Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat Indonesia masih sarat dengan kepercayaan takhayul. Hal itu ditunjukkan dari lekatnya cerita hantu dengan kehidupan manusia.
Sebagai contoh, tuyul kerap kali disalahkan apabila terjadi kehilangan uang secara misterius. Tapi seiring berjalannya waktu, banyak riset yang mengungkapkan bahwa tuyul hanyalah konsep takhayul yang dibuat oleh orang miskin yang iri terhadap orang kaya.
Salah satu hantu paling populer di Indonesia yang menjadi misteri adalah kuntilanak. Kuntilanak biasanya digambarkan sebagai sosok perempuan berbaju putih, berambut panjang, dan sering tertawa nyaring yang menyeramkan.
Penggambaran ini kemudian menimbulkan berbagai pertanyaan tentang asal-usulnya. Hingga akhirnya, antropolog Jerman bernama Timo Duile sukses membongkarnya.
Penelitian Timo Duile itu berjudul "Kuntilanak: Ghost Narratives and Malay Modernity in Pontianak, Indonesia" yang dipublikasikan Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia pada 2020.
Sebenarnya, cerita kuntilanak tak hanya ada di Indonesia, melainkan juga di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, yang menyebutnya pontianak. Di negara-negara tersebut kuntilanak atau pontianak digambarkan sebagai mayat hidup yang mengancam manusia karena tidak dapat menemukan kedamaian setelah meninggal.
Penamaan pontianak di Malaysia sebagai kata ganti kuntilanak tidak terlepas dari kaitannya dengan asal-usul Kota Pontianak. Kata Pontianak sendiri berasal dari bahasa Melayu 'Ponti' yang berarti pohon tinggi. Asal kata ini berkaitan erat dengan kondisi alam di Delta Sungai Kapuas dan Landak yang jadi cikal-bakal Kota Pontianak.
Menurut Timo, sejak penggusuran itu dilaksanakan terjadilah perubahan sebutan terhadap roh tersebut menjadi pontianak atau kuntilanak yang merujuk pada penunggu pepohonan tinggi. Ini juga yang membuat manusia modern mengidentikkan pohon besar, seperti beringin, sebagai tempat tinggal setan.
Lalu mengapa roh tersebut jadi berubah menjadi seram dan identik dengan wanita?
Jawaban atas hal ini dapat ditemukan dalam riset sejarawan Nadya Karima Melati berjudul "Monsterisasi Perempuan dan Monoteisme" (2022).
Nadya yang telah lebih dulu melakukan riset kuntilanak sejak tahun 2013, memaparkan jawaban yang menarik kepada CNBC Indonesia.
Menurutnya, pandangan seram itu terjadi karena kedatangan agama monoteisme. Kehadiran monoteisme menolak adanya sosok spiritual lain selain Tuhan. Lantas, pandangan roh bergeser menjadi hantu atau monster.
"Agama monoteisme diperkenalkan bersamaan dengan patriarki. Mereka memperkenalkan konsep ketuhanan yang maskulin, menggeser kemudian menghancurkan kepercayaan lokal yang berhubungan dengan roh dan alam," tulis Nadya.
Berubahnya pandangan roh menjadi hantu tersebut selaras dengan pelekatan perempuan sebagai hantu. Hal ini lantaran perempuan memiliki pengalaman erat yang dekat dengan kematian.
Sebut saja seperti proses persalinan. Angka kematian yang tinggi pasca persalinan membuat perempuan diasosiasikan sebagai hantu.
Meskipun hal ini tentunya tidak dapat dibenarkan, penggambaran kuntilanak sebagai perempuan yang menyeramkan sudah terlanjur berakar kuat. Sebab, sosok itu sudah sering dipopulerkan oleh film dan cerita misteri. Dan ini susah untuk diubah kembali.
(Zefanya Aprilia/fab)
Saksikan video di bawah ini: