Vietnam Lebih Galak Pajaki Orang Kaya, RI Masih Lembek?

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Vietnam memutuskan untuk tetap mempertahankan tarif marginal tertinggi untuk pajak penghasilan pribadi sebesar 35%. Hal ini sekaligus menjadikannya sebagai salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara.

Kebijakan ini berpotensi membebani kelas menengah atas Vietnam, karena ambang batas penghasilan yang dikenakan tarif tertinggi relatif rendah dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya.

Menurut Kementerian Keuangan Vietnam, mereka sedang merencanakan untuk menyederhanakan lapisan pajak dari tujuh menjadi lima, namun tetap akan menjaga batas tertinggi di level 35%. Ambang batasnya juga dinaikkan menjadi 100 juta Vietnam dong per bulan atau setara dengan Rp62,99 Juta (asumsi kurs: Rp0,6299/VND).

Meski ada upaya penyederhanaan, banyak analis menilai ambang batas pajak tersebut masih terlalu rendah, sehingga kalangan kelas menengah atas di Vietnam sudah harus menanggung beban tarif tertinggi.

Kondisi ini berbeda dengan banyak negara lain di Asia Tenggara, di mana tarif maksimal baru berlaku untuk kelompok berpenghasilan sangat tinggi.

Selain itu, sejumlah pakar juga menekankan bahwa kebijakan mempertahankan tarif 35% dapat berdampak pada daya tarik investasi asing. Vietnam yang tengah bersaing dengan negara lain untuk menarik talenta global dan modal asing, berisiko kehilangan momentum bila beban pajak individu dianggap terlalu berat bagi tenaga kerja terampil maupun profesional berpenghasilan tinggi.

Pajak Penghasilan di Negara Asia Tenggara Lainnya

Sebagai perbandingan, sejumlah negara lain di kawasan ASEAN menerapkan tarif yang lebih rendah.

Singapura dikenal sebagai salah satu dengan tarif terendah di kawasan, hanya 24% untuk lapisan tertinggi. Kebijakan ini konsisten dengan strategi negara-kota tersebut dalam menjaga daya saing global sebagai pusat finansial dan investasi.

Malaysia dan Myanmar menerapkan tarif maksimum 30%, level menengah dibandingkan standar regional. Thailand dan Filipina memiliki tarif puncak serupa dengan Vietnam yakni 35%, namun perbedaan terletak pada ambang batas pendapatan yang lebih tinggi, sehingga beban pajak cenderung menargetkan kelompok berpenghasilan sangat tinggi.

Sementara itu, negara dengan basis ekonomi kecil seperti Kamboja dan Laos relatif lebih rendah.

Laos menetapkan tarif marginal tertinggi 25%, sedangkan Kamboja 20%. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan strategi fiskal antarnegara Asia Tenggara, di mana negara berkembang dengan tingkat pendapatan lebih rendah memilih menjaga tarif lebih ringan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.

Pajak Penghasilan di Indonesia

Di Tanah Air, pemerintah juga memberlakukan tarif pajak penghasilan progresif dengan lima lapisan.

Berdasarkan aturan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), lapisan terendah hingga Rp60 juta per tahun dikenakan tarif 5%, lalu naik menjadi 15% untuk penghasilan hingga Rp250 juta. Selanjutnya tarif 25% diberlakukan untuk individu yang memiliki penghasilan sampai Rp500 juta, dan 30% untuk yang berpenghasilan hingga Rp5 miliar.

Untuk penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun, pemerintah menerapkan tarif puncak sebesar 35%. Angka ini sama dengan Vietnam, namun ambang batas pendapatan di Indonesia jauh lebih tinggi.

Berdasarkan studi KPMG Vietnam, menunjukkan tarif 35% di Indonesia baru berlaku pada pendapatan untuk individu dengan rasio 62 kali dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, sedangkan di Vietnam tarif yang sama sudah diberlakukan pada pendapatan individu dengan rasio 10 kali PDB per kapita.

PDB per kapita Indonesia per 2024 ada di US$ 4.960 sementara Vietnam juga tidak kalah jauh yakni US$ 4.700.

Dengan perbandingan PDB per kapita dan rasio pajak orang kaya RI dan Vietnam artinya jumlah orang kaya di Vietnam yang dikenai pajak tinggi akan lebih banyak dibandingkan Indonesia. Hal ini akan meningkatkan pendapatan negara dari orang kaya serta memberi rasa keadilan yang lebih besar.

Sebagai perbandingan, jumlah pajak penghasilan (PPh) 21 atau yang disetor dari karyawan Indonesia mencapai Rp 223,42 triliun per November 2024. Jumlah itu setara dengan 13,2% dari total penerimaan pajak.

Sementara itu, setoran PPh Orang Pribadi (OP), termasuk orang kaya RI, hanya Rp 13,38 triliun per November 2024. Jumlah itu setara dengan 0,8% penerimaan pajak Indonesia.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |