Sidang Terdakwa Penggelapan Secara Online Sudah Sesuai Prosedur

1 month ago 19
Medan

Sidang Terdakwa Penggelapan Secara Online Sudah Sesuai Prosedur Pengadilan Negeri Lubukpakam. Waspada/ist

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

LABUHANDELI (Waspada): Sidang perkara dugaan pencurian dan penggelapan barang berharga dengan terdakwa M Rizky Ansari, berlangsung secara online di Pengadilan Negeri Lubukpakam, Rabu (23/7).

Sidang tersebut dilaksanakan secara daring sudah sesuai prosedur secara hukum dan administrasi. Demikian disampaikan Kasubsi Intelejen Kejaksaan Negeri Deliserdang Cabang Labuhandeli, Martin Pardede, Jumat (25/7).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Dijelaskan Martin, pernyataan kuasa hukum terdakwa menyatakan bahwa sidang pidana secara daring (online) tidak layak, karena suara tidak jelas, perangkat tidak mendukung, serta alasan jaksa mengenai keterbatasan anggaran dianggap tidak berdasar.

“Perlu kami luruskan, bahwa pelaksanaan sidang pidana secara elektronik sudah sah dan diakui dalam sistem hukum acara Indonesia. Hal ini didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan secara Elektronik,” kata Martin.

Kemudian, Keputusan Bersama MA, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM Tahun 2020. Meskipun KUHAP memang menganut prinsip persidangan tatap muka sebagai norma utama, terang Martin, regulasi di atas dibentuk sebagai bentuk penyesuaian sistem peradilan modern, serta bukan bertentangan, melainkan melengkapi KUHAP dalam kondisi tertentu, seperti pandemi, efisiensi, keamanan, atau kendala administratif dan geografis.

“Pelaksanaan sidang secara daring bukan semata keputusan sepihak dari jaksa. Prosesnya telah diatur secara teknis, sistematis, dan melewati koordinasi antarlembaga peradilan, termasuk pengadilan dan lembaga pemasyarakatan,” ungkap Martin.

Dalam praktiknya, tegas Martin, pelaksanaan sidang daring seringkali disepakati untuk menghindari biaya transportasi tahanan, risiko keamanan, serta efisiensi waktu dan anggaran negara.

“Memang perintah hakim untuk sidang tatap muka memang wajib ditaati. Namun, perlu ditegaskan bahwa teknis pelaksanaan sidang bukan sepenuhnya tanggung jawab hakim, melainkan koordinasi antara pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan Lapas. Jika terjadi kendala anggaran atau fasilitas, maka perlu penyesuaian administratif tanpa mengabaikan prinsip keadilan dan hak terdakwa,” terangnya.

Apabila kendala teknis seperti suara tidak jelas, perangkat dan rusak, terdakwa atau kuasa hukumnya memiliki hak untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme resmi, seperti permohonan pengalihan bentuk sidang atau laporan kepada pengadilan, bukan menjadikan hal tersebut sebagai dasar menyalahkan satu institusi seperti kejaksaan.

“Kita tegaskan, bahwa pelaksanaan persidangan pidana tidak boleh dicampuradukkan dengan opini personal yang cenderung mengabaikan kerangka kerja antar-lembaga dan situasi objektif yang sedang dihadapi sistem peradilan Indonesia secara umum,” pungkas Martin.

Sebelumnya, penasihat hukum terdakwa, Eka Putra Zakran, secara tegas menyampaikan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang yang digelar secara online di Pengadilan Negeri Lubukpakam, Rabu (23/7).

Menurut Epza, dakwaan JPU dinilai tidak cermat dan kabur (obscurlibel), serta pelaksanaan sidang secara daring justru melemahkan proses penggalian kebenaran materiil.

“Saya pribadi sangat keberatan dengan sistem online. Banyak fakta tidak tergali karena suara tidak jelas, jaringan bising, dan perangkat tidak mendukung,” tegasnya dalam konferensi pers usai sidang. (m27)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |