Hujan belum berhenti. Gerimis turun pelan di Kabupaten Pidie, seolah enggan benar-benar pergi. Di balik rintiknya, jejak banjir masih tampak jelas, lumpur mengering di halaman rumah, ranting tersangkut di saluran pembuang, dan sungai yang menyisakan warna kecokelatan. Banjir memang telah surut, tetapi ingatannya belum.
Pagi itu, Minggu (28/12), derap langkah aparatur sipil negara (ASN) terdengar menyusuri bantaran sungai dan parit-parit sempit di kawasan terdampak. Sepatu bot terbenam lumpur. Celana digulung setinggi lutut. Tangan-tangan yang sehari-hari menandatangani berkas kini menggenggam cangkul dan sekop. Tidak ada seragam kebesaran, yang ada hanya kerja bersama.
Di tengah barisan itu, Bupati Pidie H Sarjani Abdullah MH, berdiri tanpa jarak. Ia menyapa warga, mengangguk pada ASN yang sibuk mengangkat endapan, lalu ikut membantu membuka saluran yang tersumbat. Kehadirannya bukan sekadar simbol, melainkan pesan, amanah kepemimpinan menuntut kehadiran, bukan sekadar perintah.
Bagi H Sarjani, gotong royong pascabanjir adalah lebih dari kegiatan fisik. Ia adalah pengingat tentang posisi manusia di hadapan alam. Dalam Islam, manusia disebut sebagai khalifah di muka bumi penjaga, bukan perusak. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya” (QS. Al-A’raf: 56). “Banjir ini menjadi pengingat bagi kita semua,” kata Sarjani di sela kegiatan.
“Sungai, tanah, dan lingkungan adalah titipan. Kalau kita abai, dampaknya kembali kepada manusia.” ujar mantan Panglima GAM Wilayah Pidie itu, lagi.
Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Pidie bergotong royong membersihkan saluran pembuang di lingkungan permukiman warga sebagai ikhtiar pemulihan pascabanjir, Minggu (28/12). Waspada.id/ Muhammad RizaDi beberapa titik, ASN menyusuri parit yang menyempit akibat endapan bertahun-tahun. Ada yang mengangkat kayu lapuk, ada yang memungut plastik dari aliran air. Gerobak sorong bergerak perlahan di bawah gerimis. Sesekali terdengar aba-aba singkat, disusul senyum lelah. Gotong royong kembali menemukan maknanya sebagai kerja sunyi yang menghidupkan kebersamaan.
Plt Asisten II Setdakab Pidie Apriadi S Sos tampak berkeliling memastikan setiap titik bekerja sesuai rencana. Ia berhenti di beberapa lokasi, memberi arahan teknis agar saluran pembuang benar-benar terbuka. “Yang utama, aliran air harus kembali normal. Kalau drainase bersih, risiko banjir bisa ditekan,” ujarnya.
Menurut Apriadi, gotong royong melibatkan ASN lintas satuan kerja perangkat kabupaten (SKPK) dan dilakukan bertahap di sejumlah kecamatan terdampak. Bagi pemerintah daerah, ini bukan sekadar respons darurat, melainkan bagian dari upaya menata ulang sistem lingkungan yang selama ini terabaikan.
Di antara para ASN, warga ikut bekerja. M Yusuf, warga salah satu gampong terdampak, mengaku banjir kali ini menjadi pelajaran penting. “Kami sering menganggap sungai tempat buang sampah. Setelah air masuk rumah, baru terasa akibatnya. Gotong royong ini seperti menegur kami,” katanya lirih.
Warga lain, Nurhayati, berdiri di tepi saluran sambil membantu memungut sampah plastik. Ia mengaku terharu melihat pemimpin daerah turun langsung. “Kami merasa tidak sendiri. Kalau pemimpin saja mau turun ke lumpur, masa kami tidak ikut menjaga lingkungan,” ujarnya.
Bagi H Sarjani, perubahan perilaku adalah kunci. Ia mengutip pesan Rasulullah SAW bahwa kebersihan adalah bagian dari iman. Menjaga lingkungan, katanya, bukan hanya urusan negara, tetapi ibadah sosial. “Membersihkan saluran air ini bukan hanya kerja hari ini. Ini tentang kebiasaan. Apa yang kita jaga hari ini, insya Allah menjadi kebaikan bagi banyak orang,” ucapnya.
Islam mengajarkan keseimbangan antara membangun dan menjaga, antara memanfaatkan dan merawat. Musibah, dalam pandangan itu, bukan hanya cobaan, tetapi juga jalan muhasabah. Di Pidie, banjir membuka ruang perenungan: bahwa kerusakan alam sering kali berakar pada kelalaian manusia.
Gotong royong berlangsung berjam-jam. Ketika aliran air mulai jernih dan parit kembali terbuka, kelelahan berganti kepuasan sederhana. Para ASN menepi sejenak, membersihkan sepatu bot yang berlumur lumpur, lalu bergerak ke titik berikutnya.
Bupati Pidie H. Sarjani Abdullah berfoto bersama Aparatur Sipil Negara (ASN) usai gotong royong membersihkan lingkungan terdampak banjir, sebagai ikhtiar bersama merawat amanah dan solidaritas, Minggu (28/12). Waspada.id/Muhammad RizaH Sarjani mengajak masyarakat di wilayah yang tidak terdampak langsung untuk ikut membantu. Solidaritas lintas gampong dan lintas kecamatan, menurutnya, adalah wujud ukhuwah sosial saling menolong dalam kebaikan sebagaimana diajarkan Islam.
Sungai-sungai di Pidie kini kembali mengalir, perlahan namun pasti. Di balik alirannya, tersimpan harapan bahwa kesadaran yang lahir dari musibah tidak ikut surut. Bahwa amanah sebagai khalifah di bumi akan terus dijaga bahkan ketika hujan belum berhenti sepenuhnya.
Sebab merawat sungai, pada akhirnya, adalah merawat kehidupan. Dan menjaga lingkungan adalah bagian dari iman yang diwujudkan dalam tindakan nyata. Muhammad Riza/WASPADA.id
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.




















































