, tidak terjadi sesuatu mushibah di bumi maupun pada diri kamu kecuali telah tertulis di dalam kitab (Lauh al Mahfudz), sebelum kami merealisasikannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah Swt.
Selanjutnya di ayat ke 23 surat al Hadid tersebut, Allah Swt menjelaskan tentang hikmah disebalik musibah, di antaranya adalah: لكيلا تاسوا على مافاتكم و لا تفرحوا بما اتكم و الله لا يحب كل مختال فخور.
Artinya, agar kamu tidak sedih terhadap apa yang luput darimu dan kamu tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang Allah berikan kepadamu dan Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Selanjutnya, Allah Swt juga menjelaskan bahwa kerusakan alam yang menimbulkan musibah bencana, di antaranya disebabkan oleh kejahatan manusia dalam merusak alam. Sebagaimana yang Allah Swt firmankan di dalam surat al Rum ayat 41 bahwa telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan karena ulah tangan manusia, untuk mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali kepada jalan yang benar.
Bencana banjir bandang yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, hendaknya bisa dijadikan pelajaran untuk kita segera membenahi diri, agar kelestarian alam benar-benar dapat terjaga, karena kita adalah bahagian dari alam itu sendiri. Itu artinya, jika alam rusak, maka manusia juga otomatis akan mengalami kebinasaan.
Mencermati semakin seringnya musibah bencana alam menimpa kita, maka diperlukan semangat resiliensi atau ketangguhan untuk segera pulih dari musibah. Adapun hal-hal penting untuk tetap tangguh terhadap musibah atau bencana (resiliensi), yang pertama adalah berpegang teguh kepada kekuatan iman bahwa Allah swt senantiasa menolong hambaNya yang berada di dalam kesusahan.
Dan Allah Swt tidak memberikan cobaan di luar batas kesanggupan para hambaNya. Bersama kesulitan pasti ada kemudahan dan di sebalik ujian pasti ada kemuliaan yang mengantarkan kepada ketinggian derajat, harkat dan martabat di sisi Allah Swt dan Allah akan mengganti semua yang hilang dengan ganti yang lebih baik.
Kedua, membangun Koneksi Sosial dengan prinsip saling menolong (ta’awun), susah senang dalam kebersamaan. Karena terkadang untuk bisa bangkit kita membutuhkan uluran tangan dan belas kasih universal dari orang lain. Alhamdulillah koneksi sosial dalam konteks banjir bandang ini, sudah terwujud dalam bentuk sinergisitas bantuan kepedulian dan uluran tangan dari berbagai pihak, baik itu dari pemerintah,TNI, Polri, tenaga medis, PLN, masyarakat sipil, ormas, dan lain-lain.
Ketiga, jangan terbebani oleh keadaan yang sudah terjadi, namun syukuri apa yang masih membersamai. Semangat untuk bangkit dan kembali berdiri tegak pasca musibah bencana harus diperteguh, mengingat kehidupan dan pengahambaan diri kita kepada Allah Swt masih harus terus berlanjut. Pada sisi yang lain, setiap kita sepertinya harus menumbuh-kembangkan jiwa adaptif atau penyesuaian diri terhadap musibah bencana alam, karena kondisi alam yang semakin tidak bersahabat dan rawan menimbulkan bencana.
Langkah adaptif tersebut bisa dalam berbagai bentuk ketahanan, seperti ketahanan stok pangan, bukan hanya beras, namun juga harus ditopang oleh budidaya bahan pangan lain separti keladi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, sukun, pisang, dan lain-lainnya. Dengan demikian, jika bencana terjadi bisa terhindar dari potensi kelaparan.
Menyimpan sisa bekas minyak goreng (jelantah) untuk antisipasi jika listrik padam bisa dibuat sebagai bahan penerangan darurat. Membiasakan diri menjaga bahan bakar kendaraan agar tidak kurang dari 50 persen dari isi tangki, sehingga di saat bencana terjadi, kendaraan masih tetap bisa digunakan, karena bahan bakarnya cukup.
Kemudian, setiap orang perlu memahami pemetaan letak geografis dataran tinggi dan jalur tempuhnya, agar jika bencana terjadi seperti banjir atau tsunami, orang tidak lagi panik mencari arah menuju ke dataran tinggi. Misalnya di Langsa, dataran tinggi itu terletak di sebelah Selatan seperti Gampong Sukajadi Kebun Ireng misalnya, atau ke arah dataran tinggi lainnya. Di setiap rumah juga diharapkan punya persediaan lampu teplok atau panyot dengan stok minyak lampu yang dikemas dalam botol kaca ditutup rapat agar lebih aman. Sehingga di saat bencana terjadi, dan listrik padam, sudah siap dengan penerangan alternatif.
Di samping itu, perlu juga disimpan cengkeh dan garam. Garam bisa menjadi penyedap makanan di saat lauk tidak ada. Sedangkan cengkeh dicampur garam dibungkus kain tipis jika diletakkan di dalam ruangan, dapat mengusir nyamuk.
Itulah di antara langkah sederhana agar dapat adaptif terhadap kemungkinan terjadinya bencana yang perlu dipersiapkan, mengingat bencana sudah semakin sering terjadi. Dengan refleksi akhir tahun ini, diharapkan kita semua tetap semangat untuk bangkit dari musibah banjir yang baru saja kita alami.
Mari kita terus menjaga kebersamaan dan persaudaraan. Semoga ridha dan berkah Allah Swt senantiasa menyertai setiap langkah kehidupan kita. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin. Wallahua’lam. WASPADA.id
Penulis adalah Dosen Hadist Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.




















































