Emak-Emak Sering Jadi Sasaran Pinjol Ilegal Karena Lemahnya Literasi Keuangan

3 hours ago 1
EkonomiNusantara

23 Desember 202523 Desember 2025

Emak-Emak Sering Jadi Sasaran Pinjol Ilegal Karena Lemahnya Literasi Keuangan

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

JAKARTA (Waspada.id): Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti, kalangan perempuan terutama ibu-ibu (emak-emak) sering menjadi sasaran pinjaman online (pinjol) ilegal. Karena rendahnya literasi keuangan perempuan yang lemah dan menjadi celah besar dimanfaatkan pelaku pinjol ilegal.

Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK Cecep Setiawan menilai, di tengah peran strategis perempuan sebagai pengelola keuangan keluarga, justru minimnya pemahaman finansial membuat para perempuan lebih rentan terjebak pada keputusan keuangan berisiko.

“Perempuan ini memiliki tingkat literasi yang lebih rendah dibanding laki-laki. Padahal laki dan perempuan itu sama-sama wajib memiliki pengalaman keuangan yang adil.,” tuturnya dalam literasi keuangan dan memperingati Hari Ibu bersama OJK dan Kemenko PMK di Jakarta, di kutip Selasa (23/12/2025).

Berdasarkan hasil survei OJK, sebanyak 99 persen pengelolaan keuangan keluarga berada di tangan perempuan, terutama untuk keputusan keuangan jangka pendek seperti uang dapur, buang anak sekolah, bayar listrik, dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

Menurut Cecep, seharusnya perempuan memegang peran dominan dalam pengambilan keputusan keuangan harian keluarga, mulai dari belanja, menabung, hingga mencari pembiayaan saat kebutuhan mendesak.

“Kondisi ini menjadi kombinasi yang berisiko. Perempuan dituntut memastikan kebutuhan keluarga tetap terpenuhi, sementara akses dan pemahaman terhadap produk keuangan yang aman masih terbatas,” ungkapnya.

Dalam situasi keuangan yang sempit, tawaran pinjaman cepat tanpa syarat kerap terlihat sebagai solusi instan. Namun pada akhirnya justru menjadi jebakan pinjol ilegal,” urai Cecep.

Tekanan ekonomi juga memperbesar kerentanan tersebut. Ketika penghasilan keluarga tidak mencukupi, perempuan sering kali berada di garis depan untuk “memutar otak” mencari tambahan dana.

Selain faktor literasi kata Cecep, masifnya arus informasi di ruang digital turut memperparah kondisi. Media sosial kerap menampilkan gaya hidup serba instan dan kesan kemudahan finansial,

Gaya hidup serba instan ini yang mendorong perilaku konsumtif tanpa perencanaan matang. Akhirnya banyak keputusan keuangan diambil bukan berdasarkan kebutuhan, melainkan dorongan lingkungan dan tren.

“Penguatan literasi keuangan perempuan dianggap menjadi kunci memutus rantai pinjol ilegal. Perempuan bukan hanya pengelola keuangan rumah tangga, tetapi juga pendidik utama kebiasaan finansial anak-anak,” tandas Cecep.

Pola konsumsi, kebiasaan menabung, hingga sikap terhadap utang umumnya diturunkan dari ibu ke anak. Karena itu, edukasi keuangan tidak semata bertujuan melindungi perempuan sebagai konsumen, tetapi juga membangun ketahanan ekonomi keluarga dalam jangka panjang.

Perempuan menjadi kelompok yang rentan terjerat pinjol, dengan pemicu yang kerap berlapis, mulai dari kebutuhan keluarga, akses yang mudah, hingga praktik pinjol ilegal yang menjerat lewat bunga dan penagihan bermasalah.

Di sisi lain, data dan laporan otoritas memperlihatkan masalah pinjol ilegal masih masif. OJK mencatat, sejak 1 Januari hingga 30 November 2025 terdapat 23.147 pengaduan terkait entitas ilegal, dengan 18.633 pengaduan mengenai pinjaman online alias pinjol ilegal dan 4.514 pengaduan terkait investasi ilegal.

Berdasarkan angka pengaduan tersebut mempertegas bahwa persoalannya bukan sekadar, orang berutang lalu gagal bayar. Melainkan juga menyangkut ekosistem perlindungan konsumen, literasi, dan kemampuan memilah layanan legal versus ilegal. (Id88)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |