
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
BOGOR (Waspada.id): Tokoh perempuan Nahdlatul Ulama (NU), Hindun Anisah, berhasil meraih gelar Doktor Peradaban Islam Nusantara setelah sidang promosi doktor di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Selasa (18/8/2025) di Aula Kampus B UNUSIA, Bogor, Jawa Barat berjalan sukses. Saat ini, Doktor kajian Islam Nusantara bertambah menjadi 17 orang.
Disertasinya doktoralnya berjudul “Gerakan Ulama Perempuan Indonesia, Studi atas Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) sebagai Gerakan Baru Perempuan Indonesia” berhasil meraih nilai A dengan angka 86.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Sidang dipimpin Ahmad Su’adi, Siti Nabilah sebagai Sekretaris Sidang, Maria Ulfah Anshor (promotor), Ginanjar Sya’ban (co-promotor). Penguji adalah Abdul Moqsith Ghazali, Fariz Alnizar, dan Pieternella van Doorn-Harder.
Hindun yang lahir dari keluarga ulama NU terkemuka dalam mempertahankan disertasinya menyatakan bahwa eksistensi ulama perempuan Indonesia, yang memang belum merata kemunculannya di Indonesia, sering mendapatkan resistensi dari masyarakat terkait dengan posisinya sebagai pemegang otoritas keagamaan. Padahal sejak masa-masa awal Islam, eksistensi ulama perempuan sudah muncul di berbagai bidang.
“Hal-hal ini pada tahun 2023 dibahas dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Berangkat dari kondisi inilah saya terinspirasi untuk melihat lebih detail fenomena ini dan menjadikannya sebagai tema utama disertasi saya,” ujarnya.
Ditambahkannya, secara umum masih terdapat tantangan yang terang benderang terhadap kehadiran ulama perempuan di Indonesia. Padahal sejak syiar Islam lahir, banyak ulama perempuan bermunculan. Salah satunya adalah Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW yang dikenal juga sebagai ahli hadis.
“Aisyah RA telah melahirkan sekitar 2000 hadis sahih. Kendati demikian, eksistensi ulama perempuan masih belum segegap gempita ulama pria,” ujar Anisah.
Hindun yang juga seorang master antropologi dari Belanda menyampaikan, ulama perempuan Indonesia sering mengalami keterbatasan karena menghadapi stereotipe gender, yang membatasi peran mereka dalam kepemimpinan baik di dalam keluarga maupun masyarakat umum.
Indikator lainnya adalah kesulitan mendapatkan akses pendidikan tinggi, posisi kepemimpinan dalam organisasi keagamaan, dan peluang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan penting.
Itu sebabnya melalui KUPI ini diharapkan peran ulama perempuan semakin terangkat eksistensinya dan para ulama perempuan bisa terus diberdayakan secara intelektual maupun dalam peran-peran lainnya.
Gerakan strategis dan transformatif Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) diharapkan menjadi motor penggerak ulama perempuan Indonesia untuk dapat berperan dalam berbagai bidang.
Resistensi terhadap ulama perempuan Indonesia bisa semakin terkikis dan menjadikan para ulama perempuan terekspose dengan baik dan benar.
KUPI menjadi satu gerakan strategis dan transformatif yang memiliki peran penting dalam menjawab tantangan kontemporer. KUPI tidak hanya menjadi forum pertemuan tapi juga sebagai platform dinamis yang memperjuangkan keadilan substantif melalui fikih ramah perempuan.
Diharapkan ke depannya, KUPI menjadi landasan gerakan yang memadukan gerakan intelektual dan keilmuan, gerakan sosial keagamaan, serta gerakan advokasi dan kebijakan.
Lebih jauh Hindun Anisah menyampaikan dalam disertasinya, KUPI tidak menjadi gerakan sesaat saja namun berkelanjutan dengan program-program yang semakin bergema ke seantero Indonesia.
KUPI mampu menjadi roda penggerak baru bagi gerakan intelektual dan sosial bagi ulama perempuan.
Kapasitas ulama perempuan Indonesia semakin bertransformasi melalui pelatihan dan regenerasi. Transformasi tersebut akan semakin terlihat bila ada dialog, kampanye kesadaran, dan pendampingan hukum.
Kendati demikian, memang masih diperlukan banyak dukungan dari berbagai pihak untuk menjadikan ulama perempuan melalui KUPI semakin eksis.
“KUPI harus terus melakukan pembaharuan pemikiran tentang ulama perempuan dan bisa merumuskan kerja nyata agar para ulama perempuan semakin diapresiasi serta dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan ulama pria,” pungkas Hindun Anisah.
Dr Hindun Anisah lahir 2 Mei 1974, adalah seorang politikus yang saat ini adalah anggota Komisi IV DPR RI. Ia bersama suaminya, Nuruddin Amin, menjadi pimpinan pondok pesantren (ponpes) Hasyim Asy’ari di Bangsri, Jepara.(id11)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.