Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia sudah menerbitkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga listrik (RUPTL) tahun 2025-2034. Dalam rancangan ini, pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) memiliki porsi yang lebih besar hingga 42,6 Giga Watt (GW) dari keseluruhan 69,5 GW.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan masifnya penambahan EBT di dalam negeri bisa turut mendukung tercapainya target pertumbuhan ekonomi hingga 8% di tahun 2029 mendatang.
Hal itu bisa didorong dengan pertumbuhan industri manufaktur komponen pembangkit EBT di Indonesia. "Terutama untuk industri surya juga besar. Jadi, kita inginkan pertumbuhan ekonomi itu muncul dari industri manufaktur yang bisa mendukung komponen-komponen yang dipakai di energi baru terbarukan," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Economic Update, Selasa (8/7/2025).
Rencana tambahan EBT dalam jangka waktu 10 tahun mendatang tersebut akan memberikan pertumbuhan ekonomi melalui investasi mencapai Rp 1.682 triliun. Hal itu juga dikatakan didorong oleh pertumbuhan pasar basis EBT dunia.
"Nah, di sini perhitungan kita dalam 10 tahun ke depan bisa melahirkan pertumbuhan ekonomi itu sebanyak Rp 1.682 triliun investasi khusus untuk energi baru terbarukan. Jadi, sudah lumayan besar dan kita melihatnya kebutuhan tadi market driven-nya, kan, mulai banyak," tambahnya.
Meski pertumbuhan ekonomi di Indonesia dikatakan akan meningkat secara bertahap, terdapat dorongan pertumbuhan industri pula di Indonesia terutama dari sektor sumber energi surya.
Sumber energi lain yang diharapkan bisa menumbuhkan sektor perindustrian di Indonesia adalah dari energi panas bumi atau geothermal yang membutuhkan industri komponen heat exchanger dan turbin.
"Turbin itu kita pernah membuat sampai dengan TKDN 63%. Nah, tetapi karena demandnya waktu itu belum tumbuh untuk geothermal sehingga turbinnya tidak bisa diproduksi secara ekonomis. Nah, ini dengan adanya RUPTL yang jelas lalu RUPTL PLN ini dikeluarkan di Kepmen. RUPTL non-PLN, wilayah usaha non-PLN pun ada. Jadi, itu pun nanti pastinya kita inginkan ini mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya.
Pihaknya optimis, pertumbuhan kapasitas EBT dalam negeri turut mendorong pertumbuhan ekonomi seiring dengan peningkatan kebutuhan akan EBT baik untuk domestik maupun untuk diekspor.
"Belum lagi kemarin Pak Menteri ESDM menandatangani MOU dengan Singapura juga, itu, kan, ada demand juga. Nah, ini di luar, di luar dari RUPTL. Lalu, mungkin kebutuhan yang lain. Nah, ini saya rasa industri PLTS juga bisa tumbuh dengan kondisi yang ekosistemnya sudah mulai kelihatan ini. Jadi, ada kepastian investasi," tandasnya.
Asal tahu saja, dalam RUPTL 2025-2034 tercatat rencana total penambahan kapasitas pembangkit listrik baru sebesar 69,5 GW sampai 2034, sebesar 42,6 GW atau 61% akan berasal dari pembangkit listrik berbasis EBT, dan 10,3 GW atau 15% dari sistem penyimpanan (storage).
Adapun, dari seluruh jenis pembangkit EBT, sumber energi surya memiliki porsi yang cukup besar yakni 17,1 GW. Kemudian, disusul oleh Air sebesar 11,7 GW, Angin sebesar 7,2 GW, Panas bumi sebesar 5,2 GW, Bioenergi sebesar 0,9 GW, dan Nuklir sebesar 0,5 GW.
Sementara itu, untuk kapasitas sistem penyimpanan energi mencakup PLTA pumped storage sebesar 4,3 GW dan baterai 6,0 GW. Kemudian, untuk pembangkit fosil masih akan dibangun sebesar 16,6 GW, terdiri dari gas 10,3 GW dan batubara 6,3 GW.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Siap Punya Perencanaan Listrik Baru, ESDM: Sudah Final!