Pengamat Kritik APBD Sumut 2026, Sejumlah Catatan Krusial Perlu Perhatian Serius

53 minutes ago 1

MEDAN (Waspada.id): APBD Sumut 2026 sebesar Rp11, 67 triliun telah disahkan di tengah bencana banjir dan longsor lewat rapat paripurna di gedung DPRD Sumut dihadiri Gubernur Bobby Nasution dan Ketua DPRD Erni Aryanti Sitorus pada Jumat (28/11/2025).

Pengesahan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2026 sebesar Rp11,67 triliun memang merupakan agenda penting tahunan, namun publik tidak boleh hanya disuguhi narasi seremonial dan formalitas politik.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Hal itu disampaikan pengamat anggaran dan kebijakan publik juga peneliti di Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut sekaligus dewan pendiri perkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI), Elfenda Ananda kepada Waspada.id di Medan, Senin (1/12/2025).

Elfenda menyebut ada sejumlah catatan krusial yang perlu mendapat perhatian serius:

Pertama, persetujuan seluruh fraksi DPRD terhadap APBD 2026 tidak boleh dimaknai sebagai bukti harmonisasi semata. Ketiadaan perdebatan substansial justru mengindikasikan lemahnya fungsi kontrol dan evaluasi terhadap kualitas anggaran.

“Pembahasan APBD seharusnya menjadi ruang kritik, bukan hanya proses administratif. Persetujuan seluruh fraksi sering kali tidak otomatis mencerminkan kualitas pembahasan, tetapi lebih kepada kompromi politik,” cetusnya.

Kedua, data pendapatan daerah tahun anggaran 2026 sebesar Rp11,67 triliun berkurang sebesar Rp873,44 miliar (6,96%) dibanding tahun 2025 sebesar Rp12,54 triliun menyingkap ironi meski Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2026 sebesar Rp6,97 triliun naik sebesar Rp550,13 miliar dibanding tahun 2025 sebesar Rp6,41 miliar , total pendapatan justru turun signifikan hingga 6,96 persen.

“Angka ini memperlihatkan kerapuhan struktur fiskal daerah dan ketergantungan tinggi terhadap transfer pusat yang kini menurun tajam,” ungkapnya.

Ketiga, besarnya anggaran tidak otomatis menjamin kualitas belanja daerah. Hal ini bisa dilihat dari struktur belanja Fungsi dimana belanja Porsi Pelayanan Umum 69,53% Sangat Tidak Wajar dan Mengindikasikan Distorsi Prioritas.

Standar nasional mengharuskan komposisi belanja fungsi pelayanan umum berada pada kisaran 30–40%, bukan 70%.

Ketika angkanya mencapai 69,53%, ini menunjukkan Belanja birokrasi sangat gemuk, termasuk belanja pegawai, administrasi umum, perjalanan dinas, operasional rutin SKPD. Porsi untuk layanan publik langsung pendidikan, kesehatan, perlinungan sosial tertindih oleh biaya aparatur. Tidak sesuai dengan prinsip money follow program (Permendagri 77/2020).

“Ini adalah salah satu indikator ketidakefisienan struktural dalam APBD. Hingga kini masih banyak pertanyaan terkait efektivitas program, proporsi belanja yang terlalu dominan untuk kebutuhan rutin, serta temuan-temuan BPK sebelumnya yang belum sepenuhnya dibenahi,” ucapnya.

Elfenda pun menyebut masyarakat berhak mengetahui sejauh mana perencanaan APBD 2026 benar-benar berorientasi pada dampak, bukan sekadar penyerapan anggaran.

Keempat, target makro seperti peningkatan PDRB per kapita maupun penurunan kemiskinan dan pengangguran terdengar ambisius, tetapi pemerintah belum menjelaskan secara rinci strategi sektoral yang akan ditempuh.

“Tanpa terobosan struktural dan keberpihakan anggaran pada sektor produktif, target tersebut berisiko hanya menjadi angka di atas kertas,” jelasnya.

Kelima, janji pemerataan pembangunan juga masih perlu dibuktikan termasuk politik anggaran. Besaran anggaran Pembangunan antar wilayah menunjukkan Ketimpangan pembangunan di Sumatera Utara masih tinggi, sementara alokasi anggaran sering kali tetap terkonsentrasi pada kawasan tertentu.

“Pemerataan tidak boleh berhenti pada retorika, tetapi harus tercermin dalam distribusi program dan belanja yang lebih adil,” ujarnya.

Keenam, risiko fiskal daerah nyaris tidak disinggung. Ketergantungan yang besar pada dana transfer dari pusat, potensi shortfall PAD, serta kinerja BUMD yang belum optimal adalah persoalan nyata yang seharusnya masuk dalam perhatian publik dan DPRD.

Tidak ada strategi baru bagaimana mengurangi ketergantungan dari dana transfer yang dipotong cukup lebih dari Rp1 triliun.

Karena itu, tegas Elfenda, pengesahan APBD Sumut 2026 jangan hanya dilihat sebagai simbol keseriusan pemerintah daerah, tetapi harus diikuti dengan komitmen kuat terhadap transparansi, pengawasan, dan evaluasi berbasis kinerja.

“Publik menunggu bukti nyata, bukan sekadar pernyataan optimistis,” tandasnya.(id96)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |