Desember Datang di Tengah Serbuan Kabar Genting, Seberapa Aman RI?

2 hours ago 1

- Pasar keuangan Tanah Air kompak melemah pada perdagangan akhir pekan lalu, dengan IHSG ditutup terkoreksi sementara rupiah kembali bergerak melemah terhadap dolar AS.

- Wall Street masih kompak menguat pada pekan lalu, didorong oleh keyakinan pasar terhadap peluang pemangkasan suku bunga The Federal Reserve pada Desember.

- Pelaku pasar bersiap mencermati sejumlah rilis data ekonomi penting pekan ini, mulai dari inflasi dan PMI manufaktur November, neraca perdagangan Oktober, hingga rilis cadangan devisa dan uang primer (M0) dari BI, serta data AS yang dapat memengaruhi arah kebijakan moneter global.

Jakarta, CNBC Indonesia -Pasar keuangan Tanah Air akan kembali dibuka pada perdagangan hari ini, Senin (1/12/2025) yang sekaligus menjadi perdagangan pertama di Desember 2025.

Sebelumnya, pasar keuangan dalam negeri kompak melemah pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (28/11/2025). IHSG ditutup tertekan, rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), sementara imbal hasil SBN bergerak naik.

Pasar saham diperkirakan akan bergerak cenderung hati-hati pada awal pekan ini seiring dengan rilis data ekonomi dalam maupun luar negeri. Fokus investor akan tertuju pada rilis data inflasi Indonesia November 2025 serta serangkaian data ekonomi dari Amerika Serikat.

Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini. Agenda lengkap rilis data dari dalam maupun luar negeri tersedia pada halaman 4.

Pada perdagangan Jumat (28/11/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,37% ke level 8.514,22. Meskipun terkoreksi pada akhir pekan, secara mingguan IHSG masih mencatat kenaikan sekitar 0,6%.

Sebanyak 389 saham tercatat turun, 293 saham menguat, dan 274 saham stagnan. Nilai transaksi mencapai Rp15,95 triliun dengan total 34,11 miliar saham diperdagangkan dalam 2,02 juta transaksi. Kapitalisasi pasar berada di kisaran Rp15.624 triliun.

Adapun investor asing tercatat melakukan aksi jual atau net outflow sebesar Rp1,02 triliun.

Berdasarkan nilai transaksi, saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bumi Resources (BUMI), dan Bangun Kosambi Sukses (CBDK) menjadi kontributor terbesar. Pada akhir perdagangan, BBRI terkoreksi 1,6%, sementara BUMI terapresiasi 0,83% dan CBDK melesat 12,19%.

Tekanan terbesar datang dari sektor teknologi, bahan baku, dan finansial, yang masing-masing turun 1,92%, 0,92%, dan 0,91%. Sektor teknologi melemah dalam akibat aksi jual pada DCI Indonesia (DCII) yang merosot 6,15% ke Rp236.500 dan menyeret IHSG sebesar -16,11 indeks poin.

Amman Mineral Internasional (AMMN) juga turut menekan indeks setelah turun 5,04%, memberi kontribusi negatif -11,19 indeks poin.

Saham-saham perbankan besar kembali menjadi pemberat IHSG, tercermin dari tekanan pada BBRI, Bank Central Asia (BBCA), PT Bank Negara Indonesia (BBNI), dan PT Bank Mandiri (BMRI). Sementara itu, saham-saham milik konglomerat seperti Prajogo Pangestu, Low Tuck Kwong, Aguan, dan keluarga Widjaja bergerak cukup baik, namun belum mampu mengangkat indeks ke zona hijau.

Beralih ke nilai tukar, rupiah ditutup melemah pada perdagangan Jumat (28/11/2025), setelah sempat dibuka menguat di awal sesi. Rupiah ditutup terdepresiasi 0,18% ke posisi Rp16.665/US$, dari pembukaan yang sempat berada di Rp16.625/US$.

Sepanjang hari, rupiah bergerak di rentang Rp16.625-Rp16.665 per US$, mencerminkan masih adanya tekanan yang menahan laju penguatan rupiah.

Pelemahan rupiah terjadi seiring pulihnya dolar AS di pasar global. Indeks dolar (DXY) tercatat naik tipis ke 99,665, setelah sebelumnya sempat berada dalam tren pelemahan selama lima hari berturut-turut.

Penguatan dolar didorong oleh meningkatnya ekspektasi bahwa The Federal Reserve berpeluang memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 10 Desember, dengan probabilitas pasar mencapai sekitar 87%, jauh lebih tinggi dibanding sepekan sebelumnya.

Selain itu, gangguan teknis yang sempat terjadi di CME Group juga berdampak pada likuiditas pasar valuta asing yang menipis akibat libur Thanksgiving, sehingga volatilitas cenderung terbatas namun tetap mendukung penguatan dolar AS.

Dari pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun kembali mencatat kenaikan pada perdagangan Jumat (28/11/2025). Yield naik 0,94% ke level 6,314%, menjadi posisi tertingginya sejak 7 Oktober 2025, atau sekitar tujuh pekan terakhir.

Sehari sebelumnya, yield berada di 6,255%, sehingga kenaikan harian mencapai sekitar 6 basis poin.

Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).

Pages

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |