Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempersiapkan proses perizinan penetapan kelembagaan perusahaan induk konglomerasi keuangan (PIKK). Langkah ini sebagai tindak lanjut dari POJK 30 tahun 2024 tentang konglomerasi keuangan dan PIKK.
"Kami sedang memproses perizinan penetapan kelembagaan perusahaan induk konglomerasi keuangan PIKK sebagai tindak lanjut POJK 30 2024 tentang konglomerasi keuangan dan PIKK, serta menyusun RPOJK penerapan tata kelola terintegrasi PIKK," ujar Ketua DK OJK, Mahendra Siregar, dalam press conference RDK OJK, Selasa (8/7/2025).
Mahendra sebelumnya menjelaskan bahwa RPOJK tersebut diterbitkan sebagai turunan atas mandat Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Ia menjelaskan perbedaan aturan ini dengan POJK 45 2020 terkait konglomerasi keuangan adalah perluasan dari anggota konglomerasi.
Dengan RPOJK ini, nantinya perusahaan pembiayaan, perusahaan efek, modal ventura, perusahaan peer to peer lending (p2p), perusahaan penjaminan, asuransi dan lain-lain dapat menjadi anggota konglomerasi keuangan. Begitu juga dengan perusahaan non lembaga jasa keuangan (LJK) yang menunjang LJK dapat pula menjadi anggota konglomerasi keuangan.
"Sebelumnya lembaga jasa keuangan yang menjadi anggota konglomerasi keuangan, hanya berupa bank perusahan asuransi atau reasuransi, perusahaan pembiayaan, dan persuahaan efek. Jadi terlihat cakupannya [RPOJK KK dan PIKK] lebih luas daripada POJK 45 sebelumnya," kata Mahendra dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK secara virtual, Senin (13/5/2024).
Ia melanjutkan, konglomerasi keuangan dengan kriteria tertentu wajib bentuk PIKK, yang dapat berupa PIKK operasional. Yakni, badan hukum yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali (PSP) atau pemegang saham perusahaan terbuka, yang selain melakukan kegiatan sebagai PIKK juga sebagai LJK.
Selain itu, juga dapat membentuk PIKK non operasional, yaitu badan hukum yang hanya melakukan kegiatan sebagai PIKK dan tidak sebagai LJK.
Mahendra melanjutkan, kriteria konglomerasi keuangan yang wajib membentuk PIKK dalam RPOJK ini, ditetapkan total aset dari seluruh LJK berjumlah lebih dari Rp100 triliun dan paling sedikit berada di dua sektor jasa keuangan yang berbeda. Kriteria lainnya, konglomerasi keuangan dengan total aset Rp20 triliun hingga Rp100 triliun yang beroperasi di paling sedikit tiga sektor jasa keuangan yang berbeda.
Lebih lanjut, Mahendra mengatakan otoritas dapat menetapkan konglomerasi keuangan yang tidak memiliki kedua kriteria sebelumnya, dapat dianggap sebagai konglomerasi keuangan dengan pertimbangan tertentu, dilihat dari segi kompleksitas dan interconnectedness.
Hal-hal lain dalam RPOJK tersebut adalah tentang tugas dan tanggung jawab PIKK dalam menyusun dan menetapkan startegi konglomerasi keuangan, tanggung jawab manajemen risiko, pengendalian internal, dan fungsi kepatuhan secara grup konglomerasi, kepengurusan PIKK dan rangkap jabatan dari PIKK, dan kewajiban dari PIKK untuk membentuk komite direksi, komisaris, satuan kerja, dan menyusun rencanan korporasi.
Selain itu juga ketentuan mengenai pengendalian PIKK terhadap anggota yang memiliki saham 50% atau kurang tapi memiliki pengendalian terhadap anggota dan aturan larangan kepemilikan silang.
(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pelaku Pasar Modal Solid, IHSG Langsung Terbang 4%