Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad menegaskan anggota dewan yang telah ditetapkan nonaktif tidak akan menerima gaji dan fasilitas apapun.
Hal ini ditegaskannya setelah berdialog dengan perwakilan mahasiswa di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/9/2025). Dasco menyatakan pihaknya telah mengirimkan surat ke Sekretariat DPR perihal kebijakan ini.
"Ya pimpinan partai sudah mengirim surat kepada sekretariat DPR bahwa untuk anggota yang dinonaktifkan itu diminta untuk tidak dikeluarkan fasilitas-fasilitas yang terkait dengan kedewanan termasuk gaji dan fasilitas lain," ujar Dasco kepada jurnalis di DPR.
Adapun, sejumlah anggota dewan yang dinonaktifkan yaitu, Adies Kadir dari Partai Golkar, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai Nasdem, Uya Kuya dan Eko Patrio dari Partai PAN.
Managing Partner Themis Indonesia Feri Amsari sebelumnya, menjelaskan terminologi nonaktif tidak ada dalam Undang-Undang MD3. Dalam aturan itu hanya ada terminologi diberhentikan karena alasan meninggal atapun mengundurkan diri.
"Bahasa nonaktif tidak dikenal. Artinya tidak mungkin mereka dibebaskan dari tugas-tugasnya dan dilakukan penggantian antarwaktu," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (1/9/2025).
Sehingga, karena statusnya belum diberhentikan, maka hak dan kewajiban seperti gaji hingga fasilitas pendukung sebagai anggota dewan masih didapatkan.
"Oleh karena itu, karena mereka masih tetap anggota dewan, maka hak dan kewajiban masih didapatkan," ujar Feri.
Namun, menurut dosen hukum tata negara di Universitas Andalas ini, hal tersebut perlu dilihat sebagai upaya partai untuk meredam situasi. Meskipun tidak memberikan kepastian hukum kepada anggota DPR maupun masyarakat.
Adapun, mengacu pada UU Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) sebenarnya tidak ada diksi "penonaktifan" anggota dewan. Namun pemberhentian bisa dilakukan, mulai dari pemberhentian antarwaktu, penggantian antarwaktu, pemberhentian sementara.
Pemberhentian antarwaktu biasanya terjadi jika anggota meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. Penggantian antarwaktu bisa dilakukan sesuai dengan keputusan partai masing-masing.
Sementara itu, pemberhentian sementara bisa dilakukan karena beberapa hal. Seperti menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun atau menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Dasco Unggah Foto Pertemuan Prabowo & Megawati: Merajut Kebersamaan