5 Fakta Penting Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Terbaru

1 hour ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk kelima kalinya pada tahun ini, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 basis points (bps). Per September 2025, BI Rate sudah kembali ke level 4,75% sebagaimana level pada Oktober 2022 silam.

BI sudah memangkas suku bunga masing-masing 25 bps sejak Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September 2025, dari level 6,0% pada Desember 2024. Pemangkasan sebesar 125 bps itu dilakukan untuk mendorong lebih cepat laju pertumbuhan ekonomi.

"Keputusan ini sejalan dengan upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menjaga tetap rendahnya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1% dan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat konferensi pers hasil RDG BI secara daring, dikutip Kamis (18/9/2025).

Saat mengambil keputusan tersebut, dewan gubernur BI yang dipimpin Perry Warjiyo turut mengambil sejumlah langkah penting, termasuk menyajikan data-data terbaru yang menunjukkan perlunya suku bunga diturunkan untuk memacu perekonomian.

Berikut ini lima poin penting hasil keputusan RDG BI September 2025:

1. Pangkas suku bunga deposit fasility 50 bps

Bank Indonesia (BI) hari ini secara mengejutkan memangkas suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 3,75%. Pemangkasan ini menjadi sinyal jika BI ingin mengurangi jumlah simpanan bank yang disimpan di BI. Pemangkasan suku bunga deposit facility rate ini lebih besar dibandingkan penurunan BI rate.

Seperti diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini, Rabu (17/9/2025)) memutuskan untuk memangkas BI rate sebesar 25 bps menjadi 4,75%, Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 3,75% dan Lending Facility rate sebesar 25 bps menjadi 5,50%.

Dalam kebijakan moneter, bukan hanya BI Rate yang penting. Ada satu instrumen lain yang sering luput dari sorotan, tapi perannya krusial menjaga stabilitas pasar uang yakni Deposit Facility Rate atau dulu dikenal Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI).

Instrumen ini menentukan bagaimana bank mengelola likuiditas harian, menjaga kestabilan pasar uang, sekaligus memengaruhi arah suku bunga pinjaman dan simpanan di masyarakat.

Deposit facility adalah fasilitas yang disediakan bank sentral bagi bank-bank komersial untuk menyimpan kelebihan dana jangka sangat pendek (overnight). Atas dana titipan ini, bank sentral membayar bunga sesuai dengan tingkat deposit facility rate.

Ada beragam fungsi dari Fungsi Utama Deposit Facility. Di antaranya adalah menjadi batas bawah suku bunga pasar antar-bank. Bank tidak akan meminjamkan dana di pasar dengan bunga lebih rendah dari yang ditawarkan bank sentral.

Artinya, dengan kebijakan BI menurunkan Deposit Facility maka bunga di bank lain juga akan menjadi lebih rendah

2. Ekonomi Q3 masih lemah

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengakui aktivitas ekonomi Indonesia saat ini masih lesu disebabkan terbatasnya ketersediaan lapangan kerja hingga menekan optimisme konsumsi rumah tangga.

"Pada triwulanl III-2025 sejumlah indikator menunjukkan konsumsi rumah tangga masih belum kuat dipengaruhi oleh menurunnya ekspektasi konsumen khususnya pada kelompok menengah ke bawah serta terbatasnya ketersediaan lapangan kerja," ucap Perry.

Sebagaimana diketahui Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia per Agustus 2025 masih melemah meski tetap di zona optimistis di level 117,2. Angka ini turun 0,9 poin dari Juli 2025 yang masih sebesar 118,1.

Sementara itu, Hasil Survei BI pada Agustus 2025 itu juga mencatat terjadinya penurunan kepercayaan terutama pada indikator yang menggambarkan persepsi masyarakat terhadap ekonomi nasional.

Data Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang dirilis BI pada Rabu (10/9/2025) menunjukkan tren penurunan. Pada Agustus 2025, IKE tercatat hanya sebesar 105,1 atau turun 1,5 poin dibandingkan periode Juli 2025 yang berada di level 106,6.

Penurunan angka Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini tidak lepas dari turunnya Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK). Pada Agustus 2025, IKLK tercatat sebesar 93,2 atau kembali masuk ke zona pesimis yakni di bawah 100 dan menjadikannya empat bulan beruturt-turut berada di area pesimis sejak Mei 2025.

Angka ini sekaligus menjadi yang terlemah sejak Maret 2022, ketika IKLK berada di level 87,7. Melemahnya IKLK menunjukkan bahwa masyarakat menilai lapangan kerja semakin sulit didapat.

Perry memastikan, Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi dengan kebijakan stimulus fiskal dan sektor riil Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian.

3. Permintaan kredit lesu, dana Rp 2.372,11 triliun nganggur

Perry Warjiyo juga mengakui permintaan kredit yang masih lemah menjadi salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan kredit. Kredit perbankan ia bilang masih tumbuh di kisaran 7%, meskipun mampu tumbuh lebih cepat pada Agustus 2025 sebesar 7,56% dari bulan sebelumnya tumbuh sebesar 7,03%.

Selain karena suku bunga kredit yang turunnya lambat, hanya 7 bps dari 9,20% pada awal 2025 menjadi sebesar 9,13% pada Agustus 2025, lemahnya penyaluran kredit juga disebabkan permintaannya yang loyo tercermin dari tingginya angka undisbursed loan.

Undisbursed loan adalah kredit menganggur atau fasilitas kredit yang belum ditarik oleh nasabah bank nya.

"Kenapa kredit belum tumbuh kuat, karena dari sisi permintaan kredit masih terdapat undisbursed loan yang besar," kata Perry saat konferensi pers hasil rapat dewan gubernur secara daring Rabu (17/9/2025).

Perry mengatakan, rasio undisbursed loan pada Agustus 2025 yang mencapai Rp 2.372,11 triliun atau 22,71% dari plafon kredit yang tersedia. Rasio undisbursed loan terbesar terutama pada sektor Industri, Pertambangan, Jasa Dunia Usaha, dan Perdagangan, dengan jenis kredit modal kerja.

"Jadi kredit yang sudah diberikan bank, itu pun memang juga belum semuanya digunakan oleh perbankan dan karena itu tercermin pada tentu saja yang tadi saya sampaikan adalah dalam undisbursed loan," tegas Perry.

Sementara itu, dari sisi penawaran kredit, Perry mengatakan sebetulnya masih cukup kencang. Kenaikan kredit didukung oleh longgarnya likuiditas perbankan sebagaimana tercermin dari tingginya Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,25% pada Agustus 2025.

4. Bank masih berlomba-lomba cari dana murah

Perry juga mendapati bank saat ini tengah berlomba-lomba mencari dana murah dengan memberikan special rate kepada deposan.

Padahal, BI telah gencar memangkas suku bunga deposit facility seiring dengan pemangkasan suku bunga BI Rate sebanyak lima kali sepanjang tahun ini untuk memperkuat likuiditas perekonomian. Namun, masalahnya suku bunga deposito turunnya lambat di perbankan sehingga masyarakat lebih memilih menabung ketimbang konsumsi.

Perry Warjiyo mengatakan, dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 16 bps dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,65% pada Agustus 2025, terutama dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan besar yang mencapai 25% dari total DPK bank.

"Kenapa suku bunga deposito belum turun? Karena salah satu faktornya yang tadi kami sampaikan adanya special rate pada deposan besar," kata Perry saat konferensi pers rapat dewan gubernur secara daring, Rabu (17/9/2025).

Menurut Perry, total deposan yang memperoleh special rate dari perbankan nilainya mencapai Rp 2.384 triliun atau setara 25,4% dari total DPK.

Oleh sebab itu, guna memacu pertumbuhan belanja ke depannya, BI kata Perry memandang suku bunga deposito dan kredit perbankan perlu segera turun.

"Sehingga dapat meningkatkan penyaluran kredit/pembiayaan sebagai bagian upaya bersama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sejalan dengan Program Asta Cita Pemerintah," tegas Perry.

5. Rupiah cenderung menguat

Fokus BI untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan suku bunga acuan longgar kata Perry kini makin tepat dilakukan karena dari sisi ketahanan eksternal Indonesia cenderung tengah mengalami tren penguatan.

Misalnya, nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung kebijakan stabilisasi Bank Indonesia di tengah ketidakpastian global yang tinggi. Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada September 2025 (hingga 16 September 2025) menguat sebesar 0,30% (ptp) dibandingkan dengan level akhir Agustus 2025.

Stabilitas nilai tukar Rupiah menurut Perry didukung oleh konsistensi kebijakan stabilisasi Bank Indonesia di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global serta peningkatan konversi valas ke Rupiah oleh eksportir seiring penerapan penguatan kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).

Ia juga menganggap, perkembangan Rupiah relatif stabil bila dibandingkan dengan kelompok mata uang negara berkembang dan negara maju.

"Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan tetap stabil didukung komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia," papar Perry.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Perry Warjiyo Tegaskan BI Rate Bakal Turun Lagi!

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |