Jakarta, CNBC Indonesia - Harga perak global melonjak pada tahun ini bahkan menembus level tertinggi 14 tahun terakhir. Kabar ini menjadi sentimen positif bagi Indonesia yang dilimpahi kekayaan perak di berbagai penjuru pulau Tanah Air.
Harga perak pada perdagangan Kamis, harga perak ditutup di posisi US$ 40,67 per troy ons atau melemah 1,27%.
Pelemahan ini terjadi setelah pada Rabu (3/9/2025), harganya melonjak ke US$41,19 per troy ons. Harga tersebut adalah yang tertinggi sejak Agustus 2011 atau 14 tahun terakhir. Sepanjang tahun ini, harga perak sudah terbang 41,3%.
Melansir dari Booklet Peluang Investasi Emas - Perak Indonesia milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki cadangan bijih perak sebanyak 2.851 juta ton yang tersebar di bawah lapisan tanah Nusantara.
Sementara itu, cadangan logam perak saat ini adalah 13.130 ton atau 2% dari total cadangan perak dunia. Cadangan perak dunia terbesar saat ini terdapat di Peru, Indonesia tidak termasuk dalam 10 besar cadangan perak dunia.
Foto: Kementerian ESDM
Sumber daya dan cadangan perak di Indonesia
Bijih perak merujuk pada batu atau mineral yang mengandung unsur perak, namun masih bercampur dengan mineral lain (seperti timbal, tembaga, seng, emas, atau batuan host). Sementara itu, loam perak sudah diekstraksi dan dimurnikan dari bijih.
Bahkan, total sumberdaya perak yang dimiliki Indonesia diketahui mencapai 7.569 juta ton. Sebagai catatan, total sumberdaya perak adalah total potensi endapan perak yang sudah diketahui keberadaannya, meskipun belum tentu semuanya bisa ditambang secara ekonomis.
Berikut adalah persebaran cadangan dan sumberdaya bijih perak yang tersebar di tujuh pulau terbesar di Indonesia:
Tak hanya kaya akan cadangan emas, Papua juga memiliki kekayaan perak yang tak kalah melimpah. Melansir dari Booklet tersebut, Papua tercatat memiliki sumberdaya bijih perak sebanyak 2.882 juta ton, menjadikan Papua sebagai pulau dengan cadangan bijih perak terbanyak di Indonesia.
Papua tercatat memiliki 1.869 juta ton cadangan bijih perak yang siap ditambang, atau sekitar 66% dari keseluruhan cadangan nasional.
Tambang perak di Papua umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi produk sampingan (by-product) dari pertambangan emas dan tembaga. Pusat utama penambangan perak di Papua terletak di Grasberg Mine (Kabupaten Mimika, Papua Tengah) yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia.
Grasberg merupakan salah satu tambang emas terbesar di dunia. Besarnya jumlah cadangan emas di tambang ini membuat perak menjadi kalah pamor, hanya sebagai hasil sampingan dari pengolahan bijih tembaga dan emas.
Nusa Tenggara berada di peringkat kedua pulau dengan kekayaan perak terbesar. Pulau ini tercatat memiliki kekayaan perak sebanyak 2,762 berupa sumberdaya bijih, meskipun hanya 489 juta ton diantaranya yang siap ditambang sebagai cadangan bijih perak.
Sama seperti di Papua, perak di Nusa Tenggara juga banyak diperoleh sebagai hasil samping dari tambang emas dan tembaga. Pusat utama kegiatan tambang perak di pulau ini adalah Tambang Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dikelola oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara.
Tambang ini juga terkenal sebagai salah satu tambang tembaga-emas terbesar di Indonesia, dengan perak sebagai produk sampingan. Selain itu ada tambang emas skala lebih kecil di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang juga menghasilkan perak, meskipun volumenya jauh lebih kecil dibanding Batu Hijau.
Di posisi ketiga ada Sumatera dengan sumber daya perak sebanyak 569 juta ton. Dari sumber daya perak tersebut, hanya sebesar 103 juta ton yang siap ditambang.
Kemudian ada pulau Sulawesi yang memiliki sumber daya bijih perak sebanyak 479 juta ton. Meskipun jumlah sumber daya bijih Sulawesi lebih sedikit dibandingkan Sumatera, Sulawesi memiliki cadangan bijih perak siap tambang yang lebih banyak, yakni sebesar 268 juta ton.
Sedangkan pulau Jawa (98,5 juta ton), Kalimantan, (15.98 juta ton), dan Maluku (5,88 juta ton) memiliki cadangan bijih perak yang relatif jauh lebih sedikit dibandingkan keempat pulau di atas.
Ekspor Perak yang Mangkrak
Meskipun dibekali dengan kekayaan perak yang melimpah, industri perak Indonesia masih belum memiliki daya saing kuat di pasar internasional sebagai salah satu sumber komoditas perak yang diperhitungkan. Bahkan, kuantitas ekspor perak pada tahun lalu terjun bebas dari tahun sebelumnya.
Menurut catatan Kementerian Perdagangan, ekspor perak Indonesia di kode HS 4 7114 (Articles of goldsmith silversmith wares and parts) pada Januari-Desember 2024 hanya mencapai US$10,35 juta.
Angka ini anjlok 78,96% (yoy), mencerminkan lemahnya permintaan global maupun daya saing produk RI. Kala itu, ekspor terbesar dikirim ke Thailand, India, Hong Kong, Italia, dan Malta.
Penurunan ini sejalan dengan tren harga perak yang cenderung berfluktuasi dan tekanan dari negara produsen besar. Produk perak Indonesia yang sebagian besar berupa kerajinan dan perhiasan juga menghadapi tantangan dari pasar internasional yang lebih memilih produk bernilai tambah tinggi.
Meskipun begitu, ekspor perak terpantau mengalami kebangkitan pada Januari-Juni 2025. Nilai ekspor di kategori yang sama melonjak menjadi US$2,467 juta, atau naik 3.958% yoy. Pendorong utama kebangkitan ini adalah permintaan dari Thailand, yang menyerap hampir US$2 juta, naik 804,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan harga perak global bisa menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memperkuat kinerja ekspor.
Namun, tantangannya ada pada nilai tambah. Selama ini, sebagian besar produk RI masih berupa bahan mentah atau kerajinan sederhana, sementara pasar global lebih banyak mencari produk dengan desain modern atau kebutuhan industri berteknologi tinggi.
Dengan harga perak dunia yang tengah melonjak, ekspor RI kembali menemukan jalannya setelah terpuruk di 2024. Namun, tanpa strategi hilirisasi dan peningkatan kualitas produk, Indonesia berisiko hanya menjadi pemasok bahan baku murah di tengah peluang besar pasar global.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae)