Jakarta, CNBC Indonesia - Hujan deras yang belakangan mengguyur sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Jabodetabek, menimbulkan pertanyaan soal mundurnya musim kemarau. Padahal, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya memperkirakan Indonesia mulai memasuki musim kemarau.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan, saat ini Indonesia masih berada dalam masa peralihan (pancaroba) dari musim hujan ke kemarau. Hujan yang terjadi, kata ia, dipicu oleh konvergensi (pertemuan massa udara) dan labilitas lokal yang memperkuat pembentukan awan konvektif.
"Fenomena ini membuat hujan tetap turun, terutama di sore dan malam hari, di sejumlah wilayah seperti Aceh, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (11/4/2025).
Sementara, Labilitas Lokal merupakan kondisi atmosfer yang memungkinkan udara hangat dan lembap untuk naik dengan cepat, sebab lebih ringan daripada udara sekitarnya. "Kondisi ini sering terjadi di wilayah dengan pemanasan matahari yang kuat atau adanya perbedaan suhu antara berbagai ketinggian," kata Guswanto.
BMKG juga mengingatkan adanya potensi hujan lebat, angin kencang, hingga petir di beberapa wilayah dalam sepekan ke depan akibat pengaruh bibit siklon tropis 96S di Laut Arafura dengan kecepatan angin maksimum 25 knot dan tekanan udara 1004 hPa yang bergerak ke arah barat daya. Wilayah yang terdampak antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku bagian selatan, dan Papua Selatan.
Prospek Cuaca:
BMKG mengingatkan, hingga sepekan ke depan, sejumlah wilayah di Indonesia masih akan menghadapi potensi curah hujan yang signifikan, terutama di wilayah Indonesia bagian selatan dan timur. Kondisi ini, menurut BMKG, didukung oleh aktifnya fenomena MJO secara spasial, serta pengaruh dari gelombang atmosfer seperti Gelombang Rossby Ekuatorial, Gelombang Kelvin, dan Gelombang Low Frequency.
"Kombinasi faktor-faktor ini meningkatkan potensi pembentukan awan konvektif yang signifikan di sebagian besar wilayah Indonesia," sebut BMKG.
Di saat bersamaan, lanjut BMKG, beberapa wilayah di Indonesia juga sudah mulai memasuki periode musim peralihan (pancaroba) dari musim hujan menuju musim kemarau.
"Pada periode ini, cuaca umumnya bersifat variatif dan dinamis, dengan potensi hujan yang masih dapat terjadi secara tiba-tiba disertai angin kencang dan kilat/petir pada siang atau sore hari," sebut BMKG.
"Untuk itu, masyarakat diimbau tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang umumnya relatif lebih cepat, serta variasi kondisi cuaca secara spasial yang signifikan, sehingga dapat memengaruhi kelancaran aktivitas di masyarakat," lanjut BMKG.
11-13 April 2025
Hujan lebat berpotensi terjadi di Aceh, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, NTB, Kaltim, Maluku, dan Papua Selatan. Angin kencang mengancam Maluku, NTT, dan Papua Selatan.
14-17 April 2025
Hujan lebat diprediksi melanda Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Papua Barat, dan Papua Selatan. Angin kencang masih berpotensi di Maluku dan NTT.
Kapan Musim Kemarau Dimulai?
BMKG memperkirakan 57,7% wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau pada periode April-Juni 2025. Nusa Tenggara menjadi wilayah yang lebih dulu mengalami kemarau.
"Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus, dengan durasi bervariasi di tiap daerah, dari dua bulan hingga lebih dari delapan bulan," sebut BMKG.
Meski demikian, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan, musim kemarau tidak berarti bebas hujan. Dinamika atmosfer global, seperti El Nino/La Nina, MJO, hingga kondisi topografi Indonesia turut memicu hujan lokal di musim kemarau.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Waspada! Ada Risiko Cuaca Ekstrem Selama 3 Hari Ke Depan
Next Article Video: Cuaca Ekstrem Diramal Melanda RI, BMKG Minta Masyarakat Waspada