Lukmanul Hakim Siregar, S.Sos., M.M, Mahasiswa Program Doktor (S3). Waspada.id/ist
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
MEDAN (Waspada.id): Penolakan terhadap Koperasi Barumun Agro Nusantara (BAN) dinilai telah berkembang ke arah yang berpotensi memenuhi unsur tindak pidana, sehingga Aparat Penegak Hukum (APH) didorong segera melakukan penyelidikan dan pendalaman hukum secara menyeluruh.
Hal tersebut disampaikan Lukmanul Hakim Siregar, S.Sos., M.M, Mahasiswa Program Doktor (S3), di Medan, Kamis (25/12). yang menilai dinamika penolakan tidak lagi berada dalam ranah perbedaan pendapat, melainkan telah mengarah pada indikasi perbuatan melawan hukum, khususnya terkait penguasaan tanah negara, pengelolaan hak plasma, dan dugaan mobilisasi massa.
Menurut Lukmanul, penolakan tersebut perlu dikaji secara yuridis dan komprehensif dengan menelusuri rekam jejak kemitraan sebelumnya dengan PT Torganda/PT Torus Ganda, yang diduga menyebabkan tidak terpenuhinya hak plasma masyarakat di Kecamatan Huristak (Padang Lawas), serta Kecamatan Simangambat dan Kecamatan Ujung Batu (Padang Lawas Utara) selama sekitar 20 tahun.
“Dalam rentang waktu tersebut terdapat indikasi pemotongan dan tidak disalurkannya hak masyarakat secara penuh. Dalam perspektif hukum pidana dan administrasi negara, hal ini berpotensi mengandung unsur perbuatan melawan hukum, baik pidana maupun perdata,” ujarnya.
Ia menegaskan, dampak praktik tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian materiil, tetapi juga kerugian sosial jangka panjang yang dapat dikualifikasikan sebagai akibat hukum (rechtsgevolg).
Terkait kebijakan terkini, Lukmanul menyatakan penyaluran hasil kebun plasma melalui Koperasi BAN dengan sistem satu pintu oleh PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) memiliki legal standing serta sejalan dengan prinsip kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas. Penyaluran langsung ke rekening anggota dinilai sebagai langkah pencegahan terhadap potensi penyalahgunaan.
Namun, rangkaian penolakan yang disertai dugaan narasi provokatif, ajakan pembentukan koperasi tandingan, serta dugaan wacana pendudukan lahan negara dinilai berpotensi menimbulkan kekacauan, konflik horizontal, dan keresahan sosial, serta mengganggu ketertiban umum (openbare orde).
Ia menegaskan, kondisi tersebut telah memenuhi alasan objektif bagi APH untuk melakukan penyelidikan dan, apabila unsur pidananya terpenuhi, meningkatkan ke tahap penyidikan.
Lukmanul juga mengingatkan bahwa pendudukan tanah negara tanpa alas hak berpotensi melanggar UU Nomor 51 Prp Tahun 1960 Pasal 2 jo Pasal 6, serta tindakan ajakan atau hasutan massa dapat dijerat Pasal 160 KUHP dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara.
“Negara tidak boleh membiarkan hukum dikalahkan oleh tekanan massa. Ketika tindakan menimbulkan kekacauan di masyarakat, maka hukum harus hadir sebagai panglima,” pungkasnya.
Sebelumnya seperti diberitakan, Ketua Koperasi Barumun Agro Nusantara, Usman Hasibuan, berharap semua dapat berjalan dengan baik seperti sebelumnya.
Menurut Usman sampai saat ini, pihaknya belum ada menerima penolakan secara resmi dan tertulis. Dan pihaknya akan melaksanakan tugas sesuai dengan yang diamanahkan.
Usman menambahkan bahwa pengelolaan akan tetap disesuaikan dengan wilayah desa masing-masing, dengan harapan agar semua bisa berjalan baik, terutama bagi peserta atau anggota penerima manfaat.(id06)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.






















































