Penduduk Korsel Akan Berkurang 85% dalam 100 Tahun, RI Harus Waspada

6 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia- Bayangkan sebuah negara yang dibangun oleh generasi muda, tetapi pada puncak kejayaannya, justru kehabisan tenaga untuk menopang masa depan. Inilah paradoks populasi yang tengah mengintai Asia, dan Korea Selatan.

Korea Selatan adalah cermin tergelapnya.

Dalam laporan terbaru dari Korean Peninsula Population Institute for Future, Korea Selatan diprediksi akan kehilangan hingga 85% dari total populasinya pada 2125.

Dari 51,68 juta jiwa hari ini, negara ini bisa menyusut menjadi hanya 7,53 juta orang. 

Proyeksi Korean Peninsula Population Institute for Future menggunakan metode cohort component untuk memproyeksikan tren demografis Korea selama satu abad ke depan.

Teknik yang diakui secara internasional ini memperkirakan populasi masa depan dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti tingkat kelahiran, tingkat kematian, dan pola imigrasi.

Dalam skenario terburuk lembaga tersebut, populasi Korea Selatan dapat turun menjadi 7,53 juta jiwa pada 2125, penurunan tajam dari jumlah saat ini yang mencapai 51,68 juta jiwa. Jumlah ini bahkan lebih sedikit dari populasi Kota Seoul saja saat ini, yang lebih dari 9,3 juta jiwa.

Dalam proyeksi paling optimistis sekalipun, populasi diperkirakan menyusut menjadi 15,73 juta jiwa, atau kurang dari sepertiga jumlah saat ini. Sementara dalam skenario median, populasi 2125 diperkirakan mencapai 11,15 juta jiwa.

Laporan ini juga menyoroti kecepatan penurunan populasi yang semakin meningkat. Dalam skenario median, populasi akan menyusut sebesar 30% pada 2075, dan kemudian turun lebih dari setengahnya dalam 50 tahun berikutnya.

Penurunan ini tidak hanya disebabkan oleh tingkat kelahiran yang menurun, tetapi juga oleh efek berantai.

Dengan semakin sedikitnya orang di setiap generasi berikutnya, jumlah calon orang tua juga berkurang, yang mempercepat penurunan lebih lanjut.

Piramida demografi Korea Selatan, yang dahulu berbentuk seperti "ikan pari" dengan basis luas berisi kelompok usia muda, diperkirakan akan berubah menjadi bentuk "ular kobra" pada 2125 - dengan pita-pita usia yang menyempit di seluruh kelompok umur dan populasi yang didominasi oleh kelompok usia tua.

Piramid Populasi Korea SelatanFoto: Korean Peninsula Population Institute for Future
Piramid Populasi Korea Selatan

Krisis Penuaan Semakin Dalam

Dalam 75 tahun, skenario terburuk memperkirakan bahwa untuk setiap 100 orang usia kerja, yang didefinisikan sebagai usia 15 hingga 64 tahun sehingga akan terdapat 140 lansia berusia 65 tahun ke atas.

Saat ini, 100 orang usia kerja mendukung sekitar 30 lansia, yang menunjukkan bahwa Korea Selatan berada di jalur menjadi masyarakat dengan "piramida terbalik", di mana jumlah tanggungan jauh melebihi jumlah orang yang menopang mereka.

Laporan ini juga memasukkan analisis sentimen sosial berdasarkan sekitar 60.000 unggahan di aplikasi komunitas kerja "Blind", dengan fokus pada pemikiran orang-orang usia 20-an hingga 40-an tentang pernikahan dan memiliki anak.

Hasilnya mengungkapkan bahwa generasi muda kini lebih memprioritaskan "uang" dan "perumahan" dibandingkan "cinta" saat membahas pernikahan. Beban keuangan secara konsisten muncul sebagai kekhawatiran utama dalam percakapan mengenai memiliki anak.

Laporan ini menyimpulkan bahwa keputusan terkait pernikahan dan pengasuhan anak semakin dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, bukan preferensi pribadi.

Proyeksi yang sangat mencolok ini menegaskan tantangan demografis serius yang dihadapi Korea Selatan saat negara tersebut bergulat dengan tingkat kelahiran terendah di dunia dan populasi yang menua paling cepat.

Per 2024, angka fertilitas total Korea Selatan yaitu rata-rata jumlah anak yang diperkirakan akan dilahirkan seorang perempuan selama hidupnya - sedikit meningkat menjadi 0,75, namun masih jauh di bawah tingkat pengganti populasi sebesar 2,1.

Korea Tak Sendiri

Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Dunia secara keseluruhan tengah mengalami penurunan pertumbuhan populasi yang drastis. Data Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat usia rata-rata penduduk global sudah mencapai 33,6 tahun di 2025, naik signifikan dari 26,5 tahun pada 1980.

Laju pertumbuhan global bahkan diproyeksikan negatif menjelang 2100, yang artinya jumlah kematian akan melampaui kelahiran.

Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bertajuk "The real fertility crisis" yang rilis 10 Juni 2025 juga mengungkapkan persoalan internasional terkait tingkat kesuburan di dunia turun signifikan, ini mencatatkan rekor terendah yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tingkat fertilitas global atau perbandingan antara bayi yang lahir dari satu perempuan terus turun setiap tahun, setidaknya dari data yang sudah ditarik selama setengah abad.

Pada 2024, tingkat fertilitas berada di 2,2, turun signifikan dibandingkan di era 1970 di posisi 4,8. Ini artinya, seorang ibu pada tahun 1970-an bisa punya 4-5 anak, tetapi di era modern saat ini seorang ibu secara rata-rata punya dua anak saja.

Data PBB menunjukkan proyeksi pada tahun 2100 tingkat fertilitas hanya akan sebesar 1,8. Ini menunjukkan bahwa kemampuan pasangan di dunia untuk punya anak nanti-nya hanya bisa punya satu atau dua saja.

Lebih dari 50% negara di dunia atau setara 131 dari 237 negara memiliki tingkat fertilitas di bawah ambang batas minimum.

Negara-negara ini mencakup semua kawasan dunia dan beragam tingkat pendapatan, mulai dari negara maju seperti Jepang dan Jerman, hingga negara berkembang seperti Tiongkok, Thailand, Iran, bahkan beberapa negara Afrika Utara.

Merujuk data World Population Prospects 2024, tren penurunan tingkat fertilitas ke bawah batas ini dimulai sejak sebelum 1994 dari negara-negara maju seperti AS, Kanada, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan merambah beberapa negara Eropa Barat.

Negara-dunia dengan tingkat fertilitas di bawah 2,1Foto: UNFPA
Negara-dunia dengan tingkat fertilitas di bawah 2,1

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia pun perlahan mengikuti arah angin ini. Meski saat ini 69,3% penduduk masih berada di usia produktif, tren penuaan kian nyata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan proporsi lansia sudah mencapai 11,75% pada 2023 dan diperkirakan akan melonjak menjadi 20% atau 63 juta jiwa pada 2045.

Artinya, satu dari lima warga Indonesia akan berusia di atas 60 tahun dalam dua dekade mendatang.

Tantangan ini menyentuh seluruh aspek kehidupan, dari ekonomi hingga kesehatan publik. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono mengungkap bahwa meski angka harapan hidup orang Indonesia telah mencapai 72,39 tahun, angka harapan hidup sehat (HALE) baru 63 tahun. Artinya, hampir satu dekade dari hidup lansia dihabiskan dalam kondisi tidak sehat, meningkatkan beban biaya kesehatan dan ketergantungan sosial.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada Oktober 2023 mengatakan sejumlah provinsi akan segera memasuki fase penuaan populasi atau aging population pada 2024.

"Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Bali dan Sebagian besar provinsi di Jawa mengalami aging population yang lebih cepat," kata kata pelaksana tugas Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Maliki dalam diskusi daring, Rabu, (4/10/2023).

Dalam diskusi bertema Sosialisasi Pemanfaatan Proyeksi Penduduk dalam Rangka Memperingati Hari Lanjut Usia itu, Maliki menjelaskan definisi aging population. Dia mengatakan berdasarkan definisi internasional, penduduk usia tua merupakan individu yang berusia 65 tahun ke atas.

Berdasarkan survei proyeksi penduduk Indonesia 2020-2050, Indonesia diperkirakan membutuhkan waktu hanya 21 tahun untuk mencapai fase penduduk yang menua. Dalam periode itu, jumlah orang lanjut usia di Indonesia diprediksi akan meningkat dari 7% menjadi 14%. "Sementara Jepang membutuhkan waktu sekitar 25 tahun," kata dia.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(emb/emb)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |