Purbaya Belum Mau Terapkan Cukai Popok-Tisu Basah Sebelum Ekonomi 6%

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, pengenaan cukai terhadap diapers atau popok hingga tisu basah tak akan diterapkan dalam waktu dekat.

Ia menegaskan kebijakan pengenaan pungutan tambahan perpajakan bagi masyarakat itu tak akan direalisasikan sampai ekonomi masyarakat benar-benar stabil, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 6%.

"Sepertinya belum kia terapkan dalam waktu dekat sebelum ekonomi stabil," kata Purbaya di kantornya, Jakarta, Jumat (14/11/2025).

"Saya tidak akan menambah pajak tambahan. Kalau sudah 6% lebih baru menambah pajak-pajak," tegasnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan juga telah mengungkapkan latar belakang munculnya kajian pengenaan cukai terhadap diapers atau popok hingga tisu basah.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengungkapkan, kajian itu muncul sejak 2021, setelah adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

"Kajian ini merupakan tindak lanjut program penanganan sampah laut (PP 83/2018)," kata Nirwala dikutip dari keterangannya, Jumat (14/11/2025).

Ia juga mengungkapkan, alasan lainnya ialah adanya masukan DPR pada 2020 agar pembahasan cukai plastik tidak hanya kantong plastik, namun juga produk plastik sekali pakai.

"Menindaklanjuti itu, tahun 2021 dilakukan kajian atas diapers, tisu basah, dan alat makan sekali pakai untuk memetakan opsi produk yang secara teoritis dapat memenuhi kriteria Barang Kena Cukai (BKC)," tutur Nirwala.

Meski begitu, Nirwala menegaskan, pembahasan pengenaan cukai atas produk diapers, tisu basah, hingga alat makan sekali pakai masih pada tahap kajian ilmiah (policy review) sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah.

"Karena saat ini masih dalam tahap kajian ilmiah, belum ada target penerimaan negara yang ditetapkan," tegasnya.

Sebagai informasi, Kementerian Keuangan pada 2020-2024 silam pernah menyusun kajian perluasan barang kena cukai atau BKC untuk sejumlah barang, demi mengoptimalkan penerimaan negara.

Di antaranya untuk diapers dan alat makan dan minum sekali pakai, serta kajian ekstensifikasi cukai tisu basah hingga perluasan basis penerimaan dengan usulan kenaikan batas atas Bea Keluar Kelapa Sawit.

Hal ini terungkap dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 yang ditetapkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 10 Oktober 2025, dan diundangkan pada 3 November 2025.

"Telah dilaksanakan melalui penyusunan kajian potensi Barang Kena Cukai (BKC) berupa diapers dan alat makan dan minum sekali pakai, serta kajian ekstensifikasi cukai tisu basah," dikutip dari PMK 70/2025, Jumat (7/11/2025).

Selain komoditas itu, pada periode 2020-2024 silam, juga telah dilakukan kajian pengenaan cukai atas luxury goods, produk minuman berpemanis dalam kemasan, serta produk plastik (kantong plastik, kemasan plastik multilayer, styrofoam dan sedotan plastik).

Adapula kajian cukai untuk produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan, sepeda motor, batu bara, dan pasir laut; kebijakan tarif cukai hasil tembakau; dan kebijakan tarif cukai minuman yang mengandung etil alkohol.

Kendati begitu, dari deretan penyusunan kajian atau pemetaan BKC baru itu, hanya segelintir yang dilanjutkan oleh Purbaya untuk dijadikan kebijakan dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029. Bahkan, telah dituangkan indikasi kebutuhan pendanaannya.

Di antaranya ialah program rekomendasi kebijakan cukai emisi kendaraan bermotor pada 2025 senilai Rp 880 juta, serta rekomendasi kebijakan fiskal berupa cukai produk pangan olahan bernatrium sebesar Rp 640 juta pada 2026.

"Seluruh pendanaan tersebut bersumber dari APBN, yang terdiri dari Rupiah Murni, PNBP, Hibah, dan BLU, serta tidak terdapat sumber pendanaan yang bersumber dari non-APBN," dikutip dari PMK 70/2025.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Australia Pening Popok Impor Tercemar Larva, Ancam Biji Rp 180 T

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |