SAMOSIR (Waspada.id): Kejaksaan Negeri (Kejari) Samosir menetapkan Kadis Sosial PMD, FAK sebagai tersangka pada dugaan kasus Tindak Pidana Korupsi pada bantuan penguatan ekonomi korban bencana alam banjir bandang di Kenegerian Sihotang pada Tahun 2024 lalu.
Menyikapi hal, itu Kuasa Hukum Kadis Sosial FAK, Dwi Ngai Sinaga memaparkan beberapa fakta hukum yang coba diselundupkan oleh pihak penyidik Kejaksaan Negeri Samosir.
Status perkara ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan pada tanggal 01 Juli 2025, melalui Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Samosir No. Prin-01/L.2.33.4/Fd.1/07/2025 Jo. Surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Samosir No. Prin-01.a/L.2.33.4/Fd.1/08/2025 tanggal 11 Agustus 2025, dimana pada saat itu Hasil Audit Kerugian Keuangan Negara belum ada, tentu hal ini merupakan preseden buruk dalam tahapan penyidikan yang sesuai dengan KUHAP.
“Seharusnya dalam meningkatkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan, pihak penyidik sudah seharusnya memiliki bukti surat berupa hasil perhitungan kerugian keuangan negara,” kata Dwi, Selasa (23/12) di Lapas Kelas lll Pangururan.
Diterangkan Dwi, jika pihak penyidik menggunakan Jasa Akuntan Publik (swasta) dalam mengaudit kerugian keuangan negara, tentu harus juga dilihat apakah terhadap kegiatan tersebut sudah dilakukan sebelumnya audit oleh instansi pemerintah sesuai amanat UU.
Bahwa dalam siaran persnya, Penyidik Kejari Samosir mengemukakan bahwa Kadis Sosial dan PMD Kabupaten Samosir ada menerima fee sebesar 15%.
“Pertanyaannya, apakah pihak penyidik punya bukti autentik untuk membuktikan hal tersebut. Jika hanya berdasarkan pengakuan dari orang lain, bagaimana kemudian kita menguji kebenaran atas keterangan tersebut tanpa ada bukti fisik. Hal ini menjadi menarik, jika ada fee, berarti ada pihak yang memberi dan ada pihak yang menerima, lalu kenapa hanya pihak yang menerima suap yang dijadikan tersangka oleh penyidik,” terangnya.
Kemudian kata Dwi, kewenangan apa yang dimiliki oleh kliennya Kadis Sosial Samosir dalam kegiatan ini, sehingga kliennya bisa menjadi penerima Fee. “Terlebih Kadis Sosial Samosir bukanlah PPK atau pemangku jabatan yang punya suatu kewenangan dalam hal terlaksana atau tidaknya penyaluran bantuan tersebut,” imbuhnya.
Jika menyangkut kerugian keuangan negara, lanjutnya, sudahkan diminta pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai pejabat yang bertanggung jawab dari hulu sampai hilir pelaksanaan kegiatan ini.
Jika Penyidik Kejari Samosir menduga bahwa Kadis Sosial Samosir ada mengubah mekanisme penyaluran bantuan yang semula direncanakan dalam bentuk bantuan tunai melalui cash transfer menjadi bantuan barang dengan cara menyarankan dan menunjuk BUMDesMa Marsada Tahi sebagai penyedia barang.
“Hal ini tentu menjadi suatu dugaan yang hanya berdasarkan prasangka, sebab dalam berkas SPJ Kegiatan tersebut ditemukan adanya pesanan barang yang langsung dari masyarakat, jadi bukan diarahkan,” jelasnya.
“Mekanismenya jelas ada daftar pesanan barang sesuai kebutuhan masyarakat yang langsung diajukan oleh masyarakat. Itupun diajukan bukanlah melalui Dinas Sosial dan PMD Kabupaten Samosir,” tambahnya.
Ditanyakan, bahwa pada tanggal 14 Oktober 2025 adanya penitipan barang bukti oleh beberapa Kepala Desa di Kenegerian Sihotang dan BUMDesMA kepada Kejari Samosir sebesar Rp22,5 juta. Terkait hal itu, Dwi menjelaskan seharusnya yang mengembalikan barang bukti yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Seharusnya yang mengembalikan ini sebagai status tersangka. Kalau BUMDesMA merasa memakan uang negara dan mengembalikan, seharusnya dia yang menjadi tersangka bukan klien kita. Apalagi pengembaliannya di status sidik bukan lidik,” tukasnya.
Hal ini juga dipertegas dalam Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Nomor : 31/3/BS.00.01/8/2024 Tentang Petunjuk Teknis Bantuan Penguatan Ekonomi Korban Bencana, BAB II huruf (c) tentang siapa saja yang dapat menjadi pelaksana kegiatan. Kemudian dalam point (2) huruf (f) menyatakan bahwa penggunaan bantuan penguatan ekonomi korban bencana dapat dimanfaatkan meliputi Modal Usaha, Pembelian Alat/Mesin dan/atau sarana pendukung terkait.
Jika menurut penyidik hal ini merupakan tindak pidana korupsi, tentu tindak pidana ini bukanlah tindak pidana yang dapat berdiri sendiri. Proses pemindah bukuan uang dari rekening itu adalah mutlak tanggung jawab pihak perbankan. “Tentang bagaimana mekanismenya, semuanya dalam kewenangan pihak perbankan,” tukasnya.
Dia menegaskan dari beberapa fakta yang terjadi, ia melihat bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya merupakan tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak penyidik Kejaksaan Negeri Samosir.
Sebelumnya Kejari Samosir telah menetapkan Kepala Dinas Sosial PMD, FAK sebagai tersangka pada Senin (22/12) di Gedung Kejari Samosir.
“Benar, hari ini Kejaksaan Negeri Samosir menetapkan tersangka FAK atas kasus dugaan tindak pidana korupsi,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Samosir, Satria Irawan.
Ia menyebut, tersangka selaku kepala dinas tanpa persetujuan kementerian sosial atau melampaui kewenangannya, menunjuk atau mengarahkan Bumdes selaku penyedia kegiatan.
“Dalam kegiatan tersebut, tersangka meminta pengurus BUMDes untuk me markup sebesar 15 persen biaya penjualan barang oleh Bumdes ke masyarakat penerima, dan menerima keuntungan sebesar Rp179.000.000, dengan total kerugian negara sebesar Rp516.298.000 berdasarkan perhitungan dari kantor akuntan publik,” terangnya. (id53)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.




















































