Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Airbus Defence and Space telah menyerahkan pesawat pertama A400M pesanan Indonesia pada 3 November 2025, sedangkan unit kedua pesawat angkut tersebut akan diserahkan pada Februari 2026. Program pengadaan dua A400M mempunyai pagu Pinjaman Luar Negeri (PLN) sebesar US$560 juta, di mana Indonesia menyepakati opsi pembelian empat unit yang memiliki keterkaitan dengan pemberian autonomous right CN235 kepada PT Dirgantara Indonesia.
Sejak akhir 1970-an, tiga firma dirgantara Eropa yang di kemudian hari membentuk Airbus Defense and Space dan Airbus Helicopters sudah hadir di pasar pertahanan Indonesia melalui produk C212, Bo 105, SA330 dan AS332. Pada 1979, IPTN dan CASA lewat Airtech mulai melaksanakan program pengembangan pesawat turboprop angkut sedang dengan kapasitas 35 penumpang yang kemudian dikenal sebagai CN235.
Tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa Airbus merupakan salah satu penguasa pangsa pasar pertahanan Indonesia lewat produk-produk pesawat sayap tetap dan pesawat sayap putar. Ketiga matra TNI mengoperasikan pesawat sayap tetap dan pesawat sayap putar produksi Airbus, suatu hal yang tidak dapat ditandingi oleh raksasa dirgantara global lain yang juga memiliki pasar di Indonesia.
Kehadiran CASA, Messerschmitt-Bölkow-Blohm dan Aerospatiale di pasar pertahanan negeri ini terus berlanjut setelah beberapa negara Eropa melaksanakan konsolidasi industri dirgantara dan pertahanan melalui pembentukan EADS yang kini sudah bertransformasi menjadi Airbus SE. Sebelum A400M dibeli oleh Indonesia, C295 yang merupakan pengembangan CN235 tercatat sebagai produk pesawat angkut produksi Airbus Defence and Space yang didatangkan oleh Indonesia 13 tahun lalu.
Kini program pembangunan kekuatan pertahanan jangka panjang telah beralih dari Minimum Essential Force (MEF) menjadi Optimum Essential Force (OEF). Dari aspek perniagaan, OEF memberikan peluang kepada firma-firma pertahanan asing untuk memasok berbagai persenjataan maju ke Indonesia, termasuk menjalin kemitraan industri dengan beberapa perusahaan pertahanan domestik.
Walaupun program belanja pertahanan yang menggunakan skema PLN periode 2025-2029 dicoba ditutupi oleh pemerintah dari pandangan publik, akan tetapi dapat direka dengan tingkat ketepatan yang cukup tinggi kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan. Terkait dengan Airbus, baik Airbus Defence and Space maupun Airbus Helicopters, seberapa besar peluang dan tantangan perusahaan pertahanan multinasional Eropa tersebut di pasar pertahanan Indonesia era OEF 2025-2029?
Terdapat peluang Airbus Defense and Space untuk melakukan penetrasi pasar di Indonesia melalui beberapa program seperti program pesawat angkut, pesawat tanker merangkap angkut dan pesawat Airborne Early Warning & Control (AEW&C). Menyangkut pesawat angkut, berdasarkan pernyataan Presiden Prabowo saat acara penyerahan unit pertama A400M kepada TNI Angkatan Udara pada 3 November 2025, terdapat indikasi bahwa Indonesia akan mengaktifkan opsi tambahan empat A400M pada periode 2025-2029.
Berdasarkan perhitungan operasional maupun logistik, memang akan jauh lebih baik jika Indonesia mengoperasikan lebih banyak A400M, sebab selain meningkatkan kesiapan angkut strategis, pula dapat menekan biaya logistik dibandingkan kalau hanya mempunyai dua unit saja. Sedangkan dari aspek industri, pembelian total enam A400M oleh Indonesia akan mewajibkan Airbus Defence and Spac mengalihkan autonomous right CN235 kepada PT Dirgantara Indonesia.
Peluang pasar Airbus Defence and Space berikutnya ialah pesawat tanker merangkap angkut, di mana produsen pesawat tersebut tidak akan menghadapi persaingan dari Boeing Defense, Space & Security. Besar kemungkinan A330 MRTT atau A330 MRTT+ akan menjadi pilihan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pesawat tanker merangkap angkut, sebab tipe itu sudah teruji dan matang.
Pilihan akan kembali kepada Kementerian Pertahanan, apakah akan membeli A330-200 bekas guna dikonversi menjadi A330 MRTT ataukah memesan langsung A300 MRTT+ kepada Airbus Defence and Space yang berbasis pada A330-800. Adapun tentang kemitraan industri, PT GMF AeroAsia dapat menjadi kolega bisnis Airbus Defence and Space mengingat bahwa firma Maintenance, Repair and Overhaul (MRO) itu memiliki kemampuan teknis untuk pemeliharaan dan perawatan keluarga A330, baik A330ceo maupun A330neo.
Mengenai kebutuhan pesawat AEW&C, secara teknis Airbus Defence and Space hanya dapat menyediakan pesawat saja sebagai wahana, sedangkan subsistem seperti radar, konsol dan lain sebagainya akan dipasok oleh perusahaan lain yang memiliki keahlian dalam bidang elektronika pertahanan berdasarkan pilihan konsumen.
Berbeda dengan pesawat tanker merangkap angkut, produsen pesawat AEW&C memang hanya menyiapkan pesawat saja, di mana porsi pekerjaan bagi firma seperti Airbus Defence and Space terbatas pada penguatan struktural pesawat. Terdapat kemungkinan Indonesia akan memilih A321neo sebagai wahana bagi pesawat AEW&C, namun belum diketahui pabrikan elektronikai pertahanan apa yang akan mengisi subsistem pesawat tersebut.
Adapun Airbus Helicopters masih mempunyai peluang di pasar pertahanan Indonesia, khususnya untuk tipe helikopter angkut sedang dan helikopter latih. Akan tetapi berbeda dengan Airbus Defence and Space, divisi helikopter milik Airbus SE tersebut mendapatkan pasar dengan persaingan ketat yang berasal dari Leonardo Helicopters dan Sikorsky Aircraft.
Kehadiran pesaing Airbus Helicopters sudah terjadi saat MEF 2020-2024 dilaksanakan yang ditandai dengan pemberian kontrak akuisisi kepada Leonardo Helicopter dan Sikorsky Aircraft oleh Kementerian Pertahanan. Situasi demikian perlu menjadi alarm pengingat bagi Airbus Helicopters bahwa dominasi pasar yang dinikmati sejak akhir 1970-an kini sudah diganggu oleh pemain besar lainnya.
Tentang tantangan yang akan dihadapi oleh Airbus Defence and Space di pasar pertahanan Indonesia selama pelaksanaan OEF 2025-2029, nampaknya bukan muncul dari kompetitor seperti Boeing Defense, Space & Security. Sebaliknya, tantangan akan berasal pasar Indonesia sendiri, seperti penerapan aturan tentang compliance di tengah situasi pasar yang kurang bersahabat.
Bagaimanapun, Airbus Defence and Space tidak ingin pengalaman buruk Airbus SE dan Rolls Royce plc yang dijatuhi denda oleh Serious Fraud Office terkait dengan suap dan korupsi pengadaan A330 dan sistem pendorong Rolls-Royce Trent 700 oleh Garuda Indonesia terulang lagi. Isu penerapan compliance di pasar Indonesia sebenarnya bukan tantangan bagi Airbus Defence and Space saja, tetapi pula tantangan bagi firma-firma pertahanan Barat lainnya.
Tantangan yang akan ditemui oleh Airbus Helicopters ialah bagaimana merebut kembali dominasi di pasar Indonesia dengan portofolio produk yang tersedia. Airbus Helicopters menghadapi tantangan terkait portofolio produk sebab H225M sepertinya menjadi helikopter terbesar yang bisa ditawarkan di kelas angkut menengah bagi Indonesia.
Airbus Helicopter tidak mempunyai portofolio yang bisa bersaing dengan helikopter sekelas AW101 buatan Leonardo Helicopters. Pada sisi lain, PT Dirgantara Indonesia belum dapat memproduksi H225M secara lokal mengingat masih ada sejumlah isu yang menjadi perhatian Airbus Helicopters.
(miq/miq)

3 hours ago
5

















































