Pelaku Usaha Putar Musik DI Ruang Publik Wajib Bayar Royalti

1 month ago 17

JAKARTA (Waspada.id): Setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik komersial, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Demikian penegasan Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum) Agung Damarsasongko dalam keterangan, di kutip Kamis (31/7/2025).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Dijelaskan, kewajiban itu tetap berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau layanan streaming lainnya.

“Langganan pribadi seperti Spotify dan YouTube Premium tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang publik,” ujar Agung.

Ia menuturkan layanan streaming bersifat personal. Namun, ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, maka itu sudah masuk dalam kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah.

Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait. Skema ini menjamin transparansi dan keadilan bagi seluruh pelaku industri musik, serta memudahkan pelaku usaha karena tidak perlu mengurus lisensi secara individu dari setiap pencipta lagu.

“Hal ini memberikan keseimbangan agar pencipta atau pemilik hak terkait musik atau lagu mendapatkan hak ekonominya, serta pengguna merasa nyaman dalam berusaha atau menggunakan lagu itu,” jelas Agung.

Dia juga menanggapi kekhawatiran sebagian pelaku usaha yang menyatakan akan memblokir pemutaran lagu-lagu Indonesia demi menghindari kewajiban membayar royalti.

Menurut dia, langkah tersebut justru melemahkan ekosistem musik lokal dan tidak memberikan apresiasi kepada pencipta atau pemegang hak cipta.

Agung menegaskan, bahwa musik merupakan bagian dari identitas budaya, dan jika pelaku usaha enggan memberi apresiasi layak kepada pencipta lagu Indonesia, maka yang dirugikan bukan hanya seniman, tetapi juga konsumen dan iklim kreatif nasional.

Hati-hati

Agung mengingatkan, pelaku usaha memang bisa menggunakan alternatif seperti pemutaran musik instrumental bebas lisensi atau lagu dari luar negeri, tapi pelaku usaha tetap harus berhati-hati karena tidak semua musik instrumental bebas dari perlindungan hak cipta.

“Beberapa lagu yang diklaim no copyright justru bisa menjerat pelaku usaha dalam pelanggaran apabila digunakan tanpa verifikasi sumber, termasuk lagu dari luar negeri. Jika lagu tersebut dilindungi hak cipta, kewajiban royalti tetap berlaku,” tandasnya.

Agung menyampaikan bahwa jika pelaku usaha tidak memiliki anggaran untuk membayar royalti musik, alternatif yang dapat dipilih antara lain adalah menggunakan musik bebas lisensi (royalty-free), musik berlisensi creative commons yang memperbolehkan penggunaan komersial, memutar musik ciptaan sendiri, menggunakan suara alam atau ambience, atau bekerja sama langsung dengan musisi independen yang bersedia memberikan izin tanpa biaya.

Pembayaran Royalti

Terkait skema pembayaran royalti, pelaku usaha dapat mendaftarkan usahanya melalui sistem digital LMKN dan membayar royalti sesuai dengan klasifikasi usaha dan luas ruang pemutaran musik.

Agung menambahkan bahwa skema serupa telah diterapkan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Korea Selatan.

“Namun, tujuan Indonesia bukan untuk menambah pemasukan negara, melainkan memberikan kepastian hukum serta memastikan bahwa pelaku industri kreatif mendapatkan hak ekonominya secara adil,” terangnya.

Agung juga menegaskan kebijakan ini tidak diberlakukan secara merata kepada pelaku UMKM. Terdapat mekanisme keringanan atau pembebasan tarif royalti sesuai ketentuan yang diatur oleh LMKN, berdasarkan ukuran ruang usaha, kapasitas pengunjung, serta tingkat pemanfaatan musik dalam operasional harian.

Ia mengimbau pelaku UMKM untuk mengajukan permohonan keringanan secara resmi agar mendapatkan perlindungan hukum sekaligus mendukung ekosistem musik nasional.

“Pelindungan hak cipta bukan semata soal kewajiban hukum, melainkan bentuk penghargaan nyata terhadap kerja keras para pencipta yang memberi nilai tambah pada pengalaman usaha Anda,” tegas Agung. (id88)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |