MEDAN (Waspada): Hampir satu bulan sejak Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, pada Kamis, 26 Juni 2025, publik masih dibuat bertanya-tanya.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Tidak ada perkembangan berarti yang disampaikan KPK kepada masyarakat. Padahal, kasus ini sudah menjadi sorotan nasional dan dinilai sebagai salah satu kasus korupsi yang mencoreng wajah birokrasi dan pelayanan publik di daerah.
KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka terdiri atas tiga penerima suap dan dua pemberi suap. Salah satu yang paling mencolok adalah penetapan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Ginting, sebagai tersangka, bersama Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah I Sumut, Direktur Utama PT DNG, dan Direktur PT RN.
Namun, terlepas dari penangkapan dan penetapan tersangka tersebut, KPK belum menunjukkan progres signifikan dalam upaya penegakan hukum.
Pemeriksaan terhadap saksi memang telah dilakukan, termasuk terhadap mantan Bupati Mandailing Natal, Muhammad Jafar Sukhairi Nasution, yang dimintai keterangan pada Rabu, 16 Juli 2025.
Pemeriksaan itu dikabarkan fokus pada proyek-proyek infrastruktur yang dimenangkan dan dikerjakan PT DNG. Meski demikian, hingga kini belum ada pengumuman resmi terkait pengembangan atau penetapan tersangka baru.
Lebih mengejutkan, dugaan keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk adanya perwira kepolisian yang disebut-sebut turut tersangkut dalam pusaran kasus ini, masih tenggelam tanpa kejelasan.
Padahal, informasi semacam ini semestinya menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membuka lebih dalam tabir praktik korupsi sistemik yang terjadi di daerah.
Lambannya penanganan perkara ini memunculkan spekulasi publik. Banyak pihak mempertanyakan komitmen KPK dalam menuntaskan kasus ini secara menyeluruh.
Kesan bahwa KPK tidak memiliki keberanian dan keseriusan dalam mengusut tuntas kasus ini semakin menguat. Tidak sedikit yang menilai bahwa KPK kehilangan daya dobrak yang selama ini menjadi ciri khasnya.
“Kita belum mendengar adanya pemeriksaan terhadap atasan Topan Ginting, padahal sebagai kepala dinas, ia bekerja dalam struktur yang jelas dan bertanggung jawab kepada gubernur. Mengapa belum ada penelusuran ke level atas?” kata Pengamat Anggaran Sumut, Elfenda Ananda pada Jumat (18/7).
Selain itu, belum tampak adanya upaya maksimal dari KPK dalam menelusuri aliran dana hasil suap maupun penggunaan teknologi untuk mengungkap rekaman pembicaraan dari barang bukti elektronik yang disita. Padahal, bukti-bukti semacam ini menjadi krusial dalam membongkar jaring korupsi yang lebih besar.
Kehilangan Arah
Dikatakannya juga kegagalan KPK dalam melakukan langkah cepat, tepat, dan transparan mengesankan bahwa lembaga anti-rasuah tersebut kehilangan arah.
“Masyarakat semakin pesimis dan menilai bahwa praktik korupsi kini bukan hanya masif, tapi juga seperti mendapat tempat aman dalam birokrasi, selama tak ada keberanian lembaga hukum menindak tegas para pelakunya,” tegasnya.
Kritik tajam juga mengarah pada kemungkinan adanya intervensi kekuasaan atau tekanan dari pihak tertentu terhadap KPK.
Muncul dugaan bahwa KPK enggan bergerak lebih jauh karena adanya aktor kuat di belakang para tersangka.
Dugaan ini tak bisa begitu saja diabaikan, terutama di tengah menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap KPK dalam beberapa tahun terakhir.
“Apakah KPK takut kepada aktor kuat di belakang kasus ini? Apakah ada semacam perlindungan terhadap mereka yang sudah ditangkap? Ini semua masih misteri, dan KPK harus menjawabnya secara terbuka,” tegasnya lagi.
Tidak dapat dipungkiri, posisi KPK kini kian tertekan di tengah meningkatnya performa institusi penegak hukum lain seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian yang tampak lebih agresif dalam membongkar kasus-kasus besar.
Meski dirundung kekecewaan, masyarakat masih menyimpan harapan bahwa KPK dapat kembali menunjukkan integritas dan ketegasannya. Penanganan kasus OTT Madina bisa menjadi momentum kebangkitan atau justru menjadi bukti kemunduran lembaga tersebut.
Publik menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keberanian dari KPK untuk menyampaikan perkembangan kasus ini secara terbuka, serta tidak ragu untuk menindak siapa pun yang terlibat — tanpa pandang jabatan, institusi, atau kekuasaan di belakangnya.
“Jika tidak, maka bukan hanya kepercayaan masyarakat terhadap KPK yang runtuh, tetapi juga harapan terhadap penegakan hukum yang adil dan bersih di negeri ini,’ tandasnya.(cbud)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.